Kamis, 190309
Lima Jenis Kesombongan
Dalam ceramahnya di acara Keduri Cinta (KC) bulan ini, Emha Ainun Nadjib menjelaskan bahwa ada lima jenis kesombongan yang harus selalu diantisipasi oleh setiap manusia.
Kesombongan ini muncul karena mereka yang diberi Allah anugerah tidak mampu bersyukur.
Pertama, kesombongan orang kuat. Orang lemah yang berlatih secara terus-menerus kemudian dengan kekhusyuannya itu ia bisa menjadi kuat.
Namun jika ada saja secuil dalam hatinya perasaan bahwa kekuatan yang ia peroleh sekarang adalah karena hasil jerih payahnya maka akan muncul kesombongan dalam perilakunya.
Merasa bisa, merasa kuat, merasa berjasa atas jasa yang tidak pernah ia perjuangkan, bahkan hasil-hasil pembangunan jadi rebutan partai-partai politik yang merasa kuat sehingga merasa bahwa hasil pembangunan tidak akan terwujud kecuali atas jasa kadernya.
Padahal kalau mereka waras, kader suatu partai yang merasa kuat itu sudah menjadi wakil rakyat baik itu: anggota MPR, DPR, Presiden, dan lain-laian itu sudah tidak lagi berkerja atas nama partai melainkan atas nama rakyat.
Tapi karena banyak partai kuat yang sombong maka dengan sangat mudahnya mereka main klaim.
"Itu swasembada beras kalau bukan karena kader partai kami tidak akan terwujud."
"Pemberantasan korupsi tidak akan tegak seperti sekarang ini kalau bukan karena kader partai kami."
Wah pokoknya semua mengklaim. Penurunan harga BBM, anggaran pendidikan sebesar 20%, sampai penegakkan HAM menjadi perebutan partai kuat untuk menjadi materi klaim mengklaim.
Kedua, kesombongan orang berkuasa. Mereka yang memiliki kekuasaan namun tidak memahami bahwa kekuasaan yang ia genggam saat ini adalah amanah yang diberikan rakyatnya, maka ia akan sombong, semena-mena dalam memerintah, dan egoistis dalam mengambil keputusan.
Ketiga, kesombongan orang kaya. Orang yang tidak mampu mengendalikan rasa memamerkan materi yang ia punya maka ia akan terjangkiti perasaan sombong, perasaan bahwa dengan kekayaan yang melimpah-ruah yang saat ini ia miliki ia mampu berbuat apa saja yang ia mau.
Termasuk menikahi anak gadis di bawah umur. Tanpa menghitung lebih matang, "Apakah cinta gadis itu murni karena cinta atau sebenarnya si gadis tidak cinta-cinta amat, tapi karena calon suaminya adalah orang kaya, kemudian ia memaksakan diri untuk mencintai calon suaminya yang kaya raya itu dengan alasan untuk berbakti kepada kedua orang tuanya."
"Awas nanti kalau sudah menikah saya akan peras habis-habisan hartamu itu." demikian ungkapan hati istri yang jahat yang hanya mencintai kekayaan suaminya.
Keempat, kesombongan orang pintar. Orang begitu pintar, begitu diwisuda dari salah satu universitas negeri, begitu punya titel maka dia merasa benar sendiri.
Tak sudi lagi mendengar pendapat orang lain. "Yang lain pendapatnya pasti salah. Karena mereka tidak lebih pintar dari saya." demikian kesombongan memprovokasi hatinya.
Kelima, yang tidak disangka dan tidak diduga, bahwa orang alim justru memiliki potensi sombong yang sangat tinggi.
Begitu sudah pakai surban, peci, sudah dipanggil ceramah/khutbah, sudah ngajar ngaji, mampu kontinyu puasa Senin-Kamis atau tahajud tiap malam, dan sudah mengenakan simbol-simbol keagamaan yang formal lainnya maka ia merasa sombong, merasa paling suci.
Yang pasti masuk surga bersama Rosul hanya golongannya. Golongan lain itu kafir dan pasti masuk neraka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar