Pages

Senin, 09 Maret 2009

Wanita-wanita yang Haram Dinikahi

Jumat, 060309

Wanita-wanita yang Haram Dinikahi

Merupakan tugas seorang pencatat pernikahan untuk benar-benar dan sungguh-sungguh dalam mencatat sebuah pernikahan agar pernikahan tersebut tidak rusak gara-gara ada "mani'" (penghalang). Karena tidak semua perempuan halal untuk dinikahi.

Nikah adalah bahasa yang lebih lembut karena memiliki syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Sedangkan kawin lebih kasar karena kawin mah siapa aja bisa tanpa syarat dan rukun.

"Nikah itu susah karena pakai surat. Yang gampang mah kawin cuma modal urat." kelakar seorang teman.

Pernikahan itu memakai: akad, mahar, wali, dan saksi. Sedangkan pernikahan yang tanpa akad itu disebut kawin atau zina.

"Janganlah kalian menikahi perempuan yang telah dinikahi oleh bapak kalian". Bagaimana kalau si perempuan belum "di goal"? Nggak boleh juga.

Bagaimana kalau si perempuan telah dizina bapak kita ("naudzubillahi min dzaalik")? Menurut Imam Syafi'i boleh dinikahi. Namun menurut Imam Abu Hanafi haram.

Lalu bagaimana kita menyikapi dua perbedaan pendapat dari kedua imam tersebut? Ada baiknya kita perhatikan ushul fiqh: "Idzaj tama'al halaal wal haroom qudimal haraam." kalau berkumpul dua pendapat, yang menghalalkan dengan yang mengharamkan maka dahulukanlah yang haram.

Mengapa? Karena kalau ternyata menikahi wanita yang telah dizinai bapak kita itu ternyata memang haram maka kita tidak melakukan dosa. Karena toh kita telah mendahului pendapat yang mengharamkan. Otomatis kita kan tidak mengerjakannya.

Tapi kalau ternyata hal itu hukumnya halal ya udah tidak apa-apa kita tidak mengerjakannya. Kan cuma halal bukan wajib.

Yang dimaksud dengan bapak di sini adalah garis nasab bapak kandung kita terus ke atas, kakek sampai kakek moyang kita.

Kedua, begitu juga bapak tidak boleh menikahi mantan istri anak kita (mantu perempuan). Ketiga, ibunya istri (mertua perempuan) juga haram dinikahi. Walaupun anaknya sudah meninggal dunia dan ibunya masih tampak cuantik.

Keempat, anak perempuan tiri kita haram dinikahi. Kecuali anak perempuan tiri istri kita itu boleh kita nikahi asalkan ibunya belum "didukhul".

Atau sebaliknya nikahi anak perempuan yang belum "didukhul" boleh menikahi ibunya. Dalam hal ini, Imam Malik menafsirkan "dukhul" adalah sudah digrepe-grepe, "taladzuz", udah enak-enakkan, meski belum disetubuhi.

Sedangkan menurut Imam Syafi'i yang dimaksud dengan "dukhul" di sini adalah sudah disetubuhi.

Sebelum Islam datang empat macam "pernikahan terlarang" yang sudah disebutkan di atas zaman dulu sering kali terjadi. Dulu masih diampunin karena belum sampai dakwah. Kalau sekarang "tiada maaf bagimu" karena telah sampai dakwah.

Sepupu halal dinikahi kecuali yang satu susuan. Kalau satu susuan dengan siapa pun menjadi haram dinikahi. Kalau kita tetap menikahi wanita-wanita yang haram dinikahi tersebut maka ketahuilah perjalanan yang demikian adalah perjalanan yang sangat jelek dan menjijikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar