Pages

Minggu, 24 Mei 2009

Ujian Nasional dan Mazhab Psikologi

Kompas, Rabu, 20 Mei 2009

PENDIDIKAN
Ujian Nasional dan Mazhab Psikologi

Oleh: Aje Toenlioe
(Dosen Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Malang)

Secara psikologis pendidikan dapat dikaji menggunakan dua mazhab, yakni mazhab behavioristik dan mazhab humanistik. Bagi behavioristik, pendidikan adalah proses perubahan tingkat laku untuk mencapai tujuan sesuai standar tertentu melalui pembiasaan berbasis stimulus-respon. Bagi humanistik, pendidikan adalah proses aktualisasi diri melalui pemenuhan kebutuhan hidup. Pemaknaan pendidikan yang berbeda oleh dua mazhab ini berimplikasi pada semua unsur pendidikan, baik guru, siswa, tujuan dan isi, strategi, maupun evaluasi.

Dalam hal guru, bagi behavioristik, guru adalah pelaksana pembelajaran sesuai ketentuan standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pihak-pihak di luar dirinya. Sementara bagi humanistik, guru adalah perancang tujuan, isi, strategi, dan evaluasi pembelajaran berdasarkan hasil analisisnya terhadap kebutuhan siswa.

Dalam hal siswa, bagi behavioristik, siswa berkewajiban menjalankan tuntutan guru tanpa kompromi sebagai implikasi logis dari adanya ketentuan standar yang harus dicapai guru. Adapun bagi humanistik, siswa berhak memilah dan memilih tugas sesuai bakat, minat, dan kebutuhannya.

Dalam hal tujuan dan isi pembelajaran, bagi behavioristik, tujuan pembelajaran adalah agar terjadi perubahan tingkah laku berupa bertambahnya pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam diri siswa. Untuk itu, isi pembelajaran bersifat objektif, terstruktur, permanen, dan berstandar tunggal. Adapun bagi humanistik, tujuan pembelajaran adalah agar potensi atau bakat dan minat siswa yang unik berkembang maksimal. Untuk itu, isi pembelajaran bersifat subyektif, tidak terstruktur, temporer, dan multistandar.

Dalam hal strategi pembelajaran, bagi behavioristik, metode ceramah dan "drill" merupakan metode utama. Dalam penataan iklim pembelajaran, digunakan teknik motivasi, penguatan positif, pengalihan, dan hukuman. Adapun bagi humanistik, metode yang tepat adalah metode yang mendorong penemuan oleh siswa, seperti tanya-jawab, diskusi, dan eksperimen. Dalam penataan iklim pembelajaran, digunakan teknik pemenuhan kebutuhan dasar, mulai dari kebutuhan fisik, rasa aman, kasih sayang, sampai harga diri.

Dalam hal evaluasi pembelajaran, bagi behavioristik acuan yang tepat adalah kriteria, dengan penekanan pada hasil belajar. Adapun bagi humanistik, acuan yang tepat adalah nilai rata-rata kelompok, dengan penekanan pada proses pembelajaran.

Mazhab behavioristik dan humanistik adalah dua mazhab dengan keunikannya masing-masing. Diperlukan penataan yang tepat agar penggunaan dua mazhab ini efektif bagi pencapaian tujuan pendidikan. Pada dasarnya, pertama, untuk pendidikan umum dan kawasan kognitif lebih tepat digunakan mazhab humanistik, sementara untuk pendidikan kejuruan dan kawasan psikomotorik dan afektif lebih tepat digunakan mazhab behavioristik.

Kedua, terkait dengan pertama, untuk menghantar siswa sampai pada penguasaan keterampilan teknis tertentu, lebih tepat digunakan mazhab behavioristik, sementara untuk mengembangkan kemampuan berinisatif dan berkreativitas dalam diri siswa, lebih tepat digunakan mazhab humanistik. Ketiga, dalam menata iklim pembelajaran, teknik-teknik dalam kedua mazhab ini digunakan secara sinergis, sesuai keunikan dan kebutuhan siswa.

Di antara dua mazhab psikologi ini, mazhab behavioristik yang kelahirannya diawali penelitian Pavlov (1849-1936) terhadap hewan, lahir terlebih dahulu dan mewarnai praktek pendidikan nasional sejak masa penjajahan sampai saat ini. Dan kita sama-sama tahu, sampai saat ini mutu lulusan pendidikan kita masih tertinggal dibandingkan lulusan negara lain. Pelaksanaan ujian nasional berstandar tunggal, sambil dikawal polisi, adalah contoh paling aktual dan menyedihkan dari puncak gunung es masalah penerapan mazhab behavioristik yang berlebihan dan salah alamat. Dapat dipastikan, mayoritas proses pembelajaran di sekolah-sekolah selama ini amat behavioristik, yang ditandai oleh penyeragaman tujuan, strategi, dan standar evaluasi, dalam kawalan ketat guru, kepala sekolah, dan pihak-pihak terkait. Keterlibatan penulis dalam program sertifikasi guru pun menunjukkan, para guru diperlakukan amat behavioristik.

Sungguh sayang, anggaran pendidikan nasional yang masih terbatas digunakan secara tidak efektif dan efisien karena ketidaktepatan penerapan mazhab psikologi. Ketidaktepatan yang berakibat peran pendidikan sebagai pengembang inisatif dan kreativitas anak negeri ini tetap berjalan di tempat. Apakah karena para petinggi pendidikan nasional tidak cukup paham bagaimana aplikasi mazhab psikologi pada pendidikan? Entah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar