Hari-Hari Terakhir Presiden Soeharto
Ditulis Oleh: Emha Ainun Nadjib
Ditranskrip dari pengajian Cak Nun di Padhang mBulan, Desa Menturo Sumobito Jombang, 11 Mei 1998, yang berlangsung sangat spiritual dan dipuncaki dengan pembacaan hizib Nashr oleh Ibu Chalimah, khususnya untuk memohon agar Allah memojokkan Pak Harto agar memilih husnul khatîmah atau su-ulkhatîmah.
Bangsa Indonesia sudah tidak punya waktu lagi sekarang. Bapak presiden RI hanya mendapatkan kesempatan satu kali lagi untuk mendapatkan indzar dari Allah dan peringatan dari rakyatnya. Hanya satu kali lagi peringatan itu ada, kalau peringatan ini masih tetap membikin beliau summun bukmun ‘umyun fahum lâ-yar ji‘ûn, maka kita semua harus siap di hari-hari yang akan datang lebih parah dari hari-hari sebelumnya.Akan tetapi para jamaah tolong hatinya ditentramkan, diendapkan, disublimkan dulu jangan ada gejolak nafsu.
Pikirannya jangan semrawut ke mana-mana. Kita ini sama-sama kaum mustadz‘afîn. Di antara kaum mustadz‘afîn itu selalu terjadi salah paham dan menyalahkan satu sama lain.Oleh karena itu, di malam ini kita jangan menyalahkan satu sama lain di antara kita yang disebabkan kedzaliman-kedzaliman yang sangat lama dari pemerintahan RI. Hatinya jangan ngrasani siapa-siapa. Seluruh tumpukan dan akumulasi permasalahan bangsa Indonesia selama bertahun-tahun, tumpukan dari kemiskinan, kemelaratan dan kesukaran hidup sehari-hari, kegelisahan, kebingungan dan keputusasaan sehari-hari memuncak pada malam hari ini. Sehingga pada malam hari ini, pada tanggal 11 Mei 1998, kita harus memulai hari-hari baru sebagai bangsa Indonesia dan sebagai umat Islam dengan memusatkan hati kita kepada Allah SWT.
Kiai-kiai yang masih murni, maksum, yang masih dilindungi oleh Allah—terutama di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah bagian utara, Jawa Barat bagian selatan mendapatkan isyarat, isyarah, yang semuanya gelap, menyedihkan, yang semuanya mengandung darah. Marilah kita pada malam hari ini benar-benar beristighasah pada Allah supaya kita di dalam lindungan Allah. Supaya kita bisa melacak satu-persatu apa yang kita hadapi. wal-tandhur nafsun mâ-qaddamat lighad. Kita hitung setiap kemungkinan ke depan, yang menyangkut Pak Harto, ABRI, Pemerintah, gerakan mahasiswa—dengan tetap berlindung pada Allah dan menggunakan bil-hikmah mauidhatil hasanah dan tetap menggunakan khairul umuri ausathuhâ. Kita akan mencari jalan yang paling sedikit ongkosnya, yang paling sedikit korbannya dan kita akan rundingkan secara pelan-pelan tanpa menyalahkan siapa-siapa.
Kita tetap bersyukur atas semua yang bergerak selama ini dalam amar ma’ruf nahi mungkar. Dan tolong di antara orang-orang yang menderita jangan sikut-sikutan satu sama lain—khususnya hari-hari sekarang ini. Sekarang Pak Harto sedang keluar negeri, sekarang pemimpin yang tidak kita ingin-inginkan itu sedang di Timur Tengah. Padahal rumah sudah terbakar, dan kompor sudah meledak, dan sumur-sumur sudah berisi gathul-gathul.
Kita bagai ayam kehilangan induknya. Dan kepemimpinan kita hanya bisa diserahkan kepada Rasulullah saw. Dan pada saat ini tidak boleh ada keraguan, tidak boleh lagi ada ketidakjelasan karena Bangsa Indonesia selama ini tidak jelas wajahnya. Tidak modern, tidak demokrasi, tidak Jawa, tidak Islam—semuanya setengah-setengah. Sekarang kita harus memilih satu ketegasan, bahwa tidak ada yang bisa menyelamatkan kita dari keadaan-keadaan dunia yang menyiksa kita kecuali satu: berpegang betul-betul, sungguh-sungguh, di tali Allah swt—melalui cara yang kita kenal dan kebenaran-kebenaran—yaitu Islam.Satu-satunya jalan kita bersungguh-sungguh meng-Islamkan diri kita dan lingkungan kita semua. Ini semuanya ada hitungannya, ada tahap-tahapnya. Kita harus sabar, kita harus jernih, sekali lagi tolong jamaah Padhang-mBulan membedakan diri melalui cara berpikir kita yang adil. Kepada siapapun kita tidak gampang ngelokno. Padhang-mBulan ini tidak dianggap oleh peta dalam nasional, kita sudah ngomong apa saja sebelum mahasiswa melakukan demo, kita sudah sangat lama melakukan teriakan-teriakan mengecam Soeharto.
Dan bulan-bulan terakhir saya mengeluarkan berbagai macam amar ma’ruf nahi munkar, tapi hanya lima persen yang dimuat di media massa—selebihnya tidak mau memuat. Mungkin tidak berani atau mungkin tidak percaya kepada kita. Kita sekarang ini gharib. Kita dimarjinalkan tidak hanya oleh pemerintah dan oleh ABRI—tapi kita dimarjinalkan oleh teman kita sendiri, sesama pejuang di kalangan menengah. Kalian mau bersama-sama dengan saya, bangga atau tidak jadi wong cilik dengan saya? Kalian bangga atau tidak? Kalian cilik hati atau tidak, kalian tidak dianggep oleh TV, koran? Dengan siapapun kita semua tak dianggep, tapi bersama Gusti Allah kita dianggep.
Saya menganjurkan perbanyak membaca Ayat Kursi. “Sampeyan temani, hamba-hamba kekasih, kekasih Sampeyan yang menderita di Indonesia, yang bingung, yang saling sikut-sikutan satu sama lain. Tidak ada waktu lagi ya Allah, para Kiai sudah beristikharah untuk mendapatkan pada malam hari ini, tanggal 11 Mei 1998. Ustad Lutfi mendapatkan, dan Anda baca surat ar-Ra’ad ayat 11, surat al-Balad, al-Mâûn, al-Ambiyâ’ ayat 11, an-Nisâ' ayat 11. Dan saya berada pada pertemuan-pertemuan bapak-bapak kiai-kiai, yang murni, yang tidak pernah ada di koran-koran, yang tidak pernah ada di majlis-majlis ulama yang pekerjaannya mbebek pada pemerintah.
Saya bertemu mereka di Bandung dan juga pada rancangan-rancangan pertemuan dengan Kiai Musthofa Bisri yang dulu mengaji di sini, beliau juga ditemui kiai-kiai dari dusun-dusun yang semuanya mendapatkan isyarah-isyarah yang tidak bagus mengenai hari di depan kita ini. Mari kita beristighasah pada malam hari ini. Pengajian Padhang-mBulan agak kita spiritualkan, lebih kita komplementasikan dengan shalat-shalat dan dzikir-dzikir.
Pada malam hari ini kita mendapatkan maqam-maqam yang khusus di haribaan Allah. Di muka bumi ini kita akan mendapatkan jalan yang khusus, mendapatkan rezeki yang khusus, dan akan diselamatkan. Kalau kalian tidak dianggap oleh negeri Indonesia, maka negeri kalian adalah Padhang mBulan. Kalau engkau tidak bisa menerapkan Islam di Indonesia, maka paling tidak aqimû daulatal islâma fî qulûbikum. Mulai sekarang dirikan negara Islam di dalam kalbumu masing-masing sampai pada suatu hari Allah mengijinkan kita bersama-sama untuk mendirikan daulah Islamiyah. Daulah Islamiyah adalah rahmatan lil ‘âlamîn. Jangan percaya pada omongan Amerika, Yahudi.Shalawatan itu memeluk kita untuk jernihkan fikiran, tenangkan hati, ikhlaskan badan oleh panas yang membikin kita berkeringat.
Saya mohon kepada ibu saya untuk tampil ke depan nanti untuk bersama-sama kita—Anda amini—membaca hizib Nasr nanti di akhir acara. Kita jangan gampang takjub oleh kata-kata Bapak-bapak dari pemimpin kita. Pak Harto bilang: “Sumpah saya akan mempertanggungjawabkan dan tidak hanya kepada rakyat dan MPR, tapi kepemimpinan saya ini mempertanggungjawabkan kepada Allah SWT.” Takjub awake dewe perkoro iku mene tah gak, kan awake dewe wis lali. Kemarin dia juga bilang: "Jangankah harta, demi bangsa dan negara, nyawa pun akan saya pertaruhkan". Sekali lagi jangan mudah kagum. Kita akan turut mengirimkan kehendak rakyat langsung kepada Pak Harto melalui gelombang Padhang Bulan, melalui shalawat dan hizib kita.
Para jamaah sekalian harus berusaha tahu masalah-masalah secara jernih, jangan gampang percaya sana-sini, jangan mudah terlena oleh informasi yang tak jelas jluntrungannya. Apakah masih ingat pidatonya Presiden sebelum berangkat, "Yang paling tahu kemlaratan rakyat adalah saya, wong saya dulu pernah mlarat."Bahwa mlarat-nya rakyat sekarang berbeda sekali dengan mlarat-nya Pak Harto. Bahwa Pak Harto belum tahu persis keadaan rakyat, dan juga bapak Pangap juga belum tersentuh oleh kemiskinan kita. Beliau orang yang baik, artinya, belum pernah tersentuh oleh kesusahan.
Lihatlah yang ada sekarang adalah rakyat kaliren. Kalau ada kerusuhan, ingatan utama haruslah kepada rakyat yang kelaparan. Bukannya saya membenarkan kerusuhan, kerusakan, tapi saya paham yen ancene tidak bisa makan bagaimana caranya. Katanya dulu kita mau tinggal landas tapi sekarang ‘tinggal ndasmu thok’. Setelah itu diam saja. Setelah ‘ya’ tidak ada jawabannya. Golkar agawe wong cilik ngguyu. Saya tidak menyalahkan Golkar, hanya menasehati, ojok gampang-gampang yen ngomong.
Jangan bikin orang kagum. Saya bisa urun rembuk, gugur gunung bersama para jamaah. Maka saya pesan kepada sampeyan ojok keliru olehe milih pimpinan. Jangan sembarang orang diangkat-angkat atau dishalawatbadari. Jadi sekarang tentukan pemimpin kamu, simpan di dalam hatimu. Ojok berpedoman jarene iki-jarene iki, menurut ini menurut itu. Ojok tembung jare, ojok Qîla wa-Qâla. Pikiren dewe. Selama ini kita gagal memilih pemimpin dan jangan diulangi kegagalan itu. Mari kita pilih pemimpin yang benar. Jangan gampang menentukan siapa pemimpinmu...
(Diambil Dari Buku: Saat-Saat Terakhir Bersama Soeharto: 2,5 Jam di Istana (Kesaksian Seorang Rakyat Kecil) Cet. VII April 2000)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar