Pages

Minggu, 23 Agustus 2009

"Demokrasi La Roiba Fih" Karya Emha Ainun Nadjib

Jum'at, 7 Agustus 2009 s/d Ahad, 23 Agustus 2009

"Demokrasi La Roiba Fih" Karya Emha Ainun Nadjib

Oleh: Mohamad Istihori

1. Alaa wong nek nising nggowo pecut ae kathik nyaleg barang!
(Orang dia ini kalau buang air besar selalu membawa cambuk saja kok berani-beraninya jadi caleg.) (hal. 3)

2. Kecakapan dan kedewasaan tidak selalu berbanding lurus dengan usia...Dan, bukankah justru banyak anak muda yang secara mental dan ilmu pergerakan cepat melampaui usianya? (hal. 13)

3. Kekasih sejati memiliki keluasan jiwa, kelonggaran mental dan kecerdasan pikiran untuk selalu melihat sisi baik dari kepribadian dan perilaku kekasihnya. Prasangka baik dan kesiagaan bersyukur selalu menjadi kuda-kuda utama penyikapannya terhadap pihak yang dikasihinya. Kekasih sejati tidak memelihara kesenangan untuk menemukan kesalahan kekasihnya apalagi memperkatannya. Kegagalan kekasihnya selalu dimafhuminya, kesalahan kekasihnya selalu pada akhirnya ia maafkan. (hal. 19-20)

4. Begitu banyak yang mencalonkan diri jadi presiden, dan situasi itu ditelan oleh rakyat dengan keluasan cinta. Rakyat melakukan dua hal yang sangat mulia. Pertama, menyimpan rahasia pengetahuan bahwa di dalam nurani dan estetika peradaban mereka: pemimpin yang tidak menonjolkan diri dan tidak merasa dirinya adalah pemimpin, sesungguhnya lebih memberi rasa aman dan lebih menumbuhkan kepercayaan dibanding pemimpin lain yang merasa dirinya layak jadi pemimpin sehingga mencalonkan diri jadi pemimpin.

Kemuliaan kedua yang dilakukan rakyat adalah jika pemilu tiba, mereka tetap memilih salah seorang pemimpin, karena berani menanggung resiko akan tidak aman hidupnya. Keberanian menanggung risiko itu mencerminkan kekuatan hidup dan ketangguhan mentalnya, yang sudah terbukti berpuluh-puluh tahun di rumah negaranya. (hal. 21)

5. Demokrasi bagi bangsa Indonesia itu bak gelombang di pangkuan samudera, bak panas di ujung lidah api, bak kokok di tenggorokan ayam, atau auman di mulut harimau. (hal. 44)

6. Presiden dan wakil-wakil rakyat adalah tokoh-tokoh yang muncul ke singgasana berdasarkan ujian sejarah masyarakatnya sendiri. (hal. 46)

7. Kesucian tidak memerlukan pengakuan dari kekotoran bahwa ia suci. (hal. 49)

8. Guru sejati adalah yang membuka peluang seluas-luasnya agar murid bergerak melangkah sendiri mengembarai cakrawala-cakrawala kemungkinan ilmu. Tindakan terburuk seorang guru adalah kalau ia memberitahu sesuatu atau menyodorkan informasi-informasi, yang sebenarnya merupakan hak asasi murid untuk menelusuri dan memperolehnya secara mandiri. (hal. 59)

9. Di negeriku, aku harus sudah orang dulu baru didengarkan. Sedangkan di Canada setiap orang didengarkan, supaya ketahuan dia orang atau bukan. (hal. 93)

10. Ketentaraan adalah jiwa yang menyatu dengan manusianya, adalah ruh yang tidak bisa dicopot kecuali oleh pengkhianatan dan ketidaksetiaan, adalah kepribadian yang mendarah daging sampai maut tiba. (hal. 98)

11. Jiwa ketentaraan adalah cinta dan kebanggaan yang menangis jika manusianya mengkhianatinya, dan manusia yang mengkhianati jiwa ketentaraan itu tidak memiliki kemungkinan lain kecuali terjerembab ke jurang kehancuran. (hal. 98)

12. Keperwiraan berpangkal pada kejujuran dan berujung pada keadilan. (hal. 100)

13. Jangankan demokrasi yang pangkal hingga ujungnya berupa kemerdekaan dan kelapangan, sedangkan shalat lima waktu yang absolut masih bisa kita selenggarakan tidak dalam kebenaran shalat. (hal. 175)

14. ...Para pemimpin sejarah belajar secara mendalam kepada sastra namun belajar meluas kepada musik. (hal. 179)

15. Dunia sekarang ini dikuasai oleh keturunan dari dua putra Ibrahim, yaitu Ismail dan Ishak. Uangnya di tangan Arab, pengelolaannya digenggam Yahudi, kreativitas dan aplikasinya dipegang oleh bangsa campuran dua jenis makhluk yang lahir di Eropa. Lantas anak bungsu kita membusungkan dada sebagai pembebek mereka yang sedang menguasai dunia itu. (hal. 185)

16. Aku tidak pernah merasa berhak mengeluh atas apa pun di tengah kayanya kehidupan yang jauh lebih banyak memuat hal-hal yang sebenarnya lebih layak untuk disyukuri. Mungkin sesekali sedikit mengeluh kepada Tuhan. Tapi tidak kepada sanak famili, teman-teman, atau para tetangga. (hal. 187)

17.
Kami sebangsa butuh manusia, yang memungkinkan munculnya negarawan.
Bukan kehewanan politik.

Kami sebangsa perlu jiwa penghamba kesejatian, sehingga memungkinkan lahirnya pemimpin.
Bukan penguasa dan pejuang ambisi.

Kami sebangsa menunggu hadirnya kepribadian pusat jaring, yang mampu menghembuskan dan menyerap kesatuan berpikir di antara semua warga negara, sehingga seluruh perilaku apa pun saja dalam lingkup kebangsaan dan kenegaraan kami terkendali secara dewasa dan ikhlas oleh rasa aman terhadap pusat jaring yang merupakan induk kesatuan berpikir itu. (hal. 207)

18. "Di antara pendapatanku ini terdapat milik keluargaku, milik orang lain, dan milik Tuhan." (hal. 214)

19. "Kalau semua bapak beli, bagaimana nanti orang lain yang memerlukannya?" (hal. 215)

20. "Kekurangannya itu tabungan amal jariyah saya." (hal. 215)

21. "Kalau mau curi barang aku ya curi saja, bukan urusan saya, itu urusan ente sama Tuhan." (hal. 216)

22. Aku ini tergolong orang yang tahu sedikit tentang sedikit hal. Sementara anda orang yang tahu banyak tentang sedikit hal. Anda yang lain tahu sedikit tentang banyak hal. Dan Si anda yang spesial: tahu banyak tentang banyak hal. (hal. 225)

23. Keruwetan yang sedang anda hadapi adalah keadaan di mana seseorang menuliskan sesuatu yang ia tidak benar-benar memahaminya. (hal.231)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar