Selasa, 25 Agustus 2009
Hati-hati, Jangan Kotori Hati Lagi
Oleh: Mohamad Istihori
Pukul 11.00 WIB waktunya pulang. Sebagaimana biasa aku nyetel radio dari hpku untuk menemani setiap perjalanan pulangku dari Madani menuju rumah.
Dari pada terpengaruh oleh panasnya cuaca hari ini, macetnya perjalanan, dan tentu saja perut yang keroncongan maka nyetel radio sambil mengendarai motor menjadi pilihanku. Meski ada juga teman Madani yang menasehati, "Lu berani banget sih dengerin radio sambil bawa motor?"
Ku jawab, "Iya mesti dengerin radio sambil bawa motor tapi yang terpenting adalah kita tetap fokus, tetap konsentrasi, dan tidak bengong."
Di tengah perjalanan ku dengar seorang penyiar dari Radio RAS FM Jakarta membawakan sebuah hikmah Arab yang mengatakan bahwa, "Sesuatu yang disentuh terus-menerus akan berkurang rasanya." demikian kurang lebih.
Sang penyiar mencontohkan, "Pada awal manusia menginjakkan kakinya di bulan maka peristiwa itu menjadi hal yang sangat menggemparkan. Setiap sumber berita ketika itu memberitakan. Tapi ketika pendaratan kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya maka pemberitaan pun semakin berkurang intensitasnya dan semakin berkurang pula gregetnya."
Demikian halnya dengan perbuatan dosa atau maksiat. Ketika pertama kali kita melakukan dosa maka hati begitu kaget, menolak, dan merasa begitu bersalahnya.
Namun begitu maksiat kita lakukan kedua kalinya, ketiga, keempat kalinya, sampai seterusnya maka perasaan bersalah itu semakin hilang dan hati kita pun semakin keras, semakin kehilangan sensitivitasnya untuk merasakan dosa, untuk pada akhirnya kita merasa bahwa perbuatan dosa yang kita lakukan berulang kali itu biasa saja dan tak ada lagi perasaan bersalah dan perasaan berdosa.
Maka demi menjaga nama baik kita pun melakukan berpuluh kebohongan, beratus pendustaan, bahkan sampai beribu dan berjuta kemunafikan demi menutupi dosa dan maksiat kita.
Rosulullah Muhammad SAW memberikan gambaran bahwa hati itu seperti kain putih kemudian dosa memberikan titik hitam di atasnya. Semakin banyak dosa dan maksiat dilakukan maka semakin banyak pulalah titik hitam itu di atas kain putih tersebut. Dan, pada akhirnya kain putih itu pun menjadi kain yang hitam dan tak tampak lagi kesuciaannya.
Dengan puasa yang kita jalankan selama bulan Ramadhan ini marilah kita kembali sucikan hati yang selama ini dengan getol kita kotori. Tidak ada kata terlambat untuk bebersih. Selama nafas masih berhembus dan selama nyawa masih ada maka pintu tobat masih terbuka untuk kita para pendosa.
Kalau bulan Ramadhan ini tidak mampu mensucikan hati kita, tidak memiliki pengaruh terhadap sensivitas hati untuk mendeteksi dosa maka yang kita dapat dari puasa hanyalah haus dan lapar. Naudzu billahi min dzalik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar