Ahad, 23 Agustus 2009
Pencitraan Maya dan Budaya Elu-elu Gua-gua
Oleh: Mohamad Istihori
Kita ber-face book-kan setiap hari, ngisi dan memperbarui status setiap saat tentang banyak hal, tentang perasaan kita tanpa kita memahami dengan obyektif apa yang sebenarnya sedang kita rasakan. Semua itu hanya untuk pencitraan diri.
Kita membuat catatan harian di note tentang demokrasi padahal kita sendiri belum tentu paham hakikat demokrasi. Tentang keluasan jiwa dan tentang kelapangan hati padahal jiwa dan hati kita masih dikerdilkan oleh prasangka dan curiga.
Kita berbalasan komentar tentang ramadhan tanpa kita renungi dan selami hikmahnya. Semua serba semu. Semuanya mengawang-awang di "langit pencitraan yang sangat maya dan semu" tanpa ada akar pemahaman di "bumi akal dan hati" kita.
Kalau siang kita puasa dari makan, minum, dan hubungan badan. Kalau malam kita puasa bicara.
"Loh kok puasa bicara waktu malam? Apa maksudnya?"
"Iya bagaimana nggak puasa bicara kalau semua orang sibuk face book-an."
Tidak ada lagi budaya tegur sapa karena setiap orang tersibuki untuk on line, on line, on line, on line. Budaya ngobrol langsung, ditemani hangatnya kopi dan kepulan asap rokok sudah mulai ditinggalkan digantikan oleh paket obral-obrol atau oleh sms gratisan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar