Cibubur, Rabu, 30.09.2009
Sepi, Sunyi, Sendiri
Oleh: Mohamad Istihori
Kita boleh saja merasa sepi tapi jangan sampai merasa sunyi. Ada perbedaan mendasar antara sepi dengan sunyi.
Kalau sepi adalah kesendirian namun kita yakin dalam jangka waktu yang tidak lama akan ramai lagi dan akan banyak orang kembali.
Sedangkan sunyi adalah kesendirian abadi. Di mana kita berjalan tanpa ada satu orang pun yang bersedia menemani.
Orang yang merasa kesepian akan hilang rasa sepinya begitu datang keramaian atau dia mendatangi kerumunan orang.
Untuk memperoleh sepi kita butuh usaha untuk benar-benar jauh dari keramaian. Kita bisa pergi ke goa, gunung, hutan belantara, atau mengunci dan mengurung diri dalam kamar.
Karena kesepian sangat ditentukan oleh faktor yang berada di luar diri kita.
Sedangkan orang yang kesunyian tetap akan merasa sendiri meski ia berada dalam di tengah-tengah keramaian.
Untuk memperoleh rasa sunyi kita tidak harus bercapek-capek pergi ngumpet ke dalam goa, gunung, atau mengunci dan mengurung diri dalam kamar.
Sehingga untuk mendapatkan kesunyian kita menjadi tidak bergantung pada keadaan di luar diri kita.
Karena faktor utama kesunyian adalah segala faktor dan unsur yang ada di dalam diri kita. Rasa sunyi juga sangat dipengaruhi dari kecanggihan kita untuk mengolah keadaan, merespon, menghikmahi, dan mengambil pelajaran darinya.
Rosulullah saw pernah bersabda: Bada al islaamu ghoriiban saya'uudu ghoriiban kamaa bada-a.
"Awal kedatangan Islam itu aneh/asing dan akan datang suatu zaman di mana Islam kembali dianggap aneh/asing sebagaimana awal kedatangannya."
Kalau ada seseorang ingin benar-benar menerapkan nilai-nilai Islam, nggak usah jauh-jauh sampai tingkat negara, ini kita bicarakan dulu pada tingkat individu.
Maka kita harus siap menjadi orang asing yang dianggap aneh dan bersiaplah merasa sunyi karena tak akan ada satu orang pun yang akan benar-benar siap menemani perjalanan dan petualangan hidup kita.
Islam tidak akan pernah sepi. Bahkan saat ini berbondong-bondong orang memeluknya, berduyun-duyun orang mempelajari Islam, beribu-ribu lembaga pendidikan Islam dari tingkat PAUD sampai perguruan tinggi didirikan.
Tapi bagi siapa saja yang mau istiqomah dan konsisten menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-harinya maka bersiaplah untuk menjadi orang asing yang aneh yang berjalan dalam kesunyian.
Karena nilai Islam akan selalu bertentangan dengan nilai kebiasaan hidup yang selama ini kita jalani sehari-hari.
Contoh kecil misalnya, dalam Islam diwajibkan sholat tapi apa semua orang yang mengaku Islam merasa terpanggil untuk sholat? Maka bagi yang rajin sholat bersiaplah merasa sunyi hidupnya.
Dalam Islam kita harus hidup jujur. Tapi nilai dan budaya hidup sehari-hari kita mengajarkan dengan sangat canggih bahwa kalau hidup itu nggak usah terlalu jujur.
Iya bohong-bohong dikit nggak apa-apalah. Maka bagi orang yang jujur bersiaplah merasakan kesunyian yang mendalam saat menjalani kehidupan di dunia ini.
Maka jangan heran kalau kemudian lahir prinsip, "Yang haram aja susah nyarinya. Apa lagi yang halal."
"Akhirnya ku tempuh.
Jalan yang sunyi.
Mendendangkan lagu bisu.
Sendiri di lubuk hati.
Puisi yang ku sembunyikan.
Dari kata-kata.
Cinta yang tak kan ku temukan
Bentuknya.."
(Emha Ainun Nadjib)
Atau kalau kata Soe Hok Gie, "Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar