Tafsir Jalalain hal:77
Cibubur,Jum'at,301009
Agama Kemesraan (Bag.I)
Oleh:Mohamad Istihori
Setelah kita hanya menyembah kepada Allah (tidak menduakan cinta-Nya kepada siapa pun dan apapun yang selain Dia), kemudian berbakti kepada kedua orang tua, maka kepada siapa lagi kah kita berbuat baik?
KH. Yana Jihadul Hidayah menjelaskan melalui Tafsir Jalalain halaman 77, bahwasanya berbuat baik selanjutnya dilakukan:
Pertama, kepada Dzil Qurba (kerabat atau saudara). Dengan cara saling mengunjungi dan menjalin silaturahmi. Apalagi zaman sekarang, dengan adanya kecanggihan teknologi, kita bisa menjalin silaturahmi dengan dzil qurba kita tanpa dibatasi ruang dan waktu.
Kita bisa saling bertegur sapa melalui media telepon, SMS, Facebook, e-mail, blog, dan segala macam jaring atau situs sosial lainnya yang bisa kita manfaatkan untuk menjalin silaturahmi dengan saudara/kerabat.
Dengan prinsip, yang tua harus sayang kepada yang muda dan yang muda harus hormat kepada yang tua, kita bisa saling memulai persaudaraan tanpa harus merasa paling tua atau paling muda.
Kemudian Pengasuh Pondok Pesantren al Hidayah Cibubur Jakarta Timur itu membacakan sebuah hadits, "Silaturahmi itu digantung di Arsy. Barang siapa menghubungkan aku (silaturahmi) maka aku akan menghubungkan orang itu dengan rahmat Allah. Dan, barang siapa yang memutuskan aku (silaturahmi) maka aku akan memutuskannya dari rahmat Allah. (al Hadits).
Kedua, berbuat baik kepada al yataama (anak-anak yatim). Siapakah anak yatim itu. Anak yatim adalah man maata abuuhu wa lam yablugh (anak yang ditinggal mati oleh bapaknya dan dia belum baligh).
"Mengapa anak yatim tidak termasuk dalam golongan yang menerima zakat?"
Hal ini dikarenakan ngurus anak yatim mah bukan nungguin zakat yang cuma setahun sekali. Ngurus anak yatim itu setiap saat. Kalau anak yatim diurus cuma nungguin zakat yang setahun sekali, keburu modar itu anak-anak yatim.
Maka sebaik-baiknya rumah atau kampung adalah rumah/kampung yang ada anak yatim kemudian anak yatim itu diurus dan dimuliakan. Dan, sebaliknya, sejelek-jeleknya rumah atau kampung adalah rumah atau kampung yang di dalamnya ada anak yatim tapi anak yatimnya diterlantarkan, dieksploitasi, dizalimi, dan ditindas.
"Tapi mengapa anak-anak yatim zaman sekarang bandelnya bukan main?"
Iya wajar aja dong, kalau pahalanya gede maka godaannya juga gede. Al ujro bi qodril masyaqqot. "Ganjaran itu sangat tergantung dari kesusahan, kepayahan, atau jerih payahnya."
Ketiga, berbuat baik selanjutnya adalah kepada al Masaakiin (orang-orang miskin). Kita kan kayaknya paling males dan malu kalau bergaul sama orang miskin. Bawaannya kalau sama orang miskin itu pengennya menjauh aja. Nggak mau bergaul apalagi berbuat baik sama mereka.
Orang miskin itu kan pihak yang sangat membutuhkan bantuan. Lalu karena sangat membutuhkan mereka dengan sangat terpaksa akan meminta.
Tapi beda loh orang yang minta karena kebutuhan yang sangat mendesak dengan orang yang minta-minta. Kalau orang minta-minta itu mah udah jadi profesi. Kalau sama mereka justru kita sekali-kali harus memberikan pelajaran.
Islam sangat melarang umatnya untuk menghinakan dirinya sendiri di hadapan orang lain. Al yaadul 'ulya khoerum min yaadis suflaa. "Tangan di atas itu kan lebih baik daripada tangan di bawah."
Keempat, berbuat baik kepada al Jaari Dzil Qurbaa atau tetangga yang memiliki kedekatan.
Siapakah mereka? Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan bahwa al Jaaril Dzil Qurbaa adalah al Qoriibi minka fil jawaari awin nasbi. "Yang dimaksud dengan tetangga dekat adalah orang yang dekat darimu baik dari dekat sisi jarak maupun dekat dari segi nasab (silsilah atau keturunan)."
Pendapat lain mengatakan bahwa tetangga dekat itu bisa di lihat dari tiga sisi:
1. Dekat dari sisi jarak.
2. Dekat dari sisi nasab.
3. Dekat dari sisi akidah.
Di sinilah letak kemesraan umat Islam. Dia bisa bertetangga dan bekerja sama secara sosial dengan tetangganya yang dekat tanpa membedakan agama, ras, suku, bangsa, atau status sosial.
Man kaana yu-minu billahi wal yauumil aakhiri falyukrim jaarohu. (al Hadits).
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tetangganya."
"Lalu bagaimana kalau kita udah berbuat baik dan memuliakan tetangga eh dia malah menyakiti kita? Sampai kapan kita harus bersabar dengan segala perilakunya? Sabar itu kan ada batasnya?"
Ibnu Abbas berkata, Wasbir 'alaa adzaa-i jaarika hattal mautu yufaariquka. "Bersabarlah atas perilaku yang tidak mengenakkan dari tetanggamu sampai maut memisahkanmu."
Jadi sabar itu ibarat samudera. Justru jiwa kitalah yang sangat terbatas untuk menampungnya. Semakin kerdil jiwa kita maka semakin tidak kuat kita untuk bersabar.
Ibnu Abbas menjelaskan ada tiga budaya masyarakat Jahiliyah yang dihitung-hitung baik dan orang Muslim sebenarnya lebih berhak untuk mengamalkannya:
1. Kalau ada tamu mereka akan sangat bersungguh-sungguh menghormati dan memuliakannya. Budaya ini sangat sesuai dengan hadits Rosul, Man kaana yu'minu billahi wal yauumin aakhiri falyukrim dhoiifahu. "Barang siapa yang ngaku beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tamunya."
2. Kalau ada seorang dari istri mereka yang sudah sangat tua renta maka mereka tidak akan pernah menceraikannya dan dia akan mempertahankannya karena takut istrinya yang telah tua itu lemah dan terlantar.
3. Bila ada tetangganya yang memiliki hutang (baik berhutang kepada orang lain apalagi ngutang sama dia) atau bila ada tetangganya yang kena musibah, maka dia akan sangat bersungguh2..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar