CBS, Kamis, 031209
Memotong-motong Waktu
Oleh: Mohamad Istihori
Dengan tak saya sangka-sangka dan saya duga saya mendapat sms dari Ketua Bidang Internal Madani agar pagi ini segera "meluncur" (bukan melacur loh!) ke rumah salah satu santri Madani untuk Home Care (HC) menggantikan Ust. Syamsul.
Sesampai di kediamannya di daerah Pondok Gede Bekasi, saya melihatnya masih tidur. Begitu saya bangunkan, ngobrol sebentar, kemudian kami pun melaksanakan Dhuha dan Sholat Sunah Taubah bersama, sebagaimana yang biasa kami lakukan setiap pagi hari di Madani Mental Health Care (MMHC).
Selesai Dhuha saya sedikit memberikan masukan kepadanya tentang betapa pentingnya memanage waktu. Orang barat bilang, "Time is money" = waktu adalah uang. Sedangkan orang Arab berkata, "al waqtu kas sayf. Inlam taqto' haa qotho'aka" = waktu itu ibarat pedang. Kalau kau tidak mampu memotong-motongnya, membagi, menata, dan memanage waktu maka pedanglah yang akan menebasmu (mencelakakan hidupmu).
Setelah dalam waktu singkat saya menyampaikan pemikiran yang ketika itu juga muncul dalam pemikiran saya, kemudian saya meminta kepadanya agar memberikan kesempatan kepada saya untuk menanyainya.
Setelah ia mengiyakan saya pun bertanya, "Apakah manusia bisa melepaskan dirinya dari waktu?"
Dia terdiam sejenak kemudian berkata, "Bisa."
"Bisa? Bagaimanakah caranya kita melepaskan diri dari waktu?"
"Iya dengan cara tidak bertemu dengan orang lain. Menyendiri."
Wah ternyata baginya melepaskan diri dari waktu itu dengan cara menyendiri dan tidak bertemu dengan siapa pun. Pantesan aja dia sangat senang menyendiri dari pada harus berada di tengah-tengah orang banyak.
Saya pun kemudian mengajukan pertanyaan kepadanya, "Sekarang jam berapa?"
"Jam 11.00." ujarnya.
"Bisa nggak kita tetap berada pada jam 11.00. Bisa nggak manusia menahan waktu untuk tidak berjalan?"
"Nggak." jawabnya singkat.
"Nah itu menandakan bahwa manusia juga tidak bisa lepas dari waktu. Maka dari itu kita harus benar-benar memanage waktu dengan baik agar tidak menyesal di kemudian hari."
Kami pun kemudian ngobrol tentang banyak hal. Di antara obrol itu dia mengaku pernah memakan ganja dua hari berturut-turut dalam jumlah yang sangat banyak.
"Enak nggak make ganja?" saya "memprovokasinya."
"Hehehe.." responnya singkat, kemudian melanjutkan, "Enak, bisa menghalusinasikan, membayangkan, dan mengkhayalkan apa saja yang kita mau. Tapi enaknya cuma saat itu doang. Setelah itu kita ditagih."
Dia juga merasa bahwa obat dari Rehabilitasi Pondok Kelapa lebih cocok dengannya dari pada obat Madani. Maka saya jelaskan, di antara pusat rehabilitasi sebenarnya obat Madani-lah yang memiliki kualitas lebih baik.
Saya juga katakan bahwa sebenarnya yang membuatnya nggak nge-drop-nge-drop di Pondok Kelapa itu bukan karena obatnya tapi karena memang suasana di sana-lah yang membuatnya nyaman. Kan di sana mah nggak ada program.
Beda dengan Madani yang sangat banyak program sehingga dia tidak kerasan dan akhirnya dia menyalahkan obat untuk menutupi rasa malasnya.
Iya begitulah orang yang skizo. Makanya kita harus memiliki pengetahuan yang luas untuk bisa memasuki alam pemikirannya untuk kemudian membenahi perlahan-lahan.
Jangan juga kita memaksakan pemikiran kita karena hal itu sangat tidak baik. Kita harus memiliki kesabaran untuk meluruskan pemahamannya tentang kehidupan.
Kita, terutama para konselor, juga harus memotivasi mereka selalu. Jangan pernah bosan dan menyerah untuk selalu menjadi temannya. Kalau bukan kita yang mau peduli dan menemani, siapa lagi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar