Pages

Rabu, 03 Maret 2010

Semakin Ku Kenal, Semakin Ku Menyesal

Cibubur, Rabu, 030310
Semakin Ku Kenal, Semakin Ku Menyesal
Oleh: Mohamad Istihori
Saba: 27
- (Qul aruunii) Katakanlah wahai Muhammad, perlihatkanlah kepadaku oleh kamu sekalian wahai orang-orang yang kafir.
“A'lamuunii” (Tafsir Jalalain/TJ) Beritahukanlah kepadaku oleh kamu sekalian wahai orang-orang yang dengan terang-terangan menolak kebenaran.
Apa yang dipinta Nabi kepada orang-orang kafir agar diperlihatkan?

- (Alladziina alhaqtum bihi syurokaa-a) Nabi meminta agar orang-orang kafir tersebut memperlihatkan berhala-berhala yang mereka sembah, yang mereka hubung-hubungkan dengan Allah sebagai sekutu Allah.
“Fil 'ibaadati” (TJ) Dalam hal ibadah.

- (Kalla) Sekali-kali tidak akan mungkin. Sekali-kali tidak akan bisa.
"Roda 'a lahum 'an 'i-tiqoodi syariiki lahu” (TJ). Muhammad tidak akan mungkin mampu menghalangi atau mencegah mereka dari keyakinan untuk menyekutukan Allah. Hati mereka sudah tertutup untuk menerima kebenaran.
Sehingga percuma saja kalau memberi mereka peringatan dengan ancaman azab Allah yang sangat pedih itu. Alih-alih merasa takut, pada ayat selanjutnya, mereka justru menantang Rosul agar segera mendatangkan azab yang telah beliau janjikan, jika memang Rosul itu adalah orang yang benar.

- (Bal huwallaahul 'aziizu) Tetapi, Dialah Allah Yang Maha Perkasa.
"Al ghoolibu 'ala amrihi” (TJ) Yang selalu menang atas urusan-Nya. Makna al aziiz bisa juga berarti bahwa tidak ada satu makhluk pun yang mampu mengalahkan Allah.

- (Al hakiimu) Yang Maha Bijaksana. Bisa juga bermakna yang paling menguasai ilmu hikmah.
“Fii tadbiirihi li kholqihi falaa yakuunu lahu syariikun fii mulkihi” (TJ) Di dalam mengatur dan mengurus makhluk-Nya. Maka tidak ada sekutu bagi Allah di dalam kerajaan-Nya atau di wilayah kekuasaan-Nya.
...
Saba: 28
- (Wa maa arsalnaaka illaa kaaffatan) Dan tidaklah Aku mengutusmu Muhammad kecuali kepada seluruh (manusia).
“Haalun minan naas qudima lil ihtimaam” (TJ) Lafadz kaaffaatan menjadi hal bagi lafadz an naas. Pada asalnya adalah wa maa arsalnaaka illaa lin naasi kaaffaatan, namun menjadi wa maa arsalnaaka illa kaaffaatan lin naasi dengan tujuan untuk memperlihatkan kedudukannya yang sangat penting.

- (Lin naasi basyiiron) kepada (seluruh) manusia sebagai pembawa kabar gembira.
“Mubasysyiron lil mu-miniina bil jannah” (TJ) Memberi kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dengan janji bahwa mereka akan masuk surga.

- (Wa nadziiron) dan memberi peringatan.
“Mundzaron lil kaafiriina bil ‘azaab” (TJ) Memberikan peringatan kepada orang-orang kafir dengan siksaan.
- (Wa laakinna aktsaron naasi) Tetapi mayoritas manusia.
“Ay kuffaarol makkata” (TJ) Yaitu orang-orang kafir yang ada di Mekah saat itu.

- (Laa ya’lamuun) Mereka tidak mengetahui, atau sebenarnya mereka tahu hanya saja mereka tidak mau tahu dengan pengetahuannya tersebut. Memberitahu orang yang memang benar-benar tidak tahu akan terasa lebih mudah ketimbang kita memberitahu orang yang sudah tahu tapi dia tidak mau tahu akan apa-apa yang telah ia ketahui itu.
“Dzaalika” (TJ) Terhadap kabar gembira masuk surga dan azab.

...
Saba: 29
- (Wa yaquuluuna mataa haadzal wa’du) Mereka (orang-orang kafir) berkata: “Eh Muhammad emangnya kapan janji...?”
“Bil ‘azaabi” (TJ) Datangnya azab.

- (In kuntum shoodiqiin) “...kalau memang kamu itu adalah orang yang benar?"
Jadi mereka bukannya takut terhadap peringatan azab yang Nabi sampaikan kalau mereka kufur, eh mereka malah menantang Nabi agar segera mendatangkan azab tersebut kalau memang Nabi itu memang benar dengan janjinya tersebut.
Hal ini tentu saja bertolak belakang dengan pengetahuan mereka. Karena ketika masa mudanya Muhammad, sebelum diangkat menjadi Nabi dan Rosul sudah dikenal sebagai pemuda yang dipercaya. Bahkan Rosul mendapat julukan al amiin (orang yang dapat dipercaya).
Dan, julukan al amiin itu bukannya Rosul yang mengklaim bahwa dirinya patut dipercaya. Tapi itu adalah pengakuan publik atau masyarakat ketika itu. Padahal Muhammad muda mah nggak peduli apakah dia dianggap orang yang pantas dipercaya atau dia adalah pemuda yang suka berbohong.
Bahkan ketika sudah menjadi Rosul pun yang percaya bukan hanya orang-orang yang mencintai beliau. Musuhnya pun sebenarnya percaya pada beliau. Suatu contoh misalnya, ketika ada dari golongan mereka yang hendak pergi jauh, mereka kerap kali menitipkan barang dagangan mereka kepada Rosul.
Karena kalau mereka menitipkan barang dagangannya tersebut kepada kaumnya sendiri, mereka khawatir barang dagangannya tersebut akan berkurang atau hilang. Namun setelah mereka kembali dan mereka mengambil lagi barang dagangannya yang mereka titipkan itu dari Rosul mereka berkata, “Ya Muhammad terima kasih sudah menjaga barang dagangan saya. Sekarang saya mau mengambil barang dagangan saya dan kita bermusuhan lagi.”
Mana ada pemimpin saat ini yang seperti itu. Jangankan oleh musuh-musuhnya. Oleh golongannya sendiri saja beberapa pemimpin kita masih kurang dipercaya. Kalau Rosul itu, semakin orang kenal beliau, maka orang akan semakin respect dan semakin cinta beliau.
Beda banget iya dengan pemimpin di Indonesia? Kalau di Indonesia mah, semakin kita kenal pemimpin kita maka kita akan semakin nyesel udah mengamanatkan suara kita sama mereka. Maka sebagian ngegerundel dalam hatinya dengan berkata, “Oh tahunya dia orangnya begitu toh. Nyesel banget kenapa dulu gua milih dia sebagai pemimpin. Kalau dari dulu gua tahu dia orangnya seperti itu mana mungkin gua akan memilihnya sebagai pemimpin.”
Untungnya rakyat Indonesia adalah manusia yang besar jiwanya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar