Pages

Senin, 09 Mei 2011

Kerewelan Seorang Bocah

Selasa, 26 April 2011

Kerewelan Seorang Bocah

Oleh: Mohamad Istihori

Sore ini dalam perjalanan menuju rumah, Allah menghadirkan seorang bocah dengan ibunya kepada segenap penumpang angkot 56 jurusan UKI-Cibubur-Cileungsi.

Bagi orang awam macam kita mungkin kita akan menyebutnya anak yang rewel, bawel, banyak cing-cong, atau entah berbagai istilah lain yang mewakili kekesalan kita sebagai orang tua saat menghadapi anak yang banyak tanyanya.

Si anak bertanya tentang banyak hal. "Kok mobilnya lama banget sih Mah mangkalnya?" Tidak sampai di situ ia terus bertanya tentang hal yang bermacam-macam pada ibunya, misalnya, "Mah pak polisinya mana lagi kok nggak kelihatan-kelihatan sih?"

"Mah ini mobil siapa?"

"Loh Mamah kok bayar sih?"

Dan, banyak pertanyaan yang ia ajukan. Selain itu ia juga ingin melihat apa yang terjadi di luar mobil tanpa mengerti keadaan yang sangat sempit, berdesak-desakan, dan penuh sesak penumpang dalam angkot.

Orang tua yang nggak sabaran pasti akan marah jika anaknya bertingkah dan banyak menanyakan hal-hal yang "nggak penting" sama sekali itu. Mungkin sebagai orang tua kita berkata, "Banyak banget nanya sih?" Atau, "Bisa diam nggak sih? Nanya mulu dari tadi!"

Kita sebagai orang tua menganggap kerewelan anak merupakan suatu hal yang merepotkan, menyusahkan, bahkan menyengsarakan. Padahal pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan anak kita merupakan sebuah pertanda keingintahuannya.

Ketika kita enggan meladeni kerewelan anak kita maka itu sama saja membunuh rasa ingin tahunya. Kita katanya mau punya anak pandai, cerdas, dan memiliki pengetahuan yang luas. Tapi dalam menjalani prosesnya kita kurang memiliki kesabaran.

Anak yang rewel pada batasan tertentu merupakan tanda bahwa ia merupakan anak yang pandai karena memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Ketika kita malas meladeni kerewelan anak kita maka jangan marah kalau kemudian ia mencari sosok lain selain orang tuanya yang mampu memuaskan "kehausan" dan "kelaparan" rasa ingin tahunya itu.

Iya kita bersyukur kalau ia menemukan sosok yang tepat yang bisa menggantikan posisi orang tuanya sebagai tempat bertanya. Yang kita khawatirkan adalah ketika ia mendapatkan orang yang salah sebagai tempat bertanya.

Maka marilah semaksimal mungkin kita jawab segala apa yang anak kita tanyakan. Kalau tidak tahu maka katakan yang sejujurnya sambil kita belajar kembali, menggali, dan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar