Menjelang tengah malam, Cak Nun hadir di panggung Mocopat Syafaat dengan pakaian yang tidak seperti biasanya, kalau di bulan-bulan sebelumnya, Cak Nun selalu memakai sarung putih dan baju putih serta peci putih, tapi tadi malam beliau hadir mengenakan kemeja hitam dan celana jeans, yang juga beliau kenakan saat Kenduri Cinta jum’at yang lalu, dan beliau berencana tidak akan mencuci setelan tersebut selama sebulan kedepan.
Cak Nun membuka tausiyahnya tadi malam dengan bercerita tentang pengembaraan spiritualnya, bahwa dalam beberapa hari ini beliau berjalan menyusuri kesunyian, pada suatu malam, beliau mendatangi sebuah mushola yang didalamnya ada seorang yang sedang bersholawat atas nabi, kemudian Cak Nun masuk ke mushola itu, mendapati orang tersebut kemudian sholat, disetiap sujudnya ia menitikkan air mata hingga membasahi sajadahnya, hingga sujud yang terakhir dalam sholatnya, seluruh sajdahnya basah oleh air matanya, bahkan setelah tahyat akhir, ia kembali sujud, dan ia berniat tidak akan bangun dari sujudnya sebelum bertemu Nabi Muhammad SAW, dan pada saat itu Nabi Muhammad SAW hadir dihadapannya dan memeluk orang yang sujud tadi, sangat mesra. Seketika itu pula Cak Nun merasa iri, dan ingin merasakan hal yang sama, Cak Nun kemudian mengambil air wudhlu, kemudian sholat, namun apa yang terjadi?, disetiap sujud ketika Cak Nun menangis, bukan air mata yang keluar, melainkan darah, hingga sujud yang terakhir, sajadah yang beliau kenakan justru semakin bersimbah dengan darah, setelah tahyat akhir, Cak Nun kembali sujud, dan berniat, tidak akan bangun dari sujud, sebelum Nabi Muhammad SAW hadir dihadapannya, tiba-tiba ada tangan yang menjambak rambut Cak Nun sambil tertawa cekikikan, dan berkata “Kangen sama Nabi nihyee...”, tenyata itu adalah sosok iblis. Jama’ah yang sedari tadi sangat serius mendengarkan cerita Cak Nun akhirnya tertawa juga. Suasana menjadi segar setelah sebelumnya suasana sangat hening, semuanya khusyuk mendengar dan fokus pada apa yang diceritakan oleh Cak Nun. Dalam cerita itu juga, Cak Nun menyelipkan sebuah kisah yang diceritakan dengan iringan musik dan sholawat, seorang badui yang mengelilingi ka’bah sambil menucapkan “yaa kariim,, yaa kariim”, dan Rasulullah SAW mengikutinya di belakang orang badui itu sambil mengikuti apa yang diucapkan oleh orang badui tersebut, “yaa kariim,, yaa kariim”, cerita ini juga sudah beberapa kali disampaikan oleh Cak Nun di beberapa kesempatan, insya Allah, anda juga ingat cerita ini. Singkatnya, betapa Allah sangat unik dalam memesrai hubungannya dengan hambanya, bahkan Jibril juga terlibat dalam kejadian itu.
Kemudian Cak Nun melanjutkan ceritanya, di suatu jalan, beliau bersandar pada sebuah pohon, kemudian tertidur, dalam mimpinya beliau melihat sebuah Matahari yang besarnya 3000 kali 7 dari ukuran matahari yang kita lihat setiap hari, begitu besarnya, Cak Nun meyakini bahwa itu adalah Nur Muhammad, kemudian beliau memasuki Cahaya tersebut, didalamnya berkumpul para orang-orang alim, ketika Cak Nun masuk, ada seseorang yang berteriak “Keluar kau iblis!”, Cak Nun kaget dan meboleh ke belakang, mendapati bahwa bayangan dirinya adalah sosok iblis. Cak Nun kemudian mengatakan, bahwa hanya dengan Nur Muhammad, maka iblis dalam diri kita akan terlihat. Saya menangkap dari cerita spiritual Cak Nun ini, beginilah gambaran diri kita, kita ini masih sangat jauh dari kata layak mendapat syafaat Rasulullah SAW, namun kita harus selalu berusaha, bahwa kita harus mendapatkan syafaat dari Rasulullah SAW di hari akhir kelak. Dari apa yang dipaparkan oleh Cak Nun, saya juga menangkap, bahwa cerita tersebut juga memperjelas, bahwa beliau tidak ingin dikultuskan oleh para Jama’ah sebagai sosok yang sangat dipuja, diagung-agungkan, beliau tetap ingin menjadi manusia biasa seperti para jama’ah lainnya.
Mas Sabarang (noe) akhirnya naik ke panggung, dan dimoderatori oleh Mas Toto Raharjo, beberapa pertanyaan dari jama’ah mencoba menggali Mas Sabrang mengawali diskusi maiyah, pertanyaan pertama tentang spektrum warna, kedua tentang seorang muallaf yang menanyakan tentang niat dan dzikir (kisah seorang yang berdzikir menghadap pohon pisang).
“Aku ini muallaf tiap hari” Mas Toto Raharjo menimpali tentang penanya yang muallaf tadi. Kemudian satu persatu pertanyaan dijawab oleh Mas Sabrang, mulai dari penjelasan warna, muallaf tentang niat dan dzikir, penjelasan tentang warna, bahwa putih adalah gabungan dari seluruh warna, kita mengenal beberapa warna, Merah adalah simbol naluri yang paling dasar, simbol nafsu, ketika kita ingin menjadi sesuatu, mengejar sesuatu, saat itu kita mnejadi Merah. Orange adalah simbol pemahaman individualitas. Kuning adalah kesadaran dalam komunitas, keinginan untuk berkumpul dan menyadari bahwa ada orang lain selain diri kita. Hijau adalah simbol Cinta tanpa syarat. Biru adalah jenis cinta yang menerima, sanggup menerima cinta dari siapapun. Nila adalah simbol indigo, dimana kita ketika pada titik warna ini, kita dapat melihat sesuatu yang kasat mata. Ungu adalah simbol kebangkitan, (wungu). mengenai dzikir seseorang yang diceritakan oleh penanya, bahwa ia berdzikir seolah membaca sesuatu di pelepah pohon pisang, Mas Sabrang memberikan sebuah statement, “Kebenaran itu akan kita dapatkan dari dalam hati kita, kalau hati kita meyakini bahwa itu sebuah kebenaran, maka itulah kebenaran”. Kemudian Cak Nun melengkapi apa yang dipaparkan oleh Mas Sabrang dan Mas Toto, bahwa kita sudah seharusnya “muallaf” setiap hari seperti yang disampaikan oleh Mas Toto, setiap hari kita harus memperbaharui Iman kita, karena secara kualitatif, Iman kita mengalami siklus naik-turun, maka kita harus menjadi “muallaf” setiap hari. Mengenai niat beribadah, sudah sepantasnya niat ibadah karena Allah swt, menurut Cak Nun, tidak tau apa-apa, tidak apa-apa, asalkan setiap melakukan sesuatu dengan niat atas nama Allah swt. Temukanlah Cinta dalam hubunganmu dengan Allah swt, dalam ibadahmu.
Kemudian Cak Nun kembali bercerita, beberapa hari yang lalu beliau dicari-cari oleh seseorang yang mengaku dirinya adalah orang PKI, suatu pagi ia jatuh dan pingsan di stasiun Gambir, kemudian ia dibawa oleh orang-orang yang menemukannya, dibawa kerumahnya, sesampainya dirumah, ia tidak meminta untuk dibawa ke rumah sakit, namun beristirahat dirumah, pagi harinya ia sehat, segar bugar, ternyata dalam mimpinya, ia mengaku dipijat seluruh tubuhnya oleh Cak Nun, sehingga ia berusaha bagaimana caranya bertemu dengan Cak Nun. Cak Nun kemudian juga bercerita pengalamn spiritual lainnya di mandar, bahwa beliau diyakaini orang mandar sebagai pengganti Imam Lapeo, bisa menyembuhkan penyakit dan sebagainya sebagaimana apa yang dilakukan oleh Imam Lapeo.
Saya jadi teringat, di Kenduri Cinta Agustus 2011 yang lalu, Cak Nun bercerita, dalam kunjungannya ke Mandar, ketika beliau masuk menjelang Mandar, beliau dikabari ada seorang anak yang meninggal dunia, dan ternyata anak tersebut lahir pada saat dahulu juga Cak Nun mengunjungi Mandar. Cak Nun memaknai peristiwa-peristiwa ini sebagai “godaan” dari Allah kepada beliau. Betapa mesranya Allah menggoda beliau.
Cak Nun kembali membuka forum diskusi. Jama’ah yang tadi menanyakan tentang warna kembali menanyakan sesuatu kepada Mas Sabrang, bahwa belum tentu apa yang ia terima sesuai dengan apa yang dimaksud oleh orang lain. Kemudian ia sedikit menyinggung tentang pendidikan di Indonesia yang semakin tidak karuan. UN menjadi sebuah momok, katrol nilai raport dan sebagainya. Kemudian juga ada seorang jama’ah yang menyinggung Mas Sabarang, kenapa hanya memancing saja di twitter, 140 karakter sangat sulit dicerna oleh orang awam, apalagi Mas Sabrang sering memancing dengan pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan fisika, sains dan sebagainya.
Mas Sabrang kemudian mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi. Memang benar adanya bahwa kebenaran yang diterima oleh seseorang belum tentu sama dengan kebenaran yang diterima oleh orang lain, mas sabrang mencontohkan hal yang sepele, sebuah gelas itu penafsirannya bisa berbeda oleh setiap orang, apalagi tentang ilmu yang lebih luas lagi. Kemudian, Mas Toto mencoba menjelaskan tentang pendidikan Indonesia. Bahwa sistem yang ada sudah salah sejak dulu, sehingga sekarang problem pendidikan Indonesia sudah menjalar ke berbagai segi, ekonomi, politik dan sebagainya. Kenapa anak-anak kok diajarkan tentang pertanyan-pertanyaan yang berbentuk multiple choice? Pilihan ganda?, ini hal yang mendasar yang tidak membangun karakter anak Indonesia, menjawab sesuatu pertanyaan yang jawabannya sudah disediakan. Kenapa tidak sekalian saja saat ujian, para siswa membawa buku?.
Saya menangkap, bahwa apa yang dipaparkan oleh Cak Nun, Mas Sabrang dan Mas Toto adalah jawaban sekaligus pancingan agar kita kembali menelaah lebih dalam lagi, tidak hanya menerima sesuatu yang sudah mateng. Mas Sabrang juga menjelaskan, kenapa di twitter ia hanya memancing dengan pertanyaan-pertanyaan, dengan 140 karakter, kenapa tidak ditulis lengkap sekalian dalam sebuah blog contohnya, karena ia ingin bahwa kita tidak menerima sesuatu yang sudah mateng, karena bisa jadi sebuah kebenaran akan sesuatu yang kita terima berbeda dengan kebenaran yang diterima oleh orang lain. Mas Sabrang memang memposisikan dirinya sebagai orang yang memancing itu. Memancing orang lain dengan pernyatan dan pertanyaan 140 karakter di akun twitternya.
Mas Sabrang kemudian mencoba memancing para jama'ah, menurut Mas Sabrang, Nabi Muhammad adalah Nabi Darurat, maksudnya adalah, Nabi Muhammad SAW diturunkan kepad ummat manusia disaat kondisi ummat manusia sedang dalam keadaan darurat. Maka dibutuhkan seorang manusia Spesial untuk menuntun manusia menuju Allah swt, kebenaran yang haqiqi. Betapa beruntungnya kita, kita seakan sudah diberi manual book untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan kita. Menurut Mas Sabrang, hidup itu untuk mencari pertanyaan-pertanyaan, karena semua jawabannya sudah ada di dalam Al Qur'an.
Cak Nun menambahkan, kita sering menderita ketika kita membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain yang kita sangka lebih baik dari kita, kita sering terjebak dalam teori keberhasilan dan kesuksesan. Kita sering merasa bahwa menjadi orang kaya adalah salah satu kesuksesan, menjadi menteri, presiden dan sebagainya adalah puncak keberhasilan. Padahal, menjadi manusia saja belum tentu lulus, jangankan manusia, kita sering kalah sama anjing dalam hal kesetiaan. Pendidikan itu bukan segala-galanya, bahwa kita sekolah untuk mencari Ilmu memang benar adanya, tapi Ilmu tidak hanya di sekolah, bahwa Guru juga tidak hanya di sekolah, bahkan diri kita sendiri harus bisa menjadi Guru bagi diri kita sendiri.
Cak Nun menutup Maiyah dengan sebuah pesan, bahwa kita harus beruntung menjadi Ummat Muhammad SAW.
Sekian, mohon maaf kalau kurang lengkap, anda bisa mencari quote-quote singkat melalui akun twitter anda dengan hastag #MSApril , atau kalau anda sabar, bisa menunggu upload videonya di youtube atau tayangannya di AdiTV.
Oleh: Fahmi Agustian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar