19 July 2012
Oleh: Dewa
Gilang
Ada nuansa
dan pencerahan tersendiri, bagi saya, saat “muthalaah” kembali karya2 Emha
Ainun Nadjib, atau akrab dipanggil Cak Nun. Sebagai seorang budayawan yang juga
cendekiawan, pemaparan Emha patut untuk kita renungkan, bahkan terkadang saya,
merasa dijewer oleh sentilan-sentulan seorang Cak Nun.
Dalam
bukunya, “Tuhan pun “Berpuasa” yang diterbitkan oleh Zaituna Yogyakarta: 1996,
Emha menulis, betapa kita, umat Islam, selama bulan Ramadhan, kalau kita
menonton TV, terutama dari pagi sekitar waktu sahur, subuh dan menjelang buka
puasa, akan merasa “kenyang” oleh Islam.
Pada jam2
tertentu itu, semua penonton TV “dikepung oleh Islam”. Mau tak mau. Senang atau
tak senang. Setuju atau tak setuju. Menariknya, Cak Nun bertanya kepada kita
selaku umat yang bernegara, “Bagaimana Engkau menanggapi atau menghayati
realitas di atas itu?.”
Sementara,
jelas, saudara2 kita yang non muslim, tak punya pilihan lain kecuali nonton
sajian Islam di layar televisi. Cak Nun, kemudian bertanya, menanggapi realitas
demikian, “Apakah kita, selaku muslim, bersyukur? Berbangga? Merasa “Ge-er”?
Atau bahkan timbul perasaan bahwa seharusnya sepanjang haru dan malam mestinya
televisi menayangkan acara2 demikian, walaupun di luar Ramadhan.
“Ataukah
kita, sebagai muslim, merasa menang? Ataukah mungkin ada di antara kita yang
merasa “pakeuwuh” kepada saudara-saudaramu yang tidak beragama Islam?.
Menariknya,
masih dalam buku tersebut, Emha dengan bernyali melakukan “crossing over”.
Pertanyaanya melintas kepada non muslim, “Apakah saudara-saudara non muslim
akan menikmati sajian Islam selama bulan Ramadhan?. Jika menikmati, apakah
karena keterpaksaan, sebab tak ada pilihan lainnya?. Atau justru tak
menyukainya -dan itu hak mereka- dengan terpaksa mematikan televisi?.
Emha adalah
tetap seorang Emha. Tulisan2-nya memang “bernyali” dan terkesan “nakal”.
Sebagai seorang yang dicap “bad boy” oleh Kiai-nya, Emha sanggup membuktikan
bahwa “kenakalannya” bermanfaat bagi bangsa dan pemahaman umat. Hal itu
terlihat dari tulisannya di atas. Cak nun tak bermaksud menyinggung SARA, sama
sekali tidak. Tetapi ia “menjewer” sikap sebagian dari kita dalam menghadapi
keberagaman. Sungguh, buku yang wajib anda miliki, terlebih kini, kalau tak
salah, penerbitnya adalah Kompas Gramedia, yang nota bene satu grup dengan
Kompasiana.
Salam sehat
Jiwa.
Selamat
menikmati hidangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar