Yayasan al Hidayah, Jum'at, 5 Oktober 2012
“Ya Allah Kenapa Bukan Saya Aja yang Korupsi!!!”
Banyaknya kasus korupsi di Indonesia sebenarnya bukan karena kepandaian si koruptor yang ketangkep. Tapi terlebih karena berbagai lembaga di Indonesia membuka diri seluas-luasnya kesempatan dan melancarkan jalan bagi si koruptor tersebut untuk melancarkan aksinya dengan syarat asalkan jangan diketahui orang banyak dan yang lebih penting lagi si pemberi akses kemudahan koruptor itu mendapatkan bagian yang telah mereka sepakati bersama.
Jadi kebanyakan kita yang tidak korupsi itu bukan karena membenci korupsi. Kita tidak korupsi hanya karena tidak punya kesempatan dan akses untuk melakukan perampokan besar-besaran uang rakyat tersebut. Dan, diam-diam di dalam hati kita sebenarnya merasa iri juga dengan melimpahnya harta dan kemudahan hidup duniawi yang bisa didapatkan oleh seorang koruptor.
Yang kita tidak inginkan hanyalah ketahuan kalau kita korupsi. Tapi sebenarnya kita pengen juga korupsi. Hal ini sih sangat wajar karena manusia sekarang bukan hidup berdasarkan kebutuhan tapi berdasarkan keinginan. Dan, sifat keinginan itu tidak ada batasnya.
Orang beli BB bukan karena fungsi tapi karena gengsi. Manusia membeli Mio G bukan karena motor sebelumnya sudah rusak total sehingga tidak bisa diperbaiki lagi tapi karena “panas kupingnya” terus-menerus dicengin temen-temen sekantornya yang sudah lama memakai motor keluaran terbaru.
Maka sebenarnya Tuhan sudah kita “injak-injak” dan hinakan selama ini. Kita tahu kalo Tuhan itu mengetahui tindak korupsi dan dosa yang sering kita lakukan selama ini. Tapi keberadaan Tuhan sudah tidak kita pedulikan. Karena kita menganggap Tuhan tidak rewel. Kita menganggap toh kehidupan dunia semakin sejahtera meski sudah sekian lama kita tidak lagi melaksakan sholat lima waktu dan membaca al Quran.
Maka jangan sekali-kali berharap tindak korupsi bisa dihapuskan dengan tuntas di negeri ini. Justru tahun-tahun mendatang perilaku korupsi semakin canggih dan sistemik. Karena orang sudah mulai berani saat ini untuk juga mengkorupsi agama dan hal-hal yang berhubungan dengan agama hanya demi memuaskan nafsu serakahnya atas dunia dengan alasan ia melakukan itu karena banyak tenaga kerja yang membantu kelancaran pekerjaannnya. Di rumahnya ada yayasan yang berisi banyak yatim-piatu untuk disantuni.
Kita jual kehormatan, kita gadaikan keyakinan dan kita jual apa saja yang ada pada diri kita tanpa belajar mengenai batasan mana yang bisa dijual dan mana yang tidak boleh dijual. Kita korup semua pemberian Tuhan justru untuk melanggar peraturan yang sudah diterapkan oleh-Nya.
Yang bisa kita lakukan untuk saat ini dalam keadaan bencana korupsi yang mewabah adalah membersihkan diri kita. Menghilangkan perasaan iri atas keberlimpahan harta seorang koruptor. Karena kalau kita hendak membersihkan ruangan yang kotor yang dibutuhkan adalah sapu yang bersih. Bagaimana ruangan kotor itu bisa bersih kalau disapu oleh sapu yang kotor.
Untuk membersihkan Indonesia dari kotornya perbuatan korupsi dibutukan manusia-manusia Indonesia yang bersih/ikhlas dalam memperjuangkan apa yang ia yakini tanpa peduli apakah yang ia perjuangkan itu mendapat balasan dari orang lain atau tidak. Ia sudah tidak lagi pamrih atas perjuangannya dan sangat jauh dari nafsu untuk mencalon-calonkan diri menjadi RI 1 apalagi sekedar DKI 1.
(Mohamad Istihori)
“Ya Allah Kenapa Bukan Saya Aja yang Korupsi!!!”
Banyaknya kasus korupsi di Indonesia sebenarnya bukan karena kepandaian si koruptor yang ketangkep. Tapi terlebih karena berbagai lembaga di Indonesia membuka diri seluas-luasnya kesempatan dan melancarkan jalan bagi si koruptor tersebut untuk melancarkan aksinya dengan syarat asalkan jangan diketahui orang banyak dan yang lebih penting lagi si pemberi akses kemudahan koruptor itu mendapatkan bagian yang telah mereka sepakati bersama.
Jadi kebanyakan kita yang tidak korupsi itu bukan karena membenci korupsi. Kita tidak korupsi hanya karena tidak punya kesempatan dan akses untuk melakukan perampokan besar-besaran uang rakyat tersebut. Dan, diam-diam di dalam hati kita sebenarnya merasa iri juga dengan melimpahnya harta dan kemudahan hidup duniawi yang bisa didapatkan oleh seorang koruptor.
Yang kita tidak inginkan hanyalah ketahuan kalau kita korupsi. Tapi sebenarnya kita pengen juga korupsi. Hal ini sih sangat wajar karena manusia sekarang bukan hidup berdasarkan kebutuhan tapi berdasarkan keinginan. Dan, sifat keinginan itu tidak ada batasnya.
Orang beli BB bukan karena fungsi tapi karena gengsi. Manusia membeli Mio G bukan karena motor sebelumnya sudah rusak total sehingga tidak bisa diperbaiki lagi tapi karena “panas kupingnya” terus-menerus dicengin temen-temen sekantornya yang sudah lama memakai motor keluaran terbaru.
Maka sebenarnya Tuhan sudah kita “injak-injak” dan hinakan selama ini. Kita tahu kalo Tuhan itu mengetahui tindak korupsi dan dosa yang sering kita lakukan selama ini. Tapi keberadaan Tuhan sudah tidak kita pedulikan. Karena kita menganggap Tuhan tidak rewel. Kita menganggap toh kehidupan dunia semakin sejahtera meski sudah sekian lama kita tidak lagi melaksakan sholat lima waktu dan membaca al Quran.
Maka jangan sekali-kali berharap tindak korupsi bisa dihapuskan dengan tuntas di negeri ini. Justru tahun-tahun mendatang perilaku korupsi semakin canggih dan sistemik. Karena orang sudah mulai berani saat ini untuk juga mengkorupsi agama dan hal-hal yang berhubungan dengan agama hanya demi memuaskan nafsu serakahnya atas dunia dengan alasan ia melakukan itu karena banyak tenaga kerja yang membantu kelancaran pekerjaannnya. Di rumahnya ada yayasan yang berisi banyak yatim-piatu untuk disantuni.
Kita jual kehormatan, kita gadaikan keyakinan dan kita jual apa saja yang ada pada diri kita tanpa belajar mengenai batasan mana yang bisa dijual dan mana yang tidak boleh dijual. Kita korup semua pemberian Tuhan justru untuk melanggar peraturan yang sudah diterapkan oleh-Nya.
Yang bisa kita lakukan untuk saat ini dalam keadaan bencana korupsi yang mewabah adalah membersihkan diri kita. Menghilangkan perasaan iri atas keberlimpahan harta seorang koruptor. Karena kalau kita hendak membersihkan ruangan yang kotor yang dibutuhkan adalah sapu yang bersih. Bagaimana ruangan kotor itu bisa bersih kalau disapu oleh sapu yang kotor.
Untuk membersihkan Indonesia dari kotornya perbuatan korupsi dibutukan manusia-manusia Indonesia yang bersih/ikhlas dalam memperjuangkan apa yang ia yakini tanpa peduli apakah yang ia perjuangkan itu mendapat balasan dari orang lain atau tidak. Ia sudah tidak lagi pamrih atas perjuangannya dan sangat jauh dari nafsu untuk mencalon-calonkan diri menjadi RI 1 apalagi sekedar DKI 1.
(Mohamad Istihori)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar