Jogjakarta, Rabu, 030609
Meneliti Suara Hati
Oleh: Mohamad Istihori
Kita tahu hidup bukanlah untuk mengikuti hawa nafsu. Yang harus kita ikuti adalah suara hati. Namun orang sekarang sudah mulai kebingungan untuk membedakan, mana bisikan nafsu dan mana bisikan hatinya.
Hal itu dikarenakan mereka sudah tidak lagi memiliki waktu untuk benar-benar mendengarkan suara hati. Atau mungkin mereka memiliki banyak waktu luang tapi sudah kehilangan semangat untuk meneliti suara hati. Mereka lebih memilih gaya hidup yang instan.
Kalau kerja maunya cepat kaya. Atau minimal yang gajinya gede. Tanpa memikirkan dengan cermat apakah memang dengan skill dan pengetahuan yang ia miliki sekarang dia pantas untuk menerima uang setiap bulan sebesar itu.
Kalau kuliah maunya cepat pintar, cepat lulus dengan nilai besar. Tanpa sungguh-sungguh melewati tahap demi tahap proses belajar yang harus ia tempuh selama menjadi mahasiswa.
Maka wajar kalau hati mereka tidak peka terhadap perasaan orang lain. Mereka akan merasa fine-fine saja berbahagia di atas penderitaan orang lain. Tertawa di atas tangisan tetangga sebelah. Kekenyangan padahal saudaranya sendiri masih banyak yang kelaparan.
“Loh kalau mikirin orang lain aja kapan kita senangnya?”
“Kan yang cari harta saya. Masa yang menikmati orang lain? Enak aja!”
Demikianlah dua dari ribuan komentar yang kerap saya dengar ketika mengajak siapa saja untuk lebih peka dan peduli dengan saudaranya sendiri. Mereka pun menghalalkan berbagai macam cara untuk meraih kekayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar