Pages

Rabu, 09 September 2009

"Kemarin Nabi Muhammad Saya Marahin!"

Cibubur, Rabu, 9 September 2009

"Kemarin Nabi Muhammad Saya Marahin!"

Oleh: Mohamad Istihori

Dua tahun sudah saya menjadi konselor di Madani Mental Health Care. Tak terasa memang waktu cepat berlalu. Meski ada pengalaman manis dan pahit yang saya dapatkan namun semua begitu menyenangkan dan begitu memberikan kegembiraan yang sangat luar biasa bagi saya.

Bertemu dengan saudara-saudara saya yang menjadi korban NAZA dan Skizofrenia dari berbagai pelosok nusantara bahkan ada beberapa dari luar negeri dan dari berbagai macam agama.

Di antara anugerah berlimpah yang bisa saya "potret" dari tugas saya mendampingi teman-teman di Madani adalah percapakan sore hari yang terjadi satu tahun lalu (sekitar pertengahan tahun 2008).

Sore hari setelah melaksanakan sholat Ashar berjama'ah kami para konselor bersama para santri biasanya berkumpul di depan Madani duduk di bangku bambu. Tiba-tiba seorang teman asal Aceh yang merupakan korban NAZA jenis ganja yang memiliki waham keagamaan berkata, "Ustadz!" sapanya.

"Ada apa?" tanya saya.

"Ustadz tahu nggak Nabi Muhammad?"

"Tahulah. Dia kan Nabi akhir zaman. Laa nabiiya ba'dah. Nggak ada lagi nabi setelah dia. Emang kenapa?"

"Kan kemarin Nabi Muhammad saya marahin!" katanya dengan penuh keyakinan.

"Loh kok bisa?" tanya saya penasaran.

"Loh bisa dong. Saya kan Tuhan. Saya kan Allah SWT. Jadi boleh-boleh aja dong marahin Rosulullah Muhammad SAW. Dia kan bawahan saya. Saya kan atasan dia."

Sebenarnya masih banyak lagi pernyataan-pernyataan aneh sekaligus lucu yang saya dapat dari teman-teman di Pusat Rehabilitasi Metode Prof. Dadang Hawari itu.

Mengapa lucu? Iya kita tertawa saja. Jangan terus marah-marah menyangkal pendapat mereka. Kalau kita marah-marah iya kita sama "gila"nya dong sama mereka. Kita masuki saja alam logika mereka. Setelah bisa on line dalam pikirannya barulah sedikit demi sedikit kita luruskan pemikirannya yang salah itu.

Tidak mudah memang, membutuhkan kesabaran ekstra, pengetahuan luas, pemahaman budaya dan latar belakang riwayat hidup santri yang lengkap, terperinci, dan detail, mampu melakukan permainan bahasa dan logika dengan kecanggihan di atas rata-rata. Kalau belum ketemu jawaban yang pas lebih baik diam saja atau respon dengan tawa agar ia tetap gembira.

Meskipun sebenarnya teman-teman kita di Madani bukanlah orang gila. Mereka justru adalah anak-anak sangat pandai di negeri ini. Hanya saja mereka kurang bersyukur atas limpahan materi yang Allah titipkan kepada kedua orang tua mereka, ada juga karena imannya yang tipis, dan ada juga karena memang jiwa mereka saja yang labil.

Dialog aneh, lucu, dan menggelikan lainnya adalah ketika ada seorang santri yang begitu rajin mempelajari tafsir, ushul fiqih, fiqih, dia belajar sastra, buku agama apa saja yang ada di Madani ia baca. Bahkan ke mana-mana dia selalu membawa buku. Entah itu kitab (buku bacaan) atau kurosah (buku tulis).

Maka suatu hari saya "iseng" bertanya pada santri asal Medan korban NAZA jenis ganja itu, "Kamu kenapa sih rajin banget belajarnya. Siang-malam baca buku. Pagi-sore nulis?" tanya saya.

"Ini ustadz saya belajar keras kayak gini karena saya ingin membuat dalil yang menghalalkan ganja. Nanti kalau dasar-dasar hukumnya sudah saya dapatkan dan sudah kuat nanti akan saya bawa dan akan saya usulkan ke MUI.

Mungkin tiga tahun ke depan semua sudah tercapai dan saya sudah sangat siap untuk menjawab semua pertanyaan yang mungkin saja ditanyakan oleh MUI.

Pokoknya saya sudah sangat siap berdebat dengan MUI dan kalau nanti saya sudah pandai memahami ilmu agama maka saya yakin bisa mengalahkan MUI. Dan, kelak ganja pun bisa halal. Iya nggak ustadz?"

"Wah sungguh mulia cita-citamu nak. Saya sangat menantikan perdebatan antara kamu dengan MUI. Karena mungkin selama ini MUI belum menemukan 'lawan' berdebat yang kuat dan sepadan sehingga bisa dengan seenaknya mengeluarkan fatwa tanpa terlebih dahulu mempelajari dengan sungguh-sungguh apakah fatwa tersebut murni sebagai fatwa atau fatwa pesanan dari pihak tertentu?"

"Allahu Akbar..Allahu Akbar.." Azan Maghrib berkumandang. Saya bersama konselor lain pun bergegas mengajak para santri untuk beranjak melaksanakan Sholat Maghrib berjama'ah di Mushollah al Madani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar