Bali, Sabtu, 5 September 2009
Konselor: Konsen Molor?
Oleh: Mohamad Istihori
Sungguh beratnya jadi seorang konselor.
"Kenapa?"
Karena selain harus bisa memberikan pengajaran, konselor juga harus bisa memberikan pendidikan. Kalau memberikan pengajaran sih gampang banget. Kita tinggal ceramah di depan santri, ngecap beberapa menit sampai beberapa jam, tinggal tunjuk sana-tunjuk sini, suruh ini-suruh itu. That's all.
Tengku Wisnu juga bisa kalau cuma ngajarin mah. Tukul pun bisa kalau cuma ceramah mah. Tapi tidak semua orang mampu memberikan pendidikan. Tidak setiap individu mampu memberikan suri tauladan (uswatun hasanah).
Bahkan kebanyakan kita adalah makhluk-makhluk yang kaburo maqtan dan individu-individu yang NATO (No Actions Talk Only, Omdo, Ngomong doang buktinya mah kagak).
Kalau masih Transit House atau Day Care sih masih enak. Udah tempatnya kondusif untuk menjalankan semua program, santri-santrinya masih ke kontrol, obatnya ada yang ngurus, konselornya kalau lagi rajin bisa ada empat sampai enam orang.
Atau, kalau Home Care dalam kota, konselor paling berapa lama sih ketemu santrinya? Paling 2-3 jam. Udah gitu pulang deh. Cuma yang berat selain ngajar santri, konselor juga dituntut agar bisa berkomunikasi aktif dan menggali informasi seakurat serta sedetail mungkin dengan seluruh penghuni rumah tentang riwayat hidup santri.
Yang paling berat adalah Home Care (HC) luar kota. Bagi saya HC luar kota adalah ujian terberat seorang konselor. HC luar kota adalah momen pendidikan yang paling nyata dari semua program.
"Kenapa dikatakan paling berat?"
Karena konselor berada langsung di rumah santri dalam beberapa hari atau minggu. Konselor bekerja sendiri. Ngatur obat sendiri. Berhadapan langsung dengan keluarga santri. Maka otomatis selain memberikan bimbingan kepada santri, konselor juga berhadapan dengan keluarga santri.
Apalagi yang di-HC-in adalah santri NAZA, ibarat kata konselor masuk ke kandang macan. Kalau konselor tidak benar-benar memahami medan maka konselor akan diterkam habis-habisan, dikibulin, dan dibohongin. Pas tes urin kirain urinnya dia eh itu malah urin pembantunya yang dia ambil sekitar pukul 02.00 waktu setempat.
Tentu saja itu akan dilakukan oleh mereka yang taubatnya adalah taubat sambel. Kalau si santri taubatnya adalah taubatan nasuha tentu hal tersebut tidak akan pernah terjadi.
"Jadi wahai para konselor selamat bertugas, beribadah, dan menjalankan program-program. Jangan cuma tidur doang. Kalau konselor kerjaannya cuma tidur maka lebih pas kita panjangkan saja makna konselor menjadi Konsen Molor." ujar Kiai Awan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar