Pages

Rabu, 23 September 2009

Peradaban Tahu, Mampu, dan Mau

TMII, Rabu, 23 September 2009

Peradaban Tahu, Mampu, dan Mau

Oleh: Mohamad Istihori

Orang-orang sekarang sudah pada pinter. Sekolah minimal SMA atau bahkan banyak juga yang mencapai perguruan tinggi. Pemikirannya brilian. Opininya selalu update sesuai dengan perkembangan zaman. Informasi terkininya nggak pernah ketinggalan.

Seminar dan diskusi ilmiah diadakan di mana-mana. Dari pusat kota hingga pelosok desa. Buku-buku yang berusaha memberikan pencerahan terus terbit tak kenal lelah dari berbagai macam bidang ilmu pengetahuan. Akses teknologi informasi semakin bisa dijangkau oleh siapa saja.

Metode pendidikan dan pengajaran terus dikembangkan. Penelitian tak henti berjalan. Inovasi-inovasi terus dilakukan sehingga memudahkan aktivitas kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhan. Anak-anak muda semakin kreatif dan kritis.

Inilah yang disebut dengan "peradaban tahu". Dari "peradaban tahu" kemudian meningkat menuju "peradaban mampu". Dari berbagai macam pengetahuan yang terus-menerus diijtihadi (perjuangan pemikiran) inilah manusia kemudian mampu, bisa melakukan segala hal yang dalam pemikiran masyarakat terdahulu merupakan suatu hil yang mustahal eh hal yang mustahil.

Dengan "peradaban tahu" segala hal menjadi mampu dilakukan manusia. Dengan kemajuan teknologi segalanya menjadi mungkin. Peradaban inilah yang kita sebut dengan "peradaban mampu".

Tapi mampu saja tidak cukup. Apalagi hanya sekedar tahu. Pengetahuan dan kemampuan akan menjadi amal sholeh jika disempurnakan dengan kemauan. Unsur inilah yang paling sulit sekaligus sangat menentukan. Tanpa ada kemauan, pengetahuan dan kemampuan kita hanya akan sia-sia saja.

Begitu banyak, misalnya, saudara-saudara kita yang memiliki pengetahuan tentang haji dan mampu untuk menunaikan haji, namun karena belum ada kemauan, belum memiliki niat yang kuat yang terpatri dalam jiwanya maka sampai akhir hayatnya ia tidak pernah sekalipun menunaikan rukun Islam yang kelima itu.

Di sinilah peranan penting motivasi dalam hidup kita untuk terus-menerus menumbuhkan kemauan dalam hidup kita. Tentu saja kemauan di sini dalam takaran yang proporsional dan dalam hal yang positif. Setiap orang harus mampu memotivasi dirinya sendiri agar hidupnya produktif.

Manusia yang terus belajar mengenal dirinya akan bisa juga belajar memotivasi dirinya sendiri. Kita mungkin boleh saja termotivasi oleh orang lain. Karena itu juga bisa membangkitkan kemauan kita untuk terus bergerak melangkah maju ke depan.

Namun kita tidak boleh bergantung dari motivasi orang lain. Motivasi dari luar itu hanya sebagai jendela. Sedang pintu dan kunci yang bisa memotivasi demi bangkitnya kemauan dan niat kita tetap kembali pada diri kita masing-masing.

Manusia yang hidupnya sudah tidak lagi memiliki kemauan meski memiliki segudang pengetahuan dan segepok kemampuan maka sesungguhnya ia sudah "mati" sebelum mati. Kalau sudah ini yang terjadi, kita tinggal ucapkan saja "inna lillahi".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar