Pages

Selasa, 26 Januari 2010

Pemimpin Indonesia Sejati di Manakah Engkau Kini?

Kampung Rambutan, Selasa, 26 Januari 2010

Pemimpin Indonesia Sejati di Manakah Engkau Kini?

Oleh: Mohamad Istihori

Siapakah gerangan ia pemimpin Indonesia sejati? Adakah ia kini? Kalau memang ada, di manakah kiranya ia kini?

Di mana figur dan sosok yang mampu merangkul semua kelompok, semua golongan, semua warna, semua agama, semua suku, dan seluruh kepentingan bangsa Indonesia?

Ia yang bukan yang hanya diterima oleh partai politiknya. Atau karena memang ia bukan orang yang turun ke dunia politik praktis. Bukan hanya dielu-elukan oleh aliran pemahaman agamanya. Bukan hanya dibangga-banggakan oleh sukunya.

Apa perlu kita sewa seseorang yang entah dari negara mana untuk memimpin bangsa dan negara Indonesia? Apakah sudah tidak ada lagi seseorang di negeri ini yang bisa kita andalkan untuk dijadikan pemimpin di negara tercinta ini?

Atau ia mungkin saat ini ada, tapi mengapa kita tidak menyediakan ruang dan waktu untuknya untuk memimpin bangsa ini hanya karena, misalnya, ia bukan orang partai? Atau ia punya cacat fisik tertentu?

Atau karena ia tidak memiliki latar belakang pendidikan formal? Padahal ia sangat diterima oleh segenap bangsa ini. Mengapa kita masih saja memperdebatkan masalah-masalah formal yang sangat tidak penting seperti itu?

Sedangkan telah nyata fakta di depan mata kepala kita, bahwa orang yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi belum tentu sanggup memimpin Indonesia.

Bahwa orang yang cacat secara fisik bisa saja lebih sehat jiwanya daripada kita yang sehat secara fisik namun penuh borok di sana-sini dalam jiwa dan rohani kita.

Apakah harapan bangsa ini untuk dipimpin oleh pemimpin sejati yang berasal dari negara ini hanya sebuah impian yang tidak "terbeli"?

Kalau memang bisa "dibeli" berapakah "ongkosnya"? Tidak cukupkah perjuangan dan pengorbanan para pahlawan dan para pendiri bangsa ini "mengongkosi" lahirnya pemimpin sejati?

Mengapa kita lebih memilih penguasa daripada pemimpin? Mengapa yang kita ke depankan hanya kepentingan golongan kita? Partai politik kita? Syahwat berkuasa pribadi kita?

Tak bisakah pemimpin saat ini mengikhlaskan dirinya untuk mempersiapkan lahirnya pemimpin baru yang sejati dengan mengendapkan nafsu pribadinya untuk terus-menerus mempertahankan kepemimpinannya?

Padahal sudah nyata dalam beberapa dekade ia terbukti gagal menjalankan janji-janji politiknya yang ia gembar-gemborkan sejak kampanye dulu?

Emangnya gampang apa mimpin rakyat Indonesia yang begitu majemuk dan plural? Yang terdiri dari berbagai macam suku, bangsa, bahasa, dan agama?

Mengapa kita selalu memilih pemimpin yang berambisi untuk menjadi pemimpin? Padahal, kata orang bijak, "janganlah kau serahkan kepemimpinan kepada orang yang masih memiliki ambisi untuk memimpinmu!"

Apa mungkin kita masih terlalu buruk untuk dipimpin oleh orang baik? Apa mungkin kita masih belum siap dipimpin oleh orang yang jujur karena berbohong, berdusta, dan korupsi masih menjadi budaya kita sehari-hari?

Apa mungkin kita masih terlalu hina untuk dipimpin oleh orang yang mulia? Apa mungkin kita masih terlalu serakah untuk sehingga sangat enggan untuk dipimpin oleh orang yang berkualitas namun ia tampil apa adanya (low profile high product)?

Sungguh Indonesia adalah sebuah cita-cita dan semangat untuk hidup bersama di tengah segala perbedaan yang ada.

Indonesia bukanlah kemarin. Indonesia adalah sebuah cita-cita yang sampai hari ini kita, sebagai bangsa, belum juga bersungguh-sungguh untuk mengenal dan menafsirkannya.

Sampai suatu hari datanglah sebuah pemahaman dan ideologi dari suatu golongan yang hendak menyeragamkan Indonesia.

Ada yang mengatasnamakan agama Tuhan. Ada juga yang mengatasnamakan kepentingan keluarga besarnya untuk memonopoli kekayaan alam yang ada.

Apakah Allah harus ikut langsung untuk mencoblos pada Pemilu 2014 nanti agar kita tidak salah lagi untuk memilih pemimpin yang sejati bagi negara kita ini?

Ah rasanya Tuhan nggak perlu repot-repot kayak gitu kali. Saya masih yakin kita masih memiliki nurani untuk tidak salah lagi memilih.

Saya yakin kita masih memiliki akal sehat untuk membedakan mana pemimpin dan mana maling.

Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar