Yayasan Al Hidayah, Ahad, 090912
Alat Ukur Iman
Oleh: Mohamad Istihori
Siapa bilang kalau kita sudah mengikrarkan bahwa kita ini
adalah orang yang beriman kemudian hidup kita akan “mudah”? apakah kita mengira
Allah berdiam diri saja gitu? Justru ketika seseorang menyatakan keimanan
kepada-Nya, maka Allah niscaya akan mengujinya. Allah berfirman dalam surat Al
Ankabut, ayat 2-3 yang artinya: “Apakah manusia mengira bahwa mereka
ditinggalkan/dibiarkan begitu saja setelah mengucapkan: “Saya beriman.” Dan mereka
tidak diuji?”
Iman itu tidak cukup hanya diucapkan dan diikrarkan dalam
hati saja. Tapi iman itu butuh pembuktian. Sebagaimana seorang pria menyatakan
cinta kepada wanita, itu juga tidak cukup hanya bilang, “I love you” tanpa ada
usaha untuk membuktikan dengan sungguh-sungguh cintanya itu.
Jadi ada orang yang cuma ngaku beriman kepada Allah dan
memang ada orang yang diakui oleh Allah bahwa ia adalah orang yang beriman.
Dan, iman ini memang memiliki empat alat ukur:
1. Semua
hal yang diperintahkan Allah
2. Segala
yang dilarang Allah
3. Semua
yang mengenakkan, yang menyenangkan dan sesuai dengan harapan
4. Segala
yang meng-enegkan, yang menyedihkan dan di luar harapan.
Semua Hal yang
Diperintahkan Allah
Allah berfirman, Athiiul
laaha wa athiiur rosuula wa uulil amri minkum. Taatlah pada Allah, taatlah
pada Rosul dan pada pemimpin. Melalui ayat ini, taat itu terbagi menjadi dua:
1. Taat
yang sifatnya mutlak yaitu taat kepada Allah dan taat kepada Rosul. Makanya
redaksi ayatnya antara Allah dan Rosul sama-sama memakai athiiuu.
2. Taat
yang sifatnya kondisional atau tidak mutlak yaitu taat kepada pemimpin. Maka
redaksi ayat di atas untuk taat kepada pemimpin mah nggak pake athiiuu.
Maka kalau ada orang yang mengaku beriman kepada Allah
tapi dia malas mentaati perintah Allah, itu pertanda imannya belumlah
sungguh-sungguh. Ada orang ngaku beriman tapi nggak sholat, bulan Romadhon
nggak puasa, atau kaya nggak mau zakat serta berangkat haji berarti imannya
masih ecek-ecek. Berarti ia belum lah mampu membuktikan keimanannya.
Segala yang Dilarang Allah
Manusia sekarang itu ingin hidup bebas. Bebas yang
sebebas-bebasnya. Semakin manusia sekarang ini bisa hidup bebas semakin ia
merasa telah menjalani pola hidup yang modern. Bahkan ia bercerita dengan
bangga kepada kawan-kawannya yang ia anggap “miskin kebebasan” tentang
kebebasan hidup apa saja yang telah ia dapatkan di luar sana.
Padahal yang harus dilakukan manusia dalam hidup justru
adalah memperdalam ilmu batas. Dan, ilmu batas inilah segala hal yang dilarang
oleh Allah. Larangan yang Allah berikan bukanlah untuk Allah. Larangan Allah
adalah ilmu rahasia yang harus dipahami manusia agar manusia tidak terjerumus
ke dalamnya sehingga selamatlah hidup manusia dari kehancuran dan kemusnahan.
Kalau ada orang ngaku beriman, apapun agamanya, tapi ia
masih suka melanggar Pihak yang ia imani (suka mabuk, main cewek, judi,
berbohong atau korupsi maka imannya itu masihlah iman yang main-main. Bukan
iman yang sungguh-sungguh.
Semua Yang Mengenakkan,
Yang Menyenangkan dan Sesuai dengan Harapan
Kita kira kalau kita kaya itu bukan ujian maka kita
berbangga sehingga terlena dan lupa. Kita sangka kalau punya istri cantik itu
bukan ujian sehingga hati merasa senang tanpa ada rasa syukur dalam diri kita.
Padahal segala yang mengenakkan, yang menyenangkan dan apa saja perkara yang
sesuai dengan apa yang kita harapkan itu semua juga adalah alat ukur yang Allah
jadikan untuk mengukur keimanan kita.
Nggak salah kok kita punya keinginan untuk jadi orang
kaya. Nggak dosa juga kalau kita berharap pada suatu hari nanti memiliki istri
cantik atau suami tampan. Tapi yang kerap di luar kesadaran kita adalah bahwa
kekayaan dan kecantikan/ketampanan adalah alat ukur ujian keimanan.
Tapi anehnya banyak sekali manusia yang berharap agar
diuji oleh Allah dengan materi kekayaan, kecantikan, ketampanan, dan apa saja
yang ia harapkan. Padahal di saat yang sama ia saksikan justru banyak yang
justru tergadaikan imannya ketika manusia di uji oleh Allah dengan segala apa
saja yang mengenakkan.
Segala yang Meng-enegkan,
yang Menyedihkan dan di Luar Harapan
Ada sebagian manusia yang katanya beriman tapi ketika
mendapatkan kesusahan dari Allah, entah itu berwujud sakit, kemiskinan, cerai,
ditinggal orang yang ia cintai, kehilangan barang berharga dan apa saja yang di
luar harapannya segera saja ia berburuk sangka pada Allah.
Ia pikir kalau sedang menderita sakit itu adalah pertanda
bahwa Allah sudah tidak sayang lagi. Ia anggap kalau sepanjang hidupnya
berkutat dengan kemiskinan, kegalauan, kegelisahan, penderitaan dan kesusahan
itu pertanda bahwa ibadah yang ia lakukan adalah sia-sia belaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar