Senin, 130709
Banjir Kebencian
Oleh: Mohamad Istihori
Banjir air yang menimpa kota Jakarta setahun sekali sudah pasti membuat susah dan derita kehidupan penduduk ibu kota negara ini. Namun -disadari atau tidak- ada banjir lain yang kerap kali menimpa Jakarta, yaitu banjir kebencian.
Banjir ini lebih bahaya daripada banjir air. Contoh nyata banjir kebencian yang dialami masyarakat Jakarta sehari-hari misalnya, mereka yang mengendarai motor kerap membenci pengedara mobil, "Nih mobil ngalingin jalan gue aja sih."
Yang mengendarai mobil seringkali mengungkapkan kebencian mereka pada para pengendara motor dengan berkata, "Nih motor nyelap-nyelip aja seenaknya. Ntar kalo ketabrak nyalahin gue dah."
Yang miskin membenci yang kaya karena si kaya terus berfoya-foya tanpa peduli jerit kelaparan si miskin di sebelah perumahannya. Si kaya terus-menerus menyalahkan si miskin karena kendaraan mereka kerap hilang dan pencurinya selalu hilang di kampung si miskin.
Ketika ada orang pertama kali berbuat baik malah dimanfaatkan kebaikannya sehingga untuk berbuat baik lagi dia kapok karena toh ternyata ia hanya dimanfaatkan. Sehingga akan sering kita dengar ujaran, "Lu jadi orang baik-baik amat sih. Padahal udah berapa kali lu disakitin, dikhianatin, dan dikecewain."
Maka jangan heran kalau orang Jakarta sangat ragu kalau ada orang datang meminta bantuan kepadanya karena takut si yang minta tolong tidak benar-benar meminta tolong melainkan mau berbohong, memeras, atau memperkaya diri sendiri.
Unsur kebencian begitu mendominasi kehidupan masyarakat Jakarta. Paguyuban hilang. Semangat gotong-royong musnah. Sikap saling peduli tak ada lagi.
Tapi saya yakin masyarakat Jakarta masih memiliki hati nurani. Sehingga tidak ada kata menyerah untuk terus-menerus menyebarkan virus cinta dan perdamaian antara mereka. Selagi kita mau peduli dengan siapa saja yang ada di sekeliling kita, tidak cuek, dan tidak acuh maka kita akan menemukan kenyamanan hidup di Jakarta. Semoga..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar