Oleh: Mohamad Istihori
Pagi ini, Jum`at, 14 November 2014, kampung saya dihebohkan dengan tersiarnya kabar penangkapan seekor babi di kolong jembatan tol Jagorawi. Banyak masyarakat yang kemudian memprediksikan bahwa babi yang tertangkap ini bukan babi biasa, tapi merupakan babi ngepet.
Entah benar atau tidak namun secara psikologis hal ini menunjukkan bahwa masyarakat kita sekarang ini begitu mudahnya mengambil kesimpulan tanpa harus melakukan “tabayyun” terlebih dahulu. Dan, secara sosiologi sebenarnya fenomena ini menunjukkan bahwa sebenarnya masyarakat kita sangat gemes dengan segala bentuk dan fenomena “babi ngepet” yang selama ini telah merampok uang rakyat.
Karena untuk menangkap “babi ngepet” tingkat nasional ini sangat susah dan amat panjang proses hukumnya, maka begitu mereka berhasil menangkap seekor babi di pinggiran jalan tol mereka pun segera mengambil kesimpulan bahwa yang telah mereka tangkap itu merupakan seekor babi ngepet beneran.
Di tingkat negara KPK sebagai lembaga yang kita harapkan selama ini untuk mampu mengatasi pertumbuhan pesat “babi ngepet” tingkat nasional tampak kelabakan. Kalau pun KPK tidak pandang bulu dan bersungguh-sungguh menangkap jenis “babi intelektual” ini maka itu pun dibutuhkan waktu puluhan tahun.
Karena untuk menangkap “babi ngepet” tingkat nasional ini sangat susah dan amat panjang proses hukumnya, maka begitu mereka berhasil menangkap seekor babi di pinggiran jalan tol mereka pun segera mengambil kesimpulan bahwa yang telah mereka tangkap itu merupakan seekor babi ngepet beneran.
Di tingkat negara KPK sebagai lembaga yang kita harapkan selama ini untuk mampu mengatasi pertumbuhan pesat “babi ngepet” tingkat nasional tampak kelabakan. Kalau pun KPK tidak pandang bulu dan bersungguh-sungguh menangkap jenis “babi intelektual” ini maka itu pun dibutuhkan waktu puluhan tahun.