Percikan-percikan Pemikiran Cak Nun pada Kenduri Cinta
Periode Agustus 2012
Oleh: Mohamad Istihori
Hanya Orang Bertakwa yang
Bisa Shiyam
Saya harap semua bisa
menggiring seluruh aspirasi menuju satu muara. Saya mulai dari apa yang
diungkapkan oleh Pak Nursamad. Karena ini puasa, pertama Anda harus melepaskan
gagasan dari Ramadhan. Puasa tidak hanya menyangkut tidak makan dan tidak minum
saja. Puasa berkaitan dengan seluruh mekanisme kehidupan, menyangkut seluruh
kenikmatan dan penderitaan di dalamnya. Anda kan sudah hafal bahwa ayat yang
dikutip para ustadz ketika sudah masuk bulan Ramadhan adalah ayat ke-83 dari
Surah Al-Baqarah yang berbunyi : “Yaa ayyuhalladzina amanu kutibu
‘alaikumushshiyaamu kama kutiba ‘alalladziina min qablikum la’allakum tattaquun.”
Kutiba memiliki arti ‘dituliskan’ yang kemudian oleh para
ulama fiqh dikontekstualisasikan menjadi ‘diwajibkan’. As-siyaam memiliki
padanan kata yakni shaum, seperti yang terjadi pada kata qaum yang
padanan katanya adalah qiyam.
Qiyam artinya berdiri, sementara qaum adalah orang
yang berkumpul bersama-sama untuk bersepakat mendirikan sesuatu.
Manusia-manusia yang
berkumpul sangat mungkin melahirkan variasi selain qaum, yakni bisa
menjadi:
ummat,
masyarakat, maupun
rakyat.
Ummat terjadi ketika orang-orang berkumpul karena ada alasan
historis. Mereka berkumpul karena ada seperibuan nilai. Nilai itu bisa berupa:
iman,
filosofi,
kebudayaan,
adat, dan
apapun juga.
Mereka berada in the
same motherhood. Jadi dimungkinkan lahirnya ummat Harley Davidson, yang masing-masing
anggotanya berkumpul karena sama-sama memiliki ibu nilai berupa kebanggaan
memiliki HD.
Masyarakat adalah orang
yang berkumpul karena menyepakati untuk mengerjakan suatu kesepakatan di mana
suatu pekerjaan akan diserikatkan. Masyarakat memiliki makna yang lebih padat
atau jasadi daripada ummat.
Kalau rakyat berasal dari ra’yah,
yaitu orang-orang yang berkumpul karena sama-sama memiliki kedaulatan atas
suatu wilayah dan urusan. Maka dipersyaratkan ada MoU yang kemudian diresmikan
dalam konstitusi berupa negara.
Rakyat adalah orang yang
berkumpul dalam suatu perjanjian yang disebut negara di mana yang pegang
kedaulatan adalah mereka. Rakyat tidak sama dengan masyarakat. Masyarakat bisa
segmentatif, tapi kalau rakyat bersifat utuh.
Qaum adalah orang yang berkumpul karena suatu ciri.
Cirinya:
boleh budaya,
boleh gen,
boleh apapun saja.
Tapi kalau qiyam
adalah orang yang berkumpul untuk menegakkan kekauman mereka.
Lalu bagaimana dengan shaum
dan shiyam?
“Terserah Anda apakah
Ramadhan ini Anda pakai untuk shaum atau shiyam. Kalau untuk shaum, yang
penting Anda mendapatkan nilai-nilai puasa secara universal, tapi kalau
Ramadhan Anda pakai untuk pergerakan shiyam, maka Anda menyepakati ada
satu prinsip-prinsip nilai yang akan Anda tegakkan bersama-sama. Kalau bahasa
Jawa memilih menggunakan shiyam dalam penyebutan puasa.”
“Kembali ke puasa. Malam
hari ini, Ramadhan ini Anda desain untuk menjadi nilai kebangkitan atau yang
penting Anda mendapatkan hikmah universal? Terserah Anda akan menghimpun diri
sebagai ummat manusia atau bangsa Indonesia atau ummat Islam atau sebagai orang
Jakarta, atau sebagai apapun. Itu pilihan Anda masing-masing. Tapi malam hari
ini Anda harus punya pilihan mau shiyam atau shaum. Minimal kita dapat shaum,
syukur-syukur dapat shiyam.”
Poin kedua, kama kutiba
‘alalladziina min qablikum. Puasa merupakan tradisi budaya yang sudah ada
sebelum Islamnya Muhammad datang. Islam-Islam yang ada sebelumnya merupakan
Islam yang belum lengkap.
Maulid Nur Muhammad
Allah menyebarkan ratusan
ribu Nabi dan dua puluh lima rasul kemudian dijadikan dalam satu tabung besar
bernama Muhammad. Di dalam Muhammad ada Ayub, ada Adam, ada Idris, Nuh, Hud,
Ibrahim, Khidir, Isa, Yesus, Buddha dan siapa saja. Yang kita sebut Muhammad
bin Abdullah ini adalah salah satu episode Muhammad yang berlangsung selama 63
tahun. Sedangkan alam semesta ini berlangsung selama beratus-ratus juta tahun
dan Muhammad sudah ada sejak sebelum jagad raya diciptakan.
“Maka benar kalau Maulid
Nabi itu tanggal 12 Rabbiul Awwal, tapi kalau maulidu Muhammad itu sudah tidak
bisa kita hitung. Nur ciptaan Allah yang pertama itu dibikin sebelum Dia
menciptakan apapun. Karena Dia bahagia terhadap ciptaan-Nya yang berupa nur
ini, diberikannyalah gelar Muhammad.”
“Nah, Muhammad ini
besok-besok dicicil dalam Adam, Idris, Ayub, sampai Musa, Ibrahim, dan
seterusnya kemudian diaplikasikan secara biologis menjadi Muhammad putra
Abdullah cucu Abdul Mutholib. Jadi pemahaman mengenai Muhammad jangan berhenti
pada Islam melalui fiqh yang dikenal dan diperkenalkan oleh para ulama. Kalau
selama ini ada maulidun Nabi, kita Maiyah akan bikin maulidunnur.”
“Poin ketiga adalah la’alakum
tattaqun. La’alakum selama ini menurut Pak Nursamad diterjemahkan
sebagai ‘dengan berpuasa mudah-mudahan engkau menjadi bertaqwa. Sementara
Beliau cenderung menerjemahkan bukan seperti itu. Allah memerintahkan hamba-Nya
berpuasa dengan asumsi bahwa mereka sudah bertakwa. Kan kemarin sudah
shalat, sudah zakat? Masa untuk bertakwa mesti menunggu Ramadhan?”
La’alakum selama ini tidak membikin Indonesia mengalami
kemajuan apapun selama berpuluh-puluh Ramadhan karena salah dalam
penerjemahannya. Efeknya adalah anggapan bahwa setelah Ramadhan kita boleh
tidak bertakwa lagi karena akan ada Ramadhan-Ramadhan di depan untuk membuat
kita bertakwa.
“La’alakum
bukan berarti ‘supaya’. Kemudian, Sampeyan ini masuk Ramadhan rumangsane
durung puasa? Anda kan sudah selalu puasa? Yang terus-menerus berbuka
adalah parpol, dirjen, menteri-menteri, ketua partai. Anda kan tidak. Saya pada
Ramadhan lalu bertanya pada jamaah, semua orang mengaku telah bergembira masuk
Ramadhan. Ngaku kamu yang jujur apakah seneng atau nggak disuruh
berpuasa? Asline mangkel to, cuma nggak berani ngelawan?
Aslinya kan nggak suka to? Kalau ada pengumuman dari Allah
yang membebaskan kita dari keharusan berpuasa, pasti seneng to?”
“Lho, tapi bagaimana
dengan orang yang berpuasa tapi hatinya tidak ikhlas? Lebih bagus dong! Kalau
kamu bahagia masuk Ramadhan kemudian kamu gembira, apa hebatnya? Yang hebat
adalah orang yang tidak senang tapi tetap menjalankannya. Kalau kamu suka rujak
lalu memakan hidangan rujak, apa istimewanya? Tapi kalau kamu memakan rujak
yang tak kamu sukai itu semata-mata karena Allah yang menyuruh, akan menjadi
lebih tinggi nilainya.”
“Waktu Umar bin Khatab
mencium Hajar Aswad kan Beliau juga ngomong gitu, ‘Kalau tidak karena
Rasulullah menciummu, tidak akan aku menciummu. Tapi karena Rasulullah yang aku
cintai dan aku imani menciummu, maka aku menciummu. Tapi jangan pernah berpikir
bahwa aku menciummu karenamu’.”
“Terus ada kiai-kiai yang
mengatakan bahwa puasa adalah untuk menghayati kemiskinan. Terus orang miskin
menghayati apa? Kemiskinan kok dihayati? Kalau berani ya jadi miskin
seperti Rasulullah. Menghayati itu kan seperti akting saja.”
“Jadi, sekarang kalau Anda
proyeksikan puasa dan tidak puasa dalam kehidupan nyata, Indonesia puasa sejak
kapan? Orba, Orla, Reformasi? Reformasi ini lebih banyak buka atau puasanya?
Atau buka banget untuk level ini, puasa banget untuk level itu. Tolong
diihitung semuanya. Anda dengan Ramadhan kesekian ini, akan ke mana? Maka kita
butuh pause sebentar untuk tafakkur.”
Manusia Syahadat, Manusia
Sholat, Manusia Puasa, Manusia Zakat dan Manusia Haji
“Kalau kita lebarkan dikit,
Anda harus mengenali dirimu. Dalam rukun Islam, Anda orang dengan tipologi yang
mana? Apakah syahadat, shalat, puasa, zakat, atau haji?
Kecenderungan irama
hidupmu, improvisasimu, ketahanan mental dan staminamu, itu berbeda-beda. Kalau
kamu manusia puasa berlaku dengan budaya shalat, tidak kuat. Kamu harus
menemukan dirimu. Kalau saya ini memang katuranggannya dari sana adalah
manusia puasa. Saya tak perlu Ramadhan untuk belajar berpuasa. Anda harus
menemukan puasamu sendiri.”
Manusia syahadat
membutuhkan manusia shalat, zakat, puasa, haji. Mereka semua berfungsi. Di
setiap kantor ada yang bagian syahadat thok, ada bagian sholat yang
memelihara secara rutin dan istiqomah, ada bagian puasa yang mengontrol dengan
menciptakan perundingan-perundingan, ada bagian zakat yang berinisiatif atas social
contribution, ada bagian haji yang memastikan bahwa kelompok tersebut harus
memiliki puncak-puncak prestasi. Lima jenis manusia ada di dalam setiap
komunitas.
“Kalau mau bikin kabinet,
hitung dengan lima tadi. Kalau Anda memakai itu saja, Tuhan sudah senang dan
akan menolong kabinetmu. Tapi kalau kabinetmu disusun berdasarkan tawar-menawar
antarkelompok dan keuangan, maka kamu tidak akan ditolong sampai kapanpun.
Apalagi kamu presiden yang tidak punya otoritas. Kamu hanya punya sepuluh
persen dari otoritasmu. Yang tiga puluh persen ada pada istrimu, yang enam
puluh persen sisanya ada pada ibu mertuamu. Itulah power sharing.”
“Memang bakatnya bangsa
Indonesia itu puasa. Karena nggak tercapai hari raya yang sejati, maka
ya yang penting mudik. Mudik inipun bisa ditelusuri lebih jauh apa maknanya.
Tapi memang secara universal mudik ini sangat indah. setiap manusia pasti akan
kembali dari setiap perginya. Pulang paling dekat adalah ke leluhurnya di
kampung halaman; pulang yang lebih jauh adalah ke sejarah yang lebih jauh, dan
pulang yang paling sejati adalah kepada Allah. Mudik adalah kesadaran untuk
tauhid.”
Proyeksikan puasa ke 2014;
apakah pada tahun itu yang terjadi adalah Idul Fitri ataukah perpanjangan
puasa. Apa teorinya, apa parameternya, apa syarat-rukunnya supaya kita tidak
memperpanjang puasa?
“Menurut tafsir Pak
Nursamad, mungkin kita tak mampu berbuat apa-apa karena salah dalam memahami la’alakum-nya.
Kita pikir kita akan bertakwa setelah puasa Ramadhan. Ternyata syarat berpuasa
Ramadhan adalah takwa. Kalau kita masuk Ramadhan tanpa bekal takwa, tak akan
kita dapatkan Idul Fitri. Saya lihat petani-petani yang diasuh Cak Dil dan Pak
Tjuk ini sudah mulai punya konsep untuk menyongsong hari raya pertanian
Indonesia.”
Tafsir “Baldatun
Thoyyibatun wa Robbun Ghofur”
Kalau tujuan utama dalam
Islam selalu baldatun thoyyibatun wa Robbun ghofur. Bangsa kita untuk
mencapai Robbun ghofur butuh berapa langkah lagi? Untuk mencapai baldatun
thoyyibatun berapa lama lagi?
Tahap kita ini menuju
sejahtera dulu. Padahal kalau sejahtera sudah ada, nanti muncul : apakah
sejahtera ditempuh dengan baik atau tidak. Baldatun : sejahtera yang ditempuh setelah
melalui ujian kebenaran. Tahap kita ini menuju sejahtera. Sejahtera saja belum,
apalagi adil dalam kesejahteraan. Padahal kalau sejahtera tercapai, belum
dipersoalkan apakah sejahteranya didapatkan dengan benar atau tidak.
Baldatun thoyyibatun mensyaratkan kesejahteraan ditempuh dan dicapai di dalam ujian
kebenaran. Kalau hanya negara sejahtera, gemah ripah loh jinawi, belum
tentu thoyyibah. Baldatun thoyyibatun adalah ketika ekonomi diuji oleh akhlaq,
oleh moral, oleh nilai-nilai dasar. Itupun belum cukup kalau belum wa Robbun
ghofur. Benar seperti apapun masih terbuka untuk kekhilafan-kekhilafan, maka
dimungkinkan adanya amandemen pada undang-undang yang sudah disepakati bersama.
Puncak kebenaran kita adalah al Haqqu mirrobbika fa laataqunanna minal
mumtarin.
‘Al Merapi Jabalun Yuhibbuna
wa Nuhibbuhu’
“Ada berita, saya mohon
doa, ada kemungkinan tanggal 20-25 Merapi akan menyembur ke arah utara dan agak
barat sedikit, tapi asapnya bergerak ke arah selatan atau tergantung pada arah
angin pada saat itu. Sudah tiga kali Merapi batal meletus, yaitu bulan April,
Mei, dan Juni. Bulan Juli alhamdulillah lewat tapi kemarin ada gempa sedikit.
Ini semua sedang kita khalifahi bersama-sama, karena Allah punya pemerintahan.
Yang selama ini kita kenal hanyalah birokrat-birokrat Allah di wilayah
yudikatif, dari Roqib-Atid, Munkar-Nakir, Malik-Ridwan dan seterusnya. Namun
malaikat-malaikat di wilayah legislatif mempertimbangkan apakah Jakarta baiknya
ditenggelamkan atau tidak, apakah Pulau Jawa jadi dibelah atau tidak. Ini yang
kita sebut sebagai rekonsiliasi leluhur.”
“Juga ada wilayah-wilayah
eksekutif. Siapa saja mereka? Dari manusia, auliya, kemudian penjaga-penjaga.
Misalnya, Allah memasang penjaga wilayah Banten yang lahir 30 tahun sekali,
memasang penjaga Jawa Tengah bagian selatan, memasang penjaga dari Ternate
sampai Aceh. Allah memasang birokrat-birokratnya dari yang kasat mata sampai
yang tidak kasat mata, dari yang berwilayah ruh sampai yang berwilayah
gelombang, sulthon, dan jasad.
Semua ada tataran
birokrasinya dan itu kalau bisa kita cari dan kita pelajari supaya seluruh
gejala alam ini bisa berada dalam genggaman kekhalifahan kita semua, sebab kita
diamanati untuk mengelola gunung, angin, lautan, dan seluruh alam semesta di
wilayah bumi ini. Tapi kita tetap harus berunding dengan birokrat-birokrat
dalam wilayah yang lebih luas, misalnya dalam wilayah tata surya.”
“Kita mohon doa kepada
Anda semua karena tiga kali kemarin teman-teman jamaah Maiyah di berbagai
tempat dan Gunung Merapi sudah mau mengadakan kesepakatan dan kompromi dengan
kita. Kita diajari oleh Rasulullah bahwa ketika pasukan panah di Uhud itu tidak
taat kemudian diserbu oleh musuh sampai Rasulullah terluka pipi dan lengannya
lantas dibawa naik ke Goa Uhud itu Rasulullah mengatakan ‘Al Uhudu jabalun
yuhibbuna wa nuhibbuhu’, Uhud adalah gunung yang mencintai kita dan kita
mencintainya. Berarti gunung memiliki kesadaran sampai tingkat tertentu. Maka
orang-orang di lereng Merapi juga harus meyakini bahwa ‘Al Merapi jabalun
yuhibbuna wa nuhibbuhu’. Orang di sekitar Merapi tidak boleh hatinya
berkata bahwa Merapi akan meletus. Yang ada adalah Merapi akan membagi
kesejahteraan atau Merapi akan gadhah damel.
“Nanti kalau terjadi
apa-apa di Indonesia, Jogja dan daerah Jawa Tengah yang akan menjadi titik
keseimbangan dari gonjang-ganjingnya seluruh Indonesia. Kita pelajari siapa
saja yang punya watak seperti Jogja. Tidak terlalu keras tapi juga tidak
lembek, tidak menjajah tapi juga tidak mudah diapusi. Tidak berarti
bahwa orang Jogja itu penting. Yang terpenting adalah kalau Anda memiliki watak
seperti itu, berarti Anda adalah penyeimbang situasi di Indonesia. Jadi, Anda
memiliki Jogja di dalam diri Anda.”
Berpikir Secara Madinah dan
Berhati Mekkah
“Sama seperti Dajjal yang
tidak bisa memasuki Mekkah dan Madinah karena dijaga oleh malaikat. Selama
empat belas abad ummat Islam percaya bahwa hanya kota Mekkah dan madinah yang
tidak bisa dimasuki Dajjal. Apakah bisa dia masuk Jakarta? Kalau Anda membangun
Mekkah dan Madinah dalam hidupmu, bisakah Dajjal memasukimu? Tidak! Malaikat
menjagamu. Engkau berpikir secara Madinah dan berhati Mekkah.”
Sungai Maiyah
Terminologi yang tepat
untuk menggambarkan Maiyah adalah sungai, bukan danau. Yang hadir dalam Maiyah
mengalir seperti sungai. Dalam Maiyah, yang kita lakukan adalah menghilangkan
kebencian terhadap apapun saja kemudian mempelajari Muhammad secara lebih luas
dan lebih luas lagi. Muhammad kita pahami bukan terbatas pada Muhammad putra
Abdullah, melainkan juga sebagai Nur Muhammad. Sesuai dengan rumusan Mas
Sabrang, Nur memiliki dimensi ruang sementara Cinta memiliki dimensi waktu.
Abu Bakar + Umar + Utsman
+ Ali = Muhammad
Abu Bakar merupakan
manusia kultural yang menemukan Tuhan melalui jalan menyapa orang dan
bersilaturahmi, Umar merupakan manusia radikal yang membutuhkan
benturan-benturan, Utsman merupakan manusia timbangan, dan Ali merupakan
manusia yang mengedepankan inspirasi. Ali tidak membutuhkan proses-proses
seperti yang dibutuhkan tiga sahabat lainnya. Ia menemukan Allah kapan saja.
Semuanya itu ada di dalam diri Muhammad.
Ada teori lain yang bisa
digunakan. Kalau Mekkah saja yang kita terapkan, kita belum Muhammad. Kita
belum bercocok tanam, belum berdagang dengan baik, belum bergaul dengan
keragaman-keragaman, belum rahmatan lil ‘alamin seperti di Madinah. Madinah
merupakan 96,5%-nya Muhammad.
Kalau Ada Serambi Mekkah
Harus Ada Serambi Madinah
“Kalau Aceh menamai
dirinya sebagai serambi Mekkah, Indonesia butuh tempat lain yang menggelari
dirinya sebagai serambi Madinah. Sultan Jogja saya tawari untuk melantik kota
itu menjadi serambi Madinah, tapi ya nggak terlaksana sampai hari ini.”
Islam yang hidup saat ini,
yang dipahami orang non-Islam atas Islam adalah Islam Mekkah, bukan Islam
Madinah. Mereka mengenal Islam yang membedakan, bukan Islam yang menemukan
kesamaan. Madinah adalah ijazah sosial dari penerapan Islam.
Oleh karena itu yang
dilakukan Muhammad pertama kali di Madinah adalah menyebar uang Beliau untuk
UKM-UKM di Madinah sehingga pengusaha-pengusaha kecil dari berbagai golongan
dididik untuk hidup bersama. Ada Muslim, Yahudi, Nasrani, bahkan atheis. Di
situlah baru Muhammad melengkapkan Islam. Islam Madinah inilah yang menjadi PR
kita.
“Terapkan Islam dalam
bertani, misalnya. Dunia ini bukan untuk kita buang. Dunia ini kita pegang,
kita sayang, kita taklukkan menjadi kebaikan. Itu yang namanya Muhammad.
Sekarang kan adanya
manusia parsial, tapi juga nggak parsial benar-benar. Golkar tidak
benar-benar Golkar. PKS yang tidak benar-benar PKS. Kalau benar-benar PKS milih
pemimpinnya yang sesuai dengan ideologi PKS. Ketidakjelasan seperti ini yang
membuat kita tak pernah naik kelas.”
Al Haqqu yang Tidak Jelas
“Menurut aspirasi politik
yang mendasar dalam pemahaman Anda, Orla itu baik atau buruk? Orba itu baik
atau buruk? Kalau misalnya Reformasi itu buruk, apakah lantas yang dilawannya
(Orba) menjadi baik? Al-haqqu tidak jelas pada Anda. Bagaimana
kebenaran politik di Indonesia? Kemudian kamu terpukau dengan orang-orang baru,
euphoria, dan memilih pemimpin hanya karena style-nya. Kamu nggak punya
kejelasan terhadap kebenaran.”
“Anda pikir JK itu siapa?
Di jaman Soeharto siapa JK? Berani dia lawan Soeharto pada masa itu? Ketika itu
saya pidato menantang Soeharto di Makassar, di mana itu JK? Lari dia dari tempat
itu. Kamu ini gumunan, mudah ditipu. Waktu itu siapa yang melawan
Soeharto? Kapan hari rayanya kalau begini?”
“Mari di Maiyah kita
mencari keutuhan kemanusiaan kita masing-masing. Tidak usah dengan skala
Muhammad yang besar, tapi engkau sendiri lengkap. Seluruh potensi yang ada
dalam dirimu kamu hidupkan, kamu dinamiskan, kamu cari harmoni padanya, dan
kamu menjadi manusia yang utuh sebagai dirimu sendiri. Kamu menang pada dirimu
sendiri dan kamu berkuasa atas dirimu sendiri. Kamu tidak perlu juara apa-apa,
cukup juara atas dirimu sendiri. Itulah orang Maiyah. Dan tak perlu menjadi
juara di Indonesia karena tema kita adalah ada Maiyah di dalam Maiyah, ada
Indonesia di dalam Maiyah, dan ada Maiyah di Indonesia, yang harus dihitung
semuanya.”
“Saya kira orang Maiyah
terlalu sempit untuk mengurung dirinya antara Foke atau Jokowi. Kita mengurusi
sesuatu yang lebih luas dan lebih panjang. Apa yang disampaikan oleh Pak
Ramdansyah akan kita elaborasi, kita tarik garis menjadi ilmu ketika pemilihan
kedua maupun sesudahnya. Saya hanya ingin mengingatkan, ayat yang dikutip itu
tadi, pokoknya jangan mengambil wali yang bukan mukmin. Wali adalah mereka yang
kamu mandati untuk mengurus urusan. Ini mohon oleh teman-teman Maiyah dijadikan
pembelajaran.”
“Yang pertama, ada mukmin,
ada muslim, ada nas. Ini Anda memakai pemahaman kualitatif atau kuantitatif?
Bahwa orang yang gugup, yang takut kalah dalam pemilihan kemudian menggunakan
ayat tersebut untuk kepentingan praktis, monggo saja. Tapi kita tidak akan
berada di situ. Kita akan mempelajari.”
“Alquran itu bukan kitab
untuk ummat Islam saja, melainkan untuk semua umat manusia. Rasul Muhammad
merupakan rasul untuk semua umat manusia. Itu bedanya Beliau dengan rasul-rasul
sebelumnya. Maka retorika dan balaghah atau komunikasi dalam Quran harus sangat
kita waspadai secara kualitatif. Misalnya perintah untuk puasa, Yaa
ayyuhalladzina amanu bukan merupakan perintah untuk umat Islam saja. Yahudi
dan Nasrani adalah saudara seiman kita. Bedanya adalah dengan manusia yang
tidak mengacu pada Tuhan. Siapapun saja yang mempertimbangkan hidupnya dengan
meletakkan Tuhan sebagai pertimbangan utama, dialah orang yang beriman.
Terserah mau Yahudi, Kristiani, Protestan. Mereka monotheis, percaya pada Tuhan
yang Satu. Saya tidak akan menuduh Anda secara kuantitatif. Bahkan orang-orang
Jawa yang menganut aliran-aliran kepercayaan, mereka monotheis meskipun
prosedur pencarian keimanan mereka melalui jalan mencari sendiri.”
“Di dalam Alquran tidak
ada ayat Ya ayyuhalladzina aslamu. Jadi kewajiban puasa untuk seluruh
umat manusia. Perkara mereka tidak merasa, Tuhan tidak masalah dengan semua
itu. Tuhan tidak tergantung sama kita, meskipun Dia rendah hati dengan manjadi
Asy-Syakur. Kita yang butuh Tuhan karena kita ingin selamat dalam menjadi apa yang
dimaksudkan Tuhan pada penciptaannya.”
“Jokowi mukmin atau tidak?
Bukan mulutmu yang menjadikan Allah cinta padamu, melainkan ketulusan hatimu.
Kok bertengkar mengenai mukmin? Semua mukmin kok. Allah Mahakaya kok manusia
memiskinkan diri. Di dalam kekayaan itu tumbuh pohon yang bernama kegembiraan.
Akarnya bernama keikhlasan.”
“Ya ayyuhannas, di situ
belum ada konteks mengaitkan dengan Tuhan. Di dalam Maiyah ada konsep : naas,
ketika jamak menjadi insan. Kemudian ada ‘abdun, di mana dia melihat dirinya sebagai
hamba Allah. Ketiga ada khalifatun, yakni ketika ia melihat dirinya sebagai
mandatarisnya Allah yang mengurusi urusan-urusan. Jadi, saya kira Panwaslu
ketawa-ketawa aja.”
“Di dalam Alquran, ayat
hukum hanya 3,5%, selebihnya merupakan ayat diskusi dan komunikasi. Misalnya
ada 3 perda tentang poligami. Pertama, tidak boleh! Kedua, silahkan berpoligami
tapi tanggung sendiri. Asal bisa adil, silahkan. Ketiga, sama sekali tidak
boleh. Haram, karena Allah mengatakan sendiri, ‘Sesungguhnya kamu wahai laki-laki
tidak akan mungkin berbuat adil walaupun engkau sangat menginginkannya’. Allah
telah berkata.”
“Cak Fuad telah
mengkonfirmasi bahwa teman seiman adalah semua, teman Kristen, teman Yahudi.
Mungkin ada sedikit kritik tentang Trinitas, tapi saya tidak melihat umat
Nasrani di Indonesia trinitas-trinitas amat.”
“Kita terjemahkan Tuhan
sebagai pemarah di Indonesia, padahal kita marah itu kan karena kita memiliki
kepentingan dan kepentingan itu terlukai oleh pihak lain. Sementara Tuhan tidak
punya kepentingan apapun. Ketika Tuhan mengatakan bahwa Dia marah, itu adalah
kemesraan-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya.”
Konsep Tuhan yang pemarah
menimbulkan adanya anggapan bahwa orang berpuasa harus dihormati. Tapi tidak
dengan Maiyah, yang berani mengatakan bahwa orang berpuasa untuk mendidik
dirinya supaya bisa menghormati orang lain. Justru kita yang menghormati.
Maiyah adalah Forum yang Supra-Intelijen
“Poin berikutnya adalah :
kalau orang intelijen punya 4 level cara memandang sesuatu. Ibarat wartawan,
Anda tidak akan memberitakan yang Anda sudah tahu dan publik juga sudah tahu.
Ini level pertama. Level kedua yang harus Anda cari untuk Anda beritakan, yakni
yang publik belum tahu, tapi Anda tahu. Level ketiga, publik sudah tahu tapi
Anda belum tahu; maka turunlah Anda ke lapangan untuk mencari tahu. Maiyah adalah
supra-intelijen. Yang kita cari dan kita lahirkan di setiap Maiyah adalah yang
publik belum tahu dan kita juga belum tahu, yang baru kita tahu setelah
ber-Maiyah.”
“Seperti yang Cak Dil
katakan, pendidikan, kebudayaan, politik, agama, menyediakan ruang untuk
perjodohan antara mikroba dan benih. Di dalam diri kita juga terdapat tanah
yang luas, sungai yang panjang, dan lautan yang tidak terbatas. Di situ kita
ciptakan ruang-ruang untuk perjodohan-perjodohan. Karena Allah menciptakan
segala sesuatu dengan nafsu untuk menjodoh-jodohkan Diri-Nya.”
“Masa Tuhan bikin Alquran
hanya untuk orang Islam? Hanya untuk MUI, NU, atau Muhammadiyah? Alquran
untukmu semua, bahkan untuk pohon-pohon, daun-daun, dan semuanya. Bahkan
gunung-gunung pun bisa berbicara andai saja kau bisa menangkap bahasanya.”
“Saya gembira hari ini
mendengar ungkapan-ungkapan Cak Dil. Saya ngomong masalah sosial karena
dia nggak mau aja. Sebenarnya ahlinya dia. Silaturahminya ke
seluruh pelosok Indonesia tidak pernah habis. Dia tidak pernah sakit dengan
tubuh sekurus itu. Dari Jombang mau ke Jogja saja sempat mampir ke Jember.
Energi silaturahminya luar biasa, ilmu sosialnya tidak tertandingi. Saya sempat
gemes menyuruh dia menulis, tapi tak pernah berhasil karena sejak tahun
‘76 dia sudah putus asa sama media massa, sementara saya membutuhkan 30 tahun
kemudian untuk putus asa. Saya sangat gembira malam ini karena InsyaAllah KC
malam ini bukan hanya yang terbaik tapi juga penuh berkah. Soal Jokowi dan Foke
kan soal kecil. Kita asuh saja mereka, tidak ada masalah. Indonesia itu
panjang, tidak bisa terjajah.”
“Jangan terlalu meregulasi
hidupmu. Kamu itu ahsani taqwim. Kamu itu masterpiece-nya
Tuhan. Kamu tidak perlu motivasi-motivasi.”
“Saya kira manusia
Indonesia akan mengagetkan manusia dunia pada waktunya. Karena dulu, mulai
generasi ke-4 dari Nabi Adam ada Anwar dan Anwas. Anwas menurunkan Yahudi,
Arab, dan Eropa. Anwar lahir dari campuran manusia, malaikat, dan iblis. Dari
Anwar inilah lahir orang-orang Jawa. Anda itu begitu mudah menggabungkan iblis
dan malaikat menjadi pengantin. Maka bukan hal aneh jika tiba-tiba menjadi
Muslim semua kalau Ramadhan, bukan aneh jika kita mampu menipu orang di depan
Ka’bah, dan seterusnya.”
“Mudah-mudahan bulan depan
Cak Dil betul-betul nasinya kita makan. Saya kagum. Dia adik saya nomer dua,
jadi dia anak keenam. Kami sama-sama tidak sekolah, dan itulah yang menyebabkan
hari ini kami bisa bertemu di sini.”
(Sumber: Redaksi Kenduri Cinta / Ratri Dian Ariani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar