Ahad, 010309
Perusak Hati
"Ngomong kok nggak jelas gitu sih? Jangan terlalu cepat dong ritmenya. Atur nafas dan konsentrasi terhadap setiap kata yang hendak kita keluarkan dan lontarkan!
Kalau ngomong kita nggak jelas gitu, kan kasian pendengarnya. Bingung dia. 'Nih orang ngomong apaan sih? Ngomong kok wes-wes gitu'." demikian Kiai Jihad tiba-tiba memprotes salah satu pengisi acara pengajian bulanan Ahad pagi ini.
...
Kiai Jihad mengawali ceramahnya dengan membacakan sebuah hadits yang artinya:
"Sesungguhnya dalam jasad itu ada 'mudghoh' (segumpal daging). Apabila ia baik maka baik pulalah seluruh jasad. Dan, apabila ia rusak maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati."
Kiai Jihad juga berkata: "Al qolbu ro-sul jawaarih." (Seluruh anggota badan yang ada di tubuh kita ada pemimpinnya. Siapakah gerangan pemimpin mereka tersebut? Tidak lain dan tidak bukan pemimpin "Al Jawarih" kita adalah hati.)
Ternyata kesehatan fisik pun sangat bergantung dari kesehatan hati kita. Orang yang hatinya sehat adalah orang yang lapang dada dan ikhlas dalam menerima segala kenyataan yang menimpa hidupnya.
Orang yang hatinya penuh penyakit (dendam, iri hati, dengki, sombong, dan lain-lain) dan berpikiran sempit akan mudah terserang penyakit secara fisik.
Hal ini dikarenakan dia tidak menerima dan mensyukuri apa yang ia punya dan penuh dengan beban pikiran.
Orang yang datang kepada Allah dengan hati yang tenang ("qolbun salim") maka berbahagialah kehidupannya di akhirat kelak. Tapi kalau hati kita tidak tenang maka celakalah masa depan.
Sebagai sebuah ilutrasi adalah ada seorang murid dipanggil oleh kepala sekolah. Kalau dia merasa tidak bersalah maka dengan hati yang tenang ia pasti akan memenuhi panggilan tersebut.
Namun jika ia merasa punya salah, ketika berjalan menuju kantor kepala sekolah maka dadanya pasti terasa "dag-dig-dug", perasaan tak karuan, pikiran kacau, dan wajah berkeringat.
Adapun yang merusak hati itu ada enam perkara:
Pertama, melakukan dosa kecil dan besar setiap hari tapi malah mengharapkan rahmat.
Rahmat Allah tidak akan turun selama melakukan dosa. Itu sama saja angan-angan yang kosong (angan-angan yang menipu).
Misalnya kita mau menjadi dokter tapi nggak mau belajar masalah kedokteran, mana mungkin kita jadi dokter? Orang yang belajar masalah kedokteran aja belum tentu jadi dokter apalagi yang nggak belajar.
Maksiat sama dengan laknat. Taat itu rahmat. Jadi antara maksiat dan rahmat itu sama seperti tanwin dan alif lam yang tidak pernah akan bisa bersatu (dalam ilmu nahwu).
Sekarang bagaimana mau turun rahmat dalam hidup kita, lah wong yang selalu kita kerjakan maksiat bukannya taat. Kalau sudah taat barulah boleh kita berharap mendapat rahmat.
Kedua, mengetahui sebuah ilmu namun tidak mengamalkannya.
Ketiga, beramal tapi tidak ikhlas.
Ketika kita melakukan sesuatu tapi ada tujuan, cita-cita, dan interest itu akan berpotensi menimbulkan sakit hati.
Keempat, suka makan rezeki Allah tapi tidak suka bersyukur.
Kelima, kerap memakamkan jenazah namun tidak juga kita bersungguh-sungguh untuk mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut.
Keenam, tidak pernah ridho dengan segala pemberian Allah.
Itulah enam hal yang harus dihindari agar hati kita tidak rusak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar