Cibubur, Ahad, 201209
Budaya yang Tercerabut
Oleh: Mohamad Istihori
Sebelumnya saya sangat berterima kasih kepada KH. Asep Masykur yang telah memberikan pencerahan pada Ahad pagi ini. Meski obrolan kami terbilang sangat singkat, itu pun ngobrolnya sambil sarapan nasi uduk yang rutin dihidangkan Pak Warso setiap selesai pengajian Ahad pagi di Musholah ar Rohmah.
Kiai yang pernah kuliah di IPRIJA (Institut Pembinaan Rohani Islam Jakarta) itu membuka obrolan pagi kami kali ini dengan mengatakan bahwa kuatnya agama Islam di Indonesia ini karena nilai-nilai Islamnya tertanam kuat dalam setiap budaya masyarakat Indonesia.
Berbeda dengan Spanyol atau Turki. Mengapa Islam bisa "lenyap" dari negara tersebut? Hal tersebut karena agama Islam pada negera tersebut tercerabut dari budaya masyarakatnya.
Bagi mereka, apalagi saat ini jangan sekali-kali berpikir untuk memasukkan Islam dalam segala sendi kehidupan. Itu artinya Islam bagi mereka harus dipisahkan dari budaya, politik, ekonomi, dan sosial kehidupan mereka.
Kalau nilai-nilai Islam diterapkan secara kaaffah dalam segala sendi kehidupan bernegara dan bermasyarakat, bagi mereka itu cuma ngerepotin mereka saja.
Hal ini sangat berbeda dengan keadaan Islam di Indonesia. Sejak awal penyebarannya, Islam diakrabkan, dikombinasikan, dimasukkan, dan disinergikan dengan kebudayaan yang ada pada masyarakatnya.
Namun sangat disayangkan hal ini tidak disadari oleh semua kalangan. Makanya jangan heran kalau tiba-tiba ada orang mengharamkan Mualid, melarang membacaan sholawat Barjanzi, atau mem-bid'ah-bid'ah-kan Yasinan dan Tahlil.
Dikit-dikit haram. Sebenar-sebentar bid'ah. Saeutik-saeutik sesat. Sungguh sangat disayangkan kalau budaya membaca sholawat Barzanji ketika merayakan hari ulang tanggal dan bulan (yang akrab meski salah, dibilang oleh orang Indonesia ulang tahun) dihilangkan.
Yang banyak dan marak saat ini malah merayakan hari ulang bulan di KFC atau di Mc D. Budaya membaca Yasin atau Yasinan diganti dengan ngobrol-ngobrol teu puguh tiap malam Jum'ah setelah Maghrib.
Padahal para wali udah capek-capek meluruskan budaya yang tidak benar agar tidak menyimpang dari ajaran Islam. Walau pun memang masih banyak di masyarakat kita budaya yang bertentangan dengan nilai Islam. Hal ini sebenarnya dikarenakan masih ada yang belum mampu memilah, memilih, dan membedakan antara budaya dan agama.
Padahal batas agama dan budaya kan sudah sangat jelas. Kalau agama datang langsung dari Allah. Maka nilai kebenaran yang berlaku dalam agama adalah mutlak dan tidak bisa ditawar.
Sedangkan kebenaran budaya itu relatif. Karena budaya adalah usaha manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah. Maka kalau ada budaya yang malah justru menjauhkan manusia kepada Tuhan-nya maka itu sebenarnya bukan budaya.
Maka tugas kita semualah, manusia, sebagai khalifah Allah di muka bumi ini untuk merubah format budaya yang menjauhkan manusia dari Tuhan-nya menjadi budaya yang menjadikan setiap manusia menjadi lebih mengenal dan akrab dengan Tuhan.
Maka dari itu tantangannya sekarang adalah bagaimana menumbuhkan kreativitas kita, sense of art and culture, naluri berkesenian dan berkebudayaan kita agar mampu menciptakan budaya tanding atas budaya-budaya yang nggak bener yang semakin hari semakin merajalela.
Bukan malah mengharam-haramkan dan melarang orang untuk mengekspresikan pemahaman agama lewat kekayaan budaya yang mereka miliki.
Apalagi, dunia internasional pun tahu, bahwa Indonesia itu sangat kaya dengan budaya. Sangat sayang kalau satu per satu budaya kita sedikit demi sedikit tercerabut dan untuk kemudian diakui dan diklaim oleh negara lain.
Manusia mampu menemukan Tuhan melalui apa saja yang telah Tuhan ciptakan bagi manusia. Termasuk budaya. Kalau ada orang melarang penyelenggaraan budaya (yang tentu saja tidak melanggar dan menyimpang dari nilai-nilai agama), itu sama saja ia melarang orang lain untuk mendekatkan diri dan mengenal Tuhan-nya.
Maka berhati-hati dan waspadalah wahai saudaraku. Jangan terlalu cepat kau ambil keputusan untuk melarang, mengharamkan, dan mem-bid'ah-kan budaya bangsamu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar