10/11/2012
Sayap-Sayap Kerbau
Oleh: Muhammad
Ainun Nadjib
Di tengah padang yang terbuka luas, dua orang musafir
berdebat tentang sebuah titik hitam yang tampak nun jauh di depan. Yang seorang
menyatakan, titik itu tak lain seekor kerbau. Sementara lainnya sangat
meyakini, itu seekor banteng.
Riuh rendah mereka berdebat dengan argumentasinya.
Karena tidak ada titik temu, satu-satunya jalan yang mereka sepakati adalah
bersegera mendatangi titik itu ke tempatnya.
Maka, mereka pun berjalan menyusuri padang, sambil
terus berdebat, beradu wacana, mempertandingkan acuan, referensi dan
pengalaman. Sampai akhirnya mereka hampir tiba di titik yang dituju. Namun,
sebelum mereka melihat persis apa gerangan ia, titik itu tiba-tiba melesat,
terbang dari tempatnya, melayang-layang ke angkasa.
“Burung!” kata salah seorang, “Apa saya bilang”.
“Tidak bisa!” sahut lainnya.
Keduanya berlari mendekat, meskipun si benda terbang
itu melesat makin jauh dan tinggi. Akhirnya, mereka berhenti dengan sendirinya
dengan napas terengah-engah.
“Kerbau!” kata orang kedua.
“Kerbau bagaimana?” orang pertama membantah, “Sudah
jelas benda itu bisa terbang, pasti burung!”
“Kerbau!” orang kedua bersikeras, “Pokoknya kerbau!
Meskipun bisa terbang, pokoknya kerbau!”
Saya doakan dengan tulus ikhlas semoga Allah
melindungi Anda dari kemungkinan memiliki teman, saudara, istri, rekanan kerja,
direktur, bawahan, pemerintah, penguasa, pemimpin atau apa pun, yang wataknya
seperti si pengucap kerbau itu.
Kalau nyatanya Anda telanjur memiliki sahabat
kehidupan yang habitat mentalnya seperti itu, saya hanya bisa menganjurkan agar
Anda bersegera menyelenggarakan ruwatan bagi nasib Anda sendiri. Atau,
tempuhlah cara yang lebih relegius: puasa empat puluh hari, salat hajat tiap
malam, mencari wirid-wirid paling sakti yang memungkinkan Anda terlindung oleh
para malaikat Allah dari spesies manusia semacam itu.
Cobalah kata “kerbau” itu Anda ganti dengan kata lain.
Umpamanya reformasi. Kata “terbang” bisa Anda ganti dengan kata lain, yang
relevan terhadap reformasi. Ucapkan kata-kata semacam tokoh kita itu, “Meskipun
saya mempertahankan agar segala sesuatunya harus tetap mapan, stabil dan buntu,
tapi yang penting pokoknya saya ini pendukung reformasi!”
“Meskipun saya bisa sampai ke wilayah yang serba
menggiurkan ini, serta duduk di kursi yang penuh wewangian ini berkat proses
dan mekanisme nepotisme dan feodalisme, tapi yang penting pokoknya saya
antinepotisme”.
“Meskipun terus terjadi ketertutupan, pembungkaman dan
pemusnahan, tapi pokoknya ini keterbukaan dan demokrasi”.
“Meskipun saya berbuat tidak adil, tapi pokoknya saya
anjurkan agar saudara-saudara berbuat adil”.
“Meskipun habis-habisan saya melanggar hukum, tapi
pokoknya saya ini penegak hukum”.
“Meskipun sebagai pihak yang diamanati oleh rakyat dan
digaji oleh rakyat, saya tidak pernah minta maaf kepada rakyat atas terjadinya
kebangkrutan negara dan krisis total, tapi yang penting pokoknya saya bukan
pemerintah yang buruk”.
“Meskipun kita kandas di landasan, tapi yang penting
pokoknya ini adalah tinggal landas”.
“Meskipun harga bukan hanya naik tapi lompat galah,
yang penting pokoknya ini bukan kenaikan melainkan penyesuaian”.
Memang tidak ada makhluk Tuhan yang cakrawala
kemungkinannya melebihi manusia. Manusia adalah sepandai-pandainya makhluk,
namun ia bisa menjadi sedungu-dungunya hamba Tuhan. Ular saja mengerti persis
kapan ia harus makan, seberapa banyak yang sebaiknya ia makan, serta kapan ia
mesti berhenti makan. Sementara manusia makan kapan saja, menangguk keuntungan
tak terbatas sebanyak-banyaknya — seandainya ia tak dibatasi oleh maut.
Manusia itu paling lembut, tapi ia juga yang paling
kasar. Manusia bisa mencapai kemuliaan kepatuhan kepada Tuhan, namun ia juga
mampu melorot ke titik paling nadir untuk bandel, mokong, mbalela dan
makar. Untunglah, Allah itu sendiri adalah khoirul makirin:
sebaik-baiknya pelaku makar.
Manusialah mahluk Allah termulia. Ahsani
taqwim. Tapi ia juga yang paling hina dan paling rendah. Asfala
safilin.
Doa kita hanya sekalimat: “Ya Allah, makhlukMu
yang asfala safilin, tolong jangan izinkan punya kekuasaan dan
memegang senjata. Amin.”
Diposkan oleh Agung Aja di
Minggu, November 11, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar