Senin, 30 Juli 2012

Dialog Mat Semplur dengan Kiai Jihad

Senin, 30 Juli 2012

Dialog Mat Semplur dengan Kiai Jihad

Oleh: Mohamad Istihori

Mat Semplur, "Pak Kiai mana yang benar, yang sholat tarawihnya 8 rokaat apa yang 20?" "Dua-duanya benar kok. Yang salah itu yang nggak tarawih. Malah main petasan dan sibuk nonton sinetron." ujar Kiai Jihad.

Mat Semplur, “Pak Kiai mana yang betul, yang Shubuhnya pake qunut apa yang nggak?” “Keduanya betul. Kan keduanya sama-sama punya dalil. Yang kurang ajar itu yang nggak Shubuh karena abis sahur dia langsung tidur. Begitu bangun malah langsung berangkat kerja.” ujar Kiai Jihad.

Mat Semplur, “Pak Kiai mana yang lebih tepat, yang puasa pertamanya dengan metode hisab apa yang pake ru`yatul hilal?” “Keduanya sah-sah aja. Yang membuat aku resah itu sama orang yang ngaku Islam tapi di bulan Ramadhan dia nglepus seenak udelnya di hadapan umum padahal saudaranya yang non-muslim ikut berpuasa untuk menghormatinya. Kalau makan pun ia ngumpet-ngumpet.” ujar Kiai Jihad.

Mat Semplur, “Pak Kiai mana yang lebih utama, belajar apa mengajar?” “Keduanya sama-sama memiliki keutamaan dan kemuliaan di sisi Allah. Karena hakekat mengajar itu adalah saat kita belajar. Dan, hakekat belajar itu adalah saat kita mengajar. Yang kurang ajar itu adalah seseorang yang nggak punya jiwa pembelajar.” ujar Kiai Jihad.

Rabu, 25 Juli 2012

Ilmu Nutur

Ilmu Nutur

Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah: ‘Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami” (QS. At Taubah : 51). Ayat ini menenangkan hati orang-orang mukmin yang bertauhid, bahwasanya taqdir Allah telah ditetapkan, dan kehendak-Nya juga telah Dia putuskan. Apa yang bisa dilakukan tinggal bertawakkal kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan mengambil sebab-sebab yang syar’i.


Pada masa jahiliah :
1. Mereka benci dengan bersin, dan merasa sial dengannya
2. Orang yang bersin justru didoakan kebinasaan.

Pada masa Islam :
1. Seorang yang bersin memuji Allah dan berharap bersin tersebut akan membawa manfaat bagi jasmaninya 2. Seorang yang bersin justru didoakan rahmat, jika ia mengucap hamdalah.


Tahqiq tauhid, mengamalkan tauhid dan melaksanakan segala konsekuensinya, adalah penghapus dosa yang terbesar. Dalam hadits qudsi yang shahih, ”Wahai anak Adam kalau kau datang pada-Ku dengan dosa sepenuh bumi kemudian kau menjumpai-Ku tanpa menyekutukan-Ku dengan sesuatu apapun pasti Aku kan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi juga”.

Kalau mau tidur, coba lakukan sebuah sunah yang ringan berikut ini.
1. Tidurlah dengan posisi perut kananmu ada di bawah (menghadap kanan)
2. Kemudian letakkan tanganmu di pipi
3. Kemudian berdoalah, “Bismika allahumma amuutu wa ahyaa”.
Demikian sunah Nabi kita tercinta shallallahu ‘alaihi wa sallam

Kenyamanan, engkau tidak akan dapat merasakannya, kecuali setelah kerja keras dan berlelah letih.
@Dr_almosleh (Dr. Khalid Al Mushlih, dosen fiqh pada Universitas Al Qashim, Saudi Arabia)

Bila Anda membatasi sisi pandang Anda dengan sesuatu maka Anda tidak akan dapat melihat hal lain selainnya. Bila Anda memenuhi ruang pertimbangan dalam hati Anda dengan sesuatu maka Anda tidak akan dapat memahami hal lain. Jadi, Anda tidak akan dapat melihat kebenaran Allah, bila Anda menutup sisi pandang dan ruang hati Anda dengan “kebenaran” yang lain.

Ibrahim ‘alaihissalam berdoa memohon pemahaman dalam masalah agama, diberikan petunjuk atasnya, dan penjelasan agar dapat beribadah kepada Allah diatas ilmu dan bashirah. Maka beliau berkata, “Wa arina manasikana”, dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami. (QS. Al Baqarah : 128). Ya Allah, berilah kami rizki berupa ilmu dan amal yang ikhlas lagi mutaba’ah (mengikuti petunjuk Rasul shallallaahu ‘alaihi wa sallam -pent).

Barang siapa yang tidak pernah merasakan sakit, ia tidak akan pernah merasakan nikmat.


‘Rabbii, Wahai Rabb-ku’, ialah kata termula yang diucap para Nabi dan Shalihin, di tiap kegentingan, semua keadaan, segala ketika, dan hal yang berkelindan. Mereka mulai dengan “Rabbi”, tiap syukur atas kenikmatan, semua aduan atas sakit dan beban, segala pinta atas hal mulia yang dihajatkan.


Empat hal yang bisa membuat wajah semakin bersinar : menjaga kehormatan, balas budi, sifat dermawan, dan sifat takwa. Empat hal yang mengumpulkan kebencian dan kemarahan : kesombongan, hasad, dusta, dan adu domba.


Betapa sulit menangis untuk perkara yang tidak diharapkan, betapa sulit meminta sesuatu yang jaraknya sejauh bintang, betapa sulit berkorban demi orang yang tidak tahu rasa terima kasih.


Betapa banyak kata-kata (nasehat) telah menghidupkan kembali harapan dan membuka kesadaran. Maka janganlah engkau pelit untuk melakukannya, karena kata-kata (nasehat) yang baik adalah sedekah.


Sesungguhnya tolong menolong dalam berdakwah di jalan Allah dan beramal untuk agama Islam adalah hal yang agung. Dan merupakan kewajiban bagi kita semua untuk tolong menolong, khususnya pada hari ini saat musuh mengepung, dan banyaknya kebathilan beserta para pelakunya.

Selasa, 24 Juli 2012

Puasa dan Kejujuran

Sabtu, 21-07-2012

Puasa dan Kejujuran

Oleh: Mohamad Istihori

Yaa ayyuhal ladziina aamanuu kutiba `alaikumush shiyaamu kamaa kutiba `alal lazdziina min qoblikum la`allakum tattaquun.

Sangat jelas dalam ayat di atas bahwa yang dipanggil oleh Allah untuk melaksanakan puasa adalah orang-orang yang beriman. Maka redaksi ayat di atas adalah yaa ayyuhal ladziina aamanuu..., bukan yaa ayyuhal ladziina aslamuu...

Mengapa demikian? Tentu ada maksud yang tersembunyi dari Allah. Mengapa yang layak, pantas, dan patut untuk mengemban dan menjalankan perintah/kewajiban puasa hanya orang-orang yang tingkat rohaninya sudah mencapai tingkat iman?

Namun sebelum lebih dalam kita membahas hal tersebut, terlebih dahulu kita pahami tentang asal-usul kata iman itu sendiri. Kata iman adalah masdar dari fi`il madhi aamana- yu-minu – iimaanan. Orangnya disebut mukmin. Nah orang kalau sudah ngaku beriman jangan GR, jangan merasa aman dari hal-hal yang berada di luar harapannya karena Allah pasti akan memberikan AMANAH.

Nah kalau terbukti ia mampu mengemban amanah yang telah Allah berikan berupa apa saja. Apa itu berupa istri, suami, anak, rumah, pekerjaan, pangkat sosial, dan termasuk ke dalam amanah Allah juga yaitu puasa di bulan Romadhon, maka ia pantas untuk mendapatkan titel/gelar al Amin: orang yang dapat dipercaya.

Maka sebagai contoh sederhana untuk menjelaskan antara hubungan puasa dengan kejujuran bisa kita ambil dari sejarah hidup Rosulullah Muhammad Saw: beliau itu kan masa remajanya dihabiskan untuk bekerja yakni menggembalakan kambing atau hewan ternak masyarakat kafir Quraisy ketika itu.

Dan, dalam menggembalakan kambing/hewan ternak ini tidak pernah sekalipun Rosul mengambil kambing majikannya meskipun kambing yang beliau gembalakan jumlahnya melebihi jumlah pertama kali beliau dititipkan/diamanahi.

Perkembangbiakan hewan yang ia gembalakan tidak kemudian menggodanya untuk mencuri meski saat itu beliau hidup dalam keadaan yang sangat miskin meski tidak sampai pada keadaan fakir. Maka wajar, karena beliau mampu menjalankan amanah yang ada padanya, beliau mendapatkan gelar al Amin/orang yang dapat dipercaya.

Sekarang kita sebagai seorang mukmin (orang yang beriman) sebenarnya juga diamanati oleh Allah berupa puasa di bulan Romadhon. Kalau yang mengamanati puasa ini bukan Allah mungkin kita bisa menipunya.  Artinya kepada selain Allah mah kita bisa sangat berpura-pura puasa tapi begitu ia lengah kita bisa mencari ruang sepi, seluruh pintu dikunci lalu kita bisa makan, minum, ngopi, dan lain sebagainya. Lalu keluar kamar kembali berakting berpura-pura seperti orang yang sedang berpuasa.

Maka kalau yang mengamanati puasa itu misalnya bukan Allah, nggak perlu sama sekali titel al Amin untuk berpuasa. Artinya orang di luar tingkat mukmin bisa saja berpuasa dan dinyatakan lulus puasanya dengan cara bohong seperti tadi.
Tapi masalahnya sekarang yang mengamanati puasa kepada kita adalah Allah. Yang tidak ada sedikitpun ruang dan waktu yang bisa luput dari pengawasan dan penglihatan Allah. Allah itu satu mengepung semua manusia yang ada di dunia yang jumlahnya bermilyar-milyar bahkan bertrilyun-trilyun. Sedangkan kita manusia untuk mengepung satu maling saja butuh minimal 10 orang.

Maka karena yang mengamanati puasa ini adalah Allah yang hanya bisa menikmati, bersungguh-sungguh, dan diterima puasanya oleh Allah adalah orang yang memang sudah terbiasa mengemban, menjalankan, dan menjalankan dengan tuntas...tas...tas... segala apa saja yang Allah amanati dalam kehidupannya.

Oleh karena itu sangat simpel sebenarnya untuk mencari tahu apakah kita ini termasuk orang yang diundang oleh Allah untuk berpuasa atau malah yang sama sekali tidak pantas. Orang yang mendapat undangan puasa dari Allah ini adalah orang yang ketika Romadhon datang padanya ia merasa senang, ia menikmati setiap detik selama sebulan di bulan Romadhon, dan puasa baginya bukanlah penghalang dari menjalankan segala rutinitas yang biasa ia lakukan sehari-hari.

Tapi jika ia kesal dengan datangnya bulan Romadhon, menjadi lebih malas untuk beraktivitas, menganggap bahwa Romadhon adalah penghalang dari kemajuan yang hendak ia gapai maka ketahuilah wahai saudara-saudaraku bahwa kita belumlah termasuk orang-orang yang diundang oleh Allah untuk berpuasa di bulan Romadhon.

Senin, 02 Juli 2012

Kecewa? Kok Bisa?


Ahad, 010712

Kecewa? Kok Bisa?

Oleh: Mohamad Istihori

Saya heran, mengapa kok harus ada orang yang kecewa iya setelah ia melakukan kebaikan? Padahal kan kita tahu bahwa ia punya Tuhan. Kecuali ia atheis iyo.

“Ia mungkin memang orang yang beragama tapi orang yang seperti ini biasanya justru menggunakan agama demi untuk mendapatkan keuntungan dunia. Jarang banget kali orang sekarang yang serius menjalin hubungan dengan Tuhan. Kebanyakan orang sekarang itu setengah hati dengan Tuhannya. Artinya ia bertuhan hanya ketika bertuhan itu menguntungkan. Tapi begitu diajak berjuang satu per satu mereka permisi atau dengan basa-basi berkata, ‘Iya duluan aja entar saya mah nyusul.’” celoteh Mat Semplur.

Meskipun setelah kita melakukan sebuah kebaikan tapi tidak ada satu orang pun yang menghargai tapi kan ada Tuhan yang melihat amalan atau perbuatan kita tersebut.

So mengapa kita bisa kecewa kalau Tuhan yang utama? Bila kita masuk WC umum yang kebetuan WC-nya belum disiram, iya siram saja sama kita. Jangan kemudian malah kita tambah kotorin. “Ah tanggung orang-orang sebelum saya saja kencingnya nggak disiram, sekalian aja gua kencing di sini juga nggak disiram.”

Atau mengeluh sana-sini tanpa melakukan perubahan yang nyata dan pasti. Kiai Jihad menasehati, “Loh jangan kayak gitu. Berbuatlah ihsan. Ihsan itu adalah kewajiban yang sedikit pun kita tidak punya kewajiban untuk menunaikannya tapi kita melakukannya. Maka kita memiliki derajat dan kemuliaan yang sangat tinggi di hadapan Tuhan.”