Kamis, 28 Mei 2009

Allah, Ilmu, dan Ulama

Rabu, 270509

Allah, Ilmu, dan Ulama

Oleh: Mohamad Istihori

Dalam surat Fatir ayat 28, Allah berfirman: "Innamaa yakhsyallah min 'ibaadihil 'ulama." Menurut pandangan mayoritas ulama ayat 28 surat Fatir tersebut artinya adalah "Yang takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya adalah ulama."

Lafadz Allah menjadi "maf'ul bih" (objek) maka dinashabkan. Sedangkan lafadz ulama berposisi sebagai "fi'il" (subjek) maka dirofa'kan. Sehingga ayat di atas kalau diberi baris secara lengkap menjadi: "Innamaa yakhsallaha min 'ibaadihil 'ulamaa_u."

Dari 'irob yang demikian memberikan penjelasan kepada sidang pembaca tentang syarat utama seorang ulama yaitu orang yang takut kepada Allah. Jadi yang pantas disebut ulama itu bukan hanya dilihat legal-formalnya saja, misalnya yang memakai peci, sorban, jilbab, dipanggil pak ustadz atau bu ustadzah, atau yang sering diundang ceramah.

Aku ajak engkau wahai saudara-saudaraku untuk memperluas cakrawala dalam menilai apa saja yang hadir dalam kehidupan kita masing-masing agar tidak menilai keulamaan seseorang karena terpaku pada profesi atau titel yang ia sandang.

Ulama itu bisa berprofesi sebagai seorang dosen, jenderal, sopir, ustadz, budayawan, seniman, atau bahkan politikus sekalipun. Pokoknya asalkan dia "yakhsyallaha" (takut kepada Allah) maka dia layak dipanggil ulama.

Namun ada sebagian pendapat yang mengatakan bahwa ayat tersebut bukan dibaca "Innamaa yakhsyallaha min 'ibaadihil 'ulamaa_u." Tapi dibaca "Innamaa yakhsyallahu min 'ibaadihil 'ulamaa_a."

Pendapat tersebut merofa'kan lafadz Allah karena menjadi "fa'il" (subjek) dan menashabkan lafadz "al-ulamaa" karena menjadi "maf'ul bih" (objek). I'rob yang demikian ini mendatangkan pemahaman bahwa Allah mengagungkan ("yu'adzdzimu") orang-orang yang berilmu (ulama) di antara hamba-hamba-Nya.

Pendapat ini menafsirkan lafadz "yakhsya" (takut) dengan lafadz "yu'adzdzimu" (mengagungkan).

Kedua, bagi mereka ayat ini merupakan dalil dari keutamaan 'alim/'ulama/ahli ilmu daripada 'abid/ahli ibadah. Hanya dengan ilmulah setiap orang mampu memahami dan memaknai ibadah yang dilakukan. Tanpa ilmu ibadah hanya akan menjadi sekedar formalitas.

Senin, 25 Mei 2009

Kebahagiaan Siapa yang Punya?

Senin, 250509

Kebahagiaan Siapa yang Punya?

Oleh: Mohamad Istihori

Kebahagiaan itu milik semua orang. Setiap orang berhak meraih kebahagiaan menurut cara pandangnya masing-masing. Meskipun tidak akan sempurna di mata orang lain.

Kesuksesan hidup sangat bergantung dengan siapa kita berteman. Jika teman hidup kita satu pandangan dengan kita tentang kebahagiaan dan cara meraih kebahagiaan itu maka kita akan selalu "happy".

Namun jika orang-orang di sekitar kita selalu berbeda dalam memandang kebahagiaan dan cara meraihnya maka kita akan selalu kesepian di tengah-tengah mereka.

Yang kita anggap mendatangkan kebahagiaan dinilai sia-sia oleh orang lain. Yang bernilai bagi kita, remeh bagi mereka. Yang penting dalam hidup, nggak ada harganya di mata mereka.

Jika demikian hidup akan selalu bertentangan. Perpisahan hanya tinggal menunggu waktu. Harapan hanya akan menjadi kenangan. Maka temukanlah kebahagiaan dalam kesendirian maupun bersama orang-orang yang anda cintai.

Minggu, 24 Mei 2009

Ujian Nasional dan Mazhab Psikologi

Kompas, Rabu, 20 Mei 2009

PENDIDIKAN
Ujian Nasional dan Mazhab Psikologi

Oleh: Aje Toenlioe
(Dosen Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Malang)

Secara psikologis pendidikan dapat dikaji menggunakan dua mazhab, yakni mazhab behavioristik dan mazhab humanistik. Bagi behavioristik, pendidikan adalah proses perubahan tingkat laku untuk mencapai tujuan sesuai standar tertentu melalui pembiasaan berbasis stimulus-respon. Bagi humanistik, pendidikan adalah proses aktualisasi diri melalui pemenuhan kebutuhan hidup. Pemaknaan pendidikan yang berbeda oleh dua mazhab ini berimplikasi pada semua unsur pendidikan, baik guru, siswa, tujuan dan isi, strategi, maupun evaluasi.

Dalam hal guru, bagi behavioristik, guru adalah pelaksana pembelajaran sesuai ketentuan standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pihak-pihak di luar dirinya. Sementara bagi humanistik, guru adalah perancang tujuan, isi, strategi, dan evaluasi pembelajaran berdasarkan hasil analisisnya terhadap kebutuhan siswa.

Dalam hal siswa, bagi behavioristik, siswa berkewajiban menjalankan tuntutan guru tanpa kompromi sebagai implikasi logis dari adanya ketentuan standar yang harus dicapai guru. Adapun bagi humanistik, siswa berhak memilah dan memilih tugas sesuai bakat, minat, dan kebutuhannya.

Dalam hal tujuan dan isi pembelajaran, bagi behavioristik, tujuan pembelajaran adalah agar terjadi perubahan tingkah laku berupa bertambahnya pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam diri siswa. Untuk itu, isi pembelajaran bersifat objektif, terstruktur, permanen, dan berstandar tunggal. Adapun bagi humanistik, tujuan pembelajaran adalah agar potensi atau bakat dan minat siswa yang unik berkembang maksimal. Untuk itu, isi pembelajaran bersifat subyektif, tidak terstruktur, temporer, dan multistandar.

Dalam hal strategi pembelajaran, bagi behavioristik, metode ceramah dan "drill" merupakan metode utama. Dalam penataan iklim pembelajaran, digunakan teknik motivasi, penguatan positif, pengalihan, dan hukuman. Adapun bagi humanistik, metode yang tepat adalah metode yang mendorong penemuan oleh siswa, seperti tanya-jawab, diskusi, dan eksperimen. Dalam penataan iklim pembelajaran, digunakan teknik pemenuhan kebutuhan dasar, mulai dari kebutuhan fisik, rasa aman, kasih sayang, sampai harga diri.

Dalam hal evaluasi pembelajaran, bagi behavioristik acuan yang tepat adalah kriteria, dengan penekanan pada hasil belajar. Adapun bagi humanistik, acuan yang tepat adalah nilai rata-rata kelompok, dengan penekanan pada proses pembelajaran.

Mazhab behavioristik dan humanistik adalah dua mazhab dengan keunikannya masing-masing. Diperlukan penataan yang tepat agar penggunaan dua mazhab ini efektif bagi pencapaian tujuan pendidikan. Pada dasarnya, pertama, untuk pendidikan umum dan kawasan kognitif lebih tepat digunakan mazhab humanistik, sementara untuk pendidikan kejuruan dan kawasan psikomotorik dan afektif lebih tepat digunakan mazhab behavioristik.

Kedua, terkait dengan pertama, untuk menghantar siswa sampai pada penguasaan keterampilan teknis tertentu, lebih tepat digunakan mazhab behavioristik, sementara untuk mengembangkan kemampuan berinisatif dan berkreativitas dalam diri siswa, lebih tepat digunakan mazhab humanistik. Ketiga, dalam menata iklim pembelajaran, teknik-teknik dalam kedua mazhab ini digunakan secara sinergis, sesuai keunikan dan kebutuhan siswa.

Di antara dua mazhab psikologi ini, mazhab behavioristik yang kelahirannya diawali penelitian Pavlov (1849-1936) terhadap hewan, lahir terlebih dahulu dan mewarnai praktek pendidikan nasional sejak masa penjajahan sampai saat ini. Dan kita sama-sama tahu, sampai saat ini mutu lulusan pendidikan kita masih tertinggal dibandingkan lulusan negara lain. Pelaksanaan ujian nasional berstandar tunggal, sambil dikawal polisi, adalah contoh paling aktual dan menyedihkan dari puncak gunung es masalah penerapan mazhab behavioristik yang berlebihan dan salah alamat. Dapat dipastikan, mayoritas proses pembelajaran di sekolah-sekolah selama ini amat behavioristik, yang ditandai oleh penyeragaman tujuan, strategi, dan standar evaluasi, dalam kawalan ketat guru, kepala sekolah, dan pihak-pihak terkait. Keterlibatan penulis dalam program sertifikasi guru pun menunjukkan, para guru diperlakukan amat behavioristik.

Sungguh sayang, anggaran pendidikan nasional yang masih terbatas digunakan secara tidak efektif dan efisien karena ketidaktepatan penerapan mazhab psikologi. Ketidaktepatan yang berakibat peran pendidikan sebagai pengembang inisatif dan kreativitas anak negeri ini tetap berjalan di tempat. Apakah karena para petinggi pendidikan nasional tidak cukup paham bagaimana aplikasi mazhab psikologi pada pendidikan? Entah!

Sabtu, 23 Mei 2009

Ilmu Hal dan Ilmu Mustaqbal

Selasa, 190509

Ilmu Hal dan Ilmu Mustaqbal

Oleh: Mohamad Istihori

Ada dua jenis ilmu. Pertama ilmu Hal. Ilmu praktis, ilmu yang kita butuhkan untuk menjawab permasalahan yang kita hadapi saat ini, dan ilmu tentang pekerjaan yang harus dikerjakan dalam waktu dekat.

Menguasainya diperlukan percepatan dalam mempelajari dan memahaminya. Kita dituntut untuk belajar cepat ilmu hal karena keperluan yang mendesak.

Orang yang mau konsentrasi berdagang mesti ilmu halnya adalah ilmu yang berkaitan dengan perdagangan secara mendetail. Orang yang mau menikah maka harus segera belajar hal-hal mengenai pernikahan.

Bagi anak remaja mempelajari ilmu wudhu, sholat, dan do'a sehari-hari merupakan ilmu hal. Karena itu adalah keperluan yang sangat mendesak bagi mereka.

Sedangkan mempelajari haji bagi mereka merupakan ilmu jenis kedua yaitu ilmu mustaqbal. Apalagi anak-anak yang masih usia TK, sangat belum diperlukan ilmu haji. Karena hal itu cuma buang-buang waktu saja. Karena mereka belum begitu membutuhkan ilmu haji.

Adapun kedua-sebagaimana sedikit disinggung di atas-adalah ilmu mustaqbal. Ilmu mustaqbal adalah ilmu tentang pekerjaan yang akan datang.

Kalau pun butuh hanya dipelajari garis besarnya saja. Misalnya ilmu tentang zakat, hanya patut dipelajari oleh orang yang memang memiliki harta untuk dizakati.

Orang yang masih belum memiliki harta untuk zakat tidak wajib mempelajari ilmu zakat. Nanti saja kalau sudah punya harta baru zakat dan belajar tentangnya atau ilmu haji, tidak wajib dipelajari orang yang belum mampu haji.

Ilmu mustaqbal menjadi ilmu hal ketika dalam waktu dekat perkerjaan tersebut akan dikerjakan. Sebagai muslim pada umumnya kita boleh belajar ilmu mustaqbal secara global (garis besarnya) saja.

Namun bagi mereka yang memang konsen di bidang ilmu agama seperti ustadz, ulama, konselor pesantren rehabilitasi , atau kiai mesti belajar ilmu mustaqbal secara mendetail. Meski baru teori saja. Belum praktek.

Episode Kehidupan "Junkie"

Jum'at, 220509

Episode Kehidupan "Junkie"

Sumber: Aisyah Dahlan

=> Apa-apa yang kita omong-omongkan itu akan terus-menerus menjadi peristiwa yang menjadi kenyataan dalam hidup kita.

=> Untuk menolong korban NAZA jadilah supporter bukan malah menjadi pemain.

=> NAZA itu penyakit "relapsing" (kambuh-kambuhan).

=> Yang harus dijauhi oleh pasien NAZA adalah:
1. Teman negatif
2. Stres berat
3. Keadaan-keadaan yang ekstrim.

=> Kerja di Madani itu kalau secara materi nggak bakal dapat apa-apa. Tapi yang membuat para ustadznya bertahan di sini sampai sekarang adalah karena selalu ada perasaan bisa bermanfaat bagi orang lain.

"Khoerunnaas anfa'uhum linnaas." "Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang mampu memberikan manfaat bagi orang lain."

Jumat, 22 Mei 2009

Sarasehan Keluarga Madani

Jumat, 220509

Sarasehan Keluarga Madani

Prof. "Babeh"

=> Istri itu punya perasaan yang halus karena mereka adalah makhluk halus?

=> Keluarga bermasalah adalah jika anak merasa takut ke orang tua atau orang tua takut ke anak. Seharusnya dalam keluarga itu semua anggota keluarga merasa nyaman ketika berhadapan, ngobrol, diskusi, curhat, kumpul-kumpul dengan anggota keluarganya yang lain.

=> Kalau kamu mendapat musibah atau problem dalam kehidupan itu berarti kamu sedang dinilai oleh Allah bukan sedang diuji. Jadi mulai sekarang tolong ganti kata diuji dengan dinilai.

=> Sabar itu tidak mengeluh. Sabar itu menghadapi segala sesuatu. Karena sesuatu itu jangan dipikirkan secara mendalam. Tapi hadapilah secara mendalam.

Segala kepahitan hidup yang kita rasakan saat ini bukanlah kesalahan Allah. Ia merupakan kalkulasi dosa-dosa kita di masa lalu. Kalau memang kita merasa orang baik maka berbahagialah karena kita sedang dinilai.

Dan, saat itulah kesempatan bagi kita untuk naik derajat menjadi orang yang lebih mulia. Apa kita mau mendikte Allah agar Ia selalu menuruti segala apa yang kita mau?

Lalu kita pun berdo'a, "Ya Allah aku kurang apa sama Kamu Ya Allah? Ini udah. Itu udah."

Malaikat menjawab, "Kurang ajar!"

"Asa Pang Palingna"

Rabu, 2005008

"Asa Pang Palingna"

Oleh: Mohamad Istihori

Mengapa kita merasa paling suci, tidak berdosa, dan nggak pernah salah sedikit pun kepada Allah sehingga ketika mendapatkan kesusahan sedikit segera kita lontarkan keluhan, "Ya Allah salah apa saya Ya Allah! Hingga Kau timpakan kemalangan kepada kami seperti ini?"

Sebagai hamba kita hanya menyerahkan segala urusan kepada Allah. Tapi bukan hanya kata-kata, melainkan dalam dunia nyata.

Kalau hanya kata-kata siapa juga bisa. Yang susah kan prakteknya. Banyak orang beretorika a-z, alif-ya, alfa, beta sampai mulutnya berbusa. Tapi giliran dia yang ditimpakan musibah oleh Allah, maka di sendiri belum tentu mampu mengaplikasikan rumus-rumus kehidupan yang ia ciptakan sendiri.

Orang yang saya maksud dalam tulisan ini mungkin anda, mungkin juga saya. Tapi mungkin bukan anda, mungkin juga bukan saya.

Yang pasti: sakit, sehat, kaya, miskin, yang lahir, dan yang mati adalah sebuah siklus kehidupan yang dari sekarang harus kita persiapkan segala mental, jiwa, dan raga kita untuk menghadapi setiap tahap dalam siklus hidup tersebut.

Ada lagi orang yang merasa paling kuat, paling berpengaruh, paling berjasa sehingga setelah pembangunan masjid di kampungnya selesai dia berkata, "Ini masjid kalau bukan karena gue nggak bakalan selesai kayak gini!"

Ada lagi orang yang mengendarai moge (motor gede) di jalan raya. Merasa jalan raya adalah miliknya. Bisa seenaknya melanggar peraturan lalu lintas, jalan serabat-serobot, alah pokoknya mah "asa pang paling na wae!"

Banyak lagi potensi perasaan-perasaan "pang paling na" atau perasaan lebih unggul daripada orang lain yang pasti ada dalam setiap jiwa manusia.

Yang membedakan adalah apakah seseorang itu mampu mengendapkan perasaan "pang paling na" atau malah menumbuhsuburkannya?

Selasa, 19 Mei 2009

Sadar dalam Sabar

Rabu, 200509

Sadar dalam Sabar

Oleh: Mohamad Istihori

Sabar kita selama ini ternyata tidak didampingi kesadaran bahwa sabar itu tidak memiliki batasan.

Setiap manusia patut bersabar sepanjang hidup, dalam setiap tarikan nafas, setiap detik, dan setiap saat hingga maut menjemput

Sabar bukan hanya milik orang sakit. Orang sehat juga harus sadar untuk sabar. Orang sakit mestinya memang bersabar mengikuti setiap tahap yang ditentukan oleh Allah untuk mencapai kesembuhan total.

Karena yang menyembuhkan orang sakit bukan dokter, psikiater, ustadz, dukun, obat, atau Ponari. Yang menyembuhkan orang sakit adalah Allah yang mungkin melalui pihak-pihak yang saya sebut tadi.

Orang sakit yang menganggap bahwa dokter adalah yang menyembuhkan penyakitnya akan kecewa ketika dokter tidak mampu menangani penyakitnya dan akan "menuhan-nuhankan" dokter ketika sakitnya sembuh.

Sabar juga adalah milik orang sehat. Orang sehat harus sabar menjaga kesehatannya. Kalau dari sekarang sewaktu sehat dia tidak belajar untuk sabar merawat kesehatan maka itu sama saja ia menyia-nyiakan hidup.

Sabar tidak pandang bulu. Dia adalah rumus yang berlaku pada orang miskin dan kaya, orang yang kerja atau penganggur, bujangan atau sudah menikah.

Sabar itu milik yang yang sudah punya anak sekaligus bisa diaplikasikan untuk orang yang belum juga memiliki momongan.

Jadi kalau ada orang berkata, "Sabar melulu? Kapan sembuhnya? Kapan sehatnya? Kapan kayanya? Kapan senangnya? Kapan enaknya? Kapan nikahnya? Kapan punya anaknya? Kapan nikah sama lelaki kaya raya? Kapan naik hajinya"

Itu berarti orang itu belum sadar bahwa dia belum sabar. "Sabar Mas, sabar!!" ujar Mat Semplur.

"Sabar, sabar. Saya sudah berobat ke sana-kemari tapi nggak sembuh-sembuh juga. Kamu mah enak nggak ngerasain bagaimana sakitnya saya sekarang."

Tuh kan. Emang selama ini sabarnya kita belum sadar sih. Jadi maunya ngeluh aja ngeluh.

Hamba yang Terlatih

Selasa, 190509

Hamba yang Terlatih

Oleh: Mohamad Istihori

Hidup adalah Latihan

Latihan bangun tengah malam:

Merenungi tiga jenis ayat Tuhan di keheningan, kesunyian, dan misteri malam

Latihan mentadabburi al Quran-as Sunnah, manusia dan segala prilakunya, serta alam dan setiap gejalanya.

Latihan sholat berjama'ah:

Meresapi asyiknya kebersamaan

Di tengah masyarakat yang lebih enjoy dalam kemewahan dan ketidakpedulian mereka dengan saudara-saudaranya sendiri

Hidup berarti latihan berbuat baik

Dihadapan orang-orang yang merasa capek dan bosan untuk berbuat baik

Karena mereka merasa melakukan kebaikan hanya menyusahkan diri sendiri saja

Dan, sama sekali tidak bisa mendapatkan keuntungan materi

Suatu hal yang selama ini mereka perjuangkan siang-malam

Hidup adalah latihan untuk khusu'

Latihan membiasakan diri untuk "tafahhum wa tafaqquh"

Latihan memahami dan menyelami dengan serius segala apa yang Allah hadapkan dalam kehidupan kita

Hidup adalah latihan untuk setia

Di saat manusia saling curiga, berkhianat, saling memanfaatkan untuk kepentingannya sendiri, biasa serong, selingkuh, dan mendua

Kita sebut juga setia itu berarti juga istiqomah dan konsisten terhadap apa-apa yang kita anggap patut untuk diperjuangkan

"Lalu bagaimana dengan hasil dari semua latihan yang kita lakukan selama hidup?"

Oh masalah hasil, pencapaian, atau prestasi itu urusan Tuhan

Manusia tidak berhak sedikit pun memaksa Tuhan agar diberikan hasil yang ia inginkan

Manusia hanya wajib latihan, latihan, dan latihan

Yang kita setor pada Tuhan adalah latihan yang maksimal

Bukan hasil yang maksimal

Yang Allah harap adalah hamba yang terlatih

Bukan hamba yang tertatih

Senin, 18 Mei 2009

Sang Pembaca Kehidupan

Senin, 180509

Sang Pembaca Kehidupan

Oleh: Mohamad Istihori

Sang pembaca kehidupan adalah seorang pembelajar. Ia tidak pernah sedetik pun berhenti membaca segala lembaran buku, peristiwa yang ada dihadapannya, atau ide-ide kreatif yang melintas dalam pikiran.

Ia tidak mengenal kehabisan ide untuk menulis atau merasa tidak perlu lagi ada yang patut dibaca. Karena yang ia baca bukan hanya buku. Ia membaca angin, hujan, orang sakit, capres-cawapres, dan apa saja yang Allah hadirkan dalam kehidupannya.

Baginya tidak ada kata, "Mungkin sekarang saya tidak perlu lagi menulis, membaca, atau belajar. Sekarang saya ingin fokus kerja atau ngurus anak."

"Lah emangnya kerja nggak perlu belajar? Emangnya ngurus anak nggak pake teori apa?"

Sang pembaca kehidupan bukannya meremehkan praktek atau turun langsung merasakan sebuah peristiwa di lapangan sehingga berlama-lama mempelajari teori.

Ia juga bukan tipe orang yang modalnya hanya nekat yang tanpa pengetahuan memadai tiba-tiba saja turun ke tengah-tengah lapangan permasalahan yang terjadi di masyarakat.

Sang pembaca kehidupan adalah orang yang mampu mensinergikan teori dengan praktek sekaligus tanpa meremehkan satu dengan yang lain.

Makhluk Adaptif

Senin, 180509

Makhluk Adaptif

Oleh: Mohamad Istihori

Manusia memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan atau tempat di mana dia tinggal. Lingkungan sebenarnya juga memiliki kemampuan beradaptasi namun tidak sesempurna manusia.

Kesempurnaan lingkungan beradaptasi juga tergantung dari faktor manusianya. Karena itulah kemudian manusia disebut "kholifatun fil ardh", yang diberikan amanat untuk memanage bumi ini.

Maka sebenarnya yang terjadi adalah bagaimana manusia memaksimalkan lingkungannya yang ada. Namun bukan untuk diekspoitasi habis-habisan demi kepentingan pribadinya hari ini saja. Manusia selayaknya juga memikirkan nasib anak-cucunya kelak di kemudian hari.

Manusia harus memahami demokrasi seluas-luasnya untuk berlaku arif dengan lingkungan sebagaimana telah diajarkan kakek-nenek moyangnya dulu. Manusia bukan hanya patut berdemokrasi dengan sesama manusia. Manusia harus mampu berdemokrasi juga dengan angin, air, pohon, dan hewan.

Manusia sebagai makhluk yang paling cepat beradaptasi akan juga cepat menemukan kenyamanan di mana pun ia tinggal. Hal itulah yang membuat manusia tetap "survive" di laut, gunung, hutan, bahkan kita dapat menemukan manusia di daerah kutub sekali pun.

Selain itu kenyamanan manusia untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya juga ditentukan oleh sikap "legowo", lapang dada, dan besar hati dalam menerima apa yang telah tersedia di lingkungannya.

Manusia yang tidak mampu segera beradaptasi dengan lingkungannya akan merasa "tersiksa" yang pada akhirnya akan menimbulkan stres dan frustasi.

Oleh karena itu "enjoy aja" dalam menghadapi setiap lingkungan yang mungkin masih terasa baru bagi kita. Dengan sikap seperti inilah "insya Allah" kita bisa hidup di mana saja dengan nyaman.

Sabtu, 16 Mei 2009

Dunia Dusta

Ahad, 170509

Dunia Dusta

Oleh: Mohamad Istihori

Selamat datang! Selamat datang aku ucapkan kepada anda sekalian di dunia dusta. Dunia di mana orang saling menjatuhkan dan memfitnah.

Dunia di mana penghuninya pura-pura mencintai satu sama lain padahal mereka hanya saling memanfaatkan. Dan, setelah yang lain dirasa sudah tidak lagi mendatangkan keuntungan maka dengan mudahnya perpisahan terjadi.

Dunia di mana penduduknya beramai-ramai menggunakan jilbab, peci, atau sorban hanya agar dianggap orang baik oleh orang lain, berharap dipanggil Pak Ustadz, atau Bu Ustadz sehingga diundang ceramah.

Malah kalau bisa ceramahnya sambil siaran di radio ternama atau masuk stasiun TV swasta yang sudah mapan dan matang.

Dunia di mana tuan rumahnya mengadakan safari Ramadhan, ceramah ke sana kemari, dan ngajar ngaji di mana-mana hanya untuk mencari keuntungan materi, meninggikan status sosial di tengah-tengah masyarakat, atau hanya demi kepentingan golongannya.

Jangan harap kepentingan agama dan kehendak Tuhan sepenuhnya mereka perjuangkan. Kalau pun ada itu merupakan hal yang skunder bukan primer dalam agenda mereka.

Inilah dunia di mana masyarakatnya mengaji dan sholat bukan karena mereka sungguh-sungguh untuk memahami ilmu agama, mempraktekkannya, dan menjadi lebih dekat dengan Tuhan. Karena setelah mengaji dan sholat mereka tetap korupsi, selingkuh, dan maksiat.

Kita bisa saksikan di dalamnya ada ksatria pemberantas korupsi yang sangat ditakuti tiba-tiba jatuh segala macam kebesaran, martabat,dan harga dirinya hanya karena rayuan seorang "caddy" golf.

Kita bisa lihat dengan mata telanjang ada wakil rakyatnya yang ML dengan seorang penyanyi dangdut yang ingin tenar atau tengah redup popularitasnya.

Temukanlah segala macam bentuk kemunafikkan di dalamnya. Nikmatilah bau busuk kekejaman hati yang mereka simpan rapat-rapat dalam balutan manis tutur kata mereka.

Kita jangan terlalu cepat GR oleh sanjungan, pujian, penghargaan, atau menciumnya mereka terhadap tangan kita tiap kali bersalaman.

Mereka berjanji hari ini untuk berbuat baik dan memperbaiki diri hanya untuk mereka ingkari esok hari dengan kembali lagi melakukan dosa lama.

Dihadapan banyak orang mereka junjung-junjung kita. Namun di belakang, mereka merencanakan kehancuran bagi masa depan kita.

Semoga saja gambaran dunia dusta ini bukan gambaran sesungguhnya yang terjadi di negara kita tercinta, Indonesia Raya.

Saya memiliki keyakinan bahwa masyarakat kita masih banyak yang memiliki ketulusan, keikhlasan, dan semangat untuk saling menyapa, menjalin silaturahmi dengan siapa saja tanpa memandang segala perbedaan, dan masih mau saling menasehati dalam kebenaran dan sabar.

Bila Cinta Meneguhkan Eksistensi

Kompas, Sabtu, 16 Mei 2009

TEROKA

Bila Cinta Meneguhkan Eksistensi

Oleh AFTHONUL AFIF
(Alumnus Psikologi Klinis Pascasarjana UGM)

Lahirnya psikologi positif sebagai mazhab baru dalam kajian psikologi memberikan harapan tentang sebuah masa depan kemanusiaan yang lebih baik. Asumsi ini tentu tidak mengada-ada.

Sejak didaulat sebagai gerakan baru, bersamaan dengan dilantiknya Martin Selligman sebagai Presiden American Psychological Association pada tahun 1997, gerakan psikologi positif menawarkan ontologi baru dalam melihat manusia: manusia yang mampu bertumbuh, bukan manusia pesakitan sebagaimana diasumsikan psikoanalisa dan "behaviorism".

Satu potensi yang menarik minat banyak penganjur gerakan psikologi positif dan menjadi tolak ukur apakah manusia sudah bertumbuh secara optimal adalah potensi cinta. Mereka mengukur cinta dengan menetapkan indikator-indikatornya dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, menurut hemat saya, ada yang lebih penting dari sekedar itu. Cinta sebenarnya cukup diafirmasi saja, tanpa perlu ditetapkan indikator-indikatornya secara kaku. Sebab, cinta sebagai potensi dan lelaku jauh melampaui setiap definisi yang kita buat. Karena itu, tidak sulit untuk kita bersepakat bahwa setiap potensi positif dalam diri manusia hampir selalu mensyaratkan adanya cinta di dalamnya.

Hal ini disebabkan dalam cinta selalu ada intensi, energi yang menggerakkan kita untuk terpusat pada dan merealisasikan sesuatu. Contoh terbaik yang dapat diajukan di sini adalah tentang pribadi-pribadi unggul di bidangnya. Sebut saja Abraham Lincoln, Eisntein, Gandhi, Bunda Theresa, Abraham Maslow, Martin Luther King, dan masih banyak yang lain. Mereka adalah pribadi dengan segudang sifat unggul: berani, cerdas, tangguh, konsisten, dan memiliki visi. Namun, jika mereka tak memiliki cinta terhadap kehidupan dan kemunusiaan, barangkali nama mereka tak bakal harum sekarang.

DEFINISI CINTA
Contoh berikut mungkin sedikit mampu memberikan ilustrasi. Pada saat kariernya sebagai seorang "behavioris" yang sedang berada di puncak, Abraham Maslow tiba-tiba mengambil keputusan sangat berani. Dia memilih meninggalkan "behaviorism", pemikiran yang telah ia besarkan sendiri. Sebuah keputusan yang saat itu sebenarnya mengancam karier intelektualnya karena dia bisa dikucilkan komunitas akademiknya.

Namun, Maslow berani menanggung segala resiko itu karena sebuah peristiwa: anak pertamanya lahir. "Saya akan berkata bahwa siapa saja yang mempunyai seorang bayi tidak dapat menjadi seorang 'behavioris'," ujarnya kala itu.

Dia begitu terpesona oleh misteri kehidupan. Maslow tak kuasa memprafasekan pengalamannya itu secara panjang lebar. Namun, pengalaman itu menyisakan keyakinan yang mendalam dalam batinnya bahwa ada cinta dalam kehidupan.

Maslow barangkali benar bahwa cinta itu tak perlu didefinisikan secara panjang lebar. Manifestasinya dalam kehidupan nyata jauh lebih penting daripada segala definisi yang diupayakan.

Dalam konteks ini, dia sedikit berbeda dengan sejawatnya, Rollo May, seorang eksistensialis yang menempatkan cinta sebagai salah satu pilar penyangga pemikiran psikologinya. May beranggapan bahwa mendefinisikan cinta tetap penting karena hal itu dapat menjadi petunjuk bagi lelaku mencintai.

CINTA: MOMEN PARTISIPASI
Mencintai menyadarkan kita tentang momen partisipasi di mana kehadiran yang lain kita afirmasi sebagai subyek. Mencintai itu aktif sekaligus pasif: aktif memberi tanpa mengharapkan kembali dan pasif menerima yang lain menyibakkan diri.

Momen eksistensial ini hanya akan terwujud jika kita mengupayakan model kesubyekan yang menghargai "kelainan". Artinya, yang lain harus kita tempatkan sebagai "engkau", yang hadir sebagai subyek dengan segala kemerdekaannya, bukan sebagai "dia" yang asing dan cenderung kita lihat sebagai obyek. Momen ini oleh Gabriel Marcel disebut sebagai momen "kekitaan", momen eksistensial di mana "aku" dan "engkau" tumbuh bersama menjadi "kita".

Tindakan partisipasi itu selanjutnya melahirkan harapan, harapan pada yang lain. Setiap bentuk partisipasi dengan orang lain menyiratkan adanya sebuah harapan untuk mengatasi setiap perasaan terasing dan putus asa.

Harapan yang lahir dari cinta dan momen partisipasi adalah harapan yang melampaui keinginan. Mencintai yang masih diliputi keinginan untuk memiliki dan menguasai yang lain tentu tak bakal berbuah harapan karena itu akan melahirkan ketakutan ketika yang lain pergi.

Orang yang berharap selalu sadar bahwa waktu selalu terbuka bagi dirinya. Berharap sama artinya mengafirmasi hidup dengan segala kemungkinannya sehingga padanan kata yang paling tepat untuknya adalah kesiagaan, bukan keinginan.

Cinta yang dibangun di atas prinsip partisipasi dan harapan akan melahirkan pribadi-pribadi matang, yang oleh Marcel disebut sebagai taraf eksistensi ada. Ini untuk membedakan dengan pribadi yang berada dalam taraf eksistensi primordial, pribadi dengan sikap mental tawanan, yang masih berada dalam kendali ego bagi modus eksistensinya.
...
Komentar Istihori:

Saya merasa sangat tertarik dengan artikel ini sehingga menuliskannya kembali pada blog saya karena saya merasa sangat penting bagi kita semua yang mungkin sudah kehilangan akal dan perasaan untuk menemukan kembali makna cinta yang sesungguhnya.

Semoga saja sidang pembaca merasa seperti apa yang saya rasa ketika pertama kali membaca artikel ini. Selamat menyelami kembali makna cinta..

Kepada: "Harta Yang Maha Kuasa"

Sabtu, 160509

Kepada: "Harta Yang Maha Kuasa"

Oleh: Mohamad Istihori

Kepada engkau wahai Harta Yang Maha Kuasa. Kami bersaksi dengan sepenuh hati bahwa tidak ada zat yang pantas untuk kami sembah kecuali engkau.

Engkau telah memberikan kami kenikmatan dan kekuasaan yang tak terkirakan kepada kami di dunia ini.

Entah di akhirat nanti. Karena akhirat bukan agenda utama hidup kami. Bagi kami tidak penting kehidupan setelah mati.

Dengan bantuanmu kami bisa menikahi wanita cantik mana saja yang kami suka. Lagian orang tua mana yang bimbang kalau kami datang melamar anak gadisnya dengan tawaran harta yang bergelimang.

Engkaulah wahai harta benda puncak tujuan perjuangan hidup kami.

Engkaulah alasan utama mengapa kami menikah.

Engkaulah yang menyebabkan capres A berpasangan dengan cawapres B dan capres C tidak jadi berpasangan dengan cawapres D.

Engkaulah motivasi nomor satu mengapa kami kuat kerja siang-malam sampai tak kenal waktu.

Kami rela melakukan apa saja asalkan engkau wahai harta jangan sampai menjauh dari kehidupan kami.

Kalau ada orang pandai, baik hati, pintar bersosialisasi, dan suka membantu orang lain namun tidak kaya alias kere maka masyarakat akan menganggap dia orang yang ilmunya belum sempurna.

Bahkan ada yang sampai bilang ilmunya nggak berkah karena ilmu yang ia miliki tak kunjung mendatangkan keuntungan materi yang melimpah-ruah.

Tapi kalau ada orang yang nggak pinter-pinter amat, kuliah juga nggak lulus-lulus, cuek sama orang lain, dan cenderung egois tapi dia memiliki banyak harta maka orang akan lebih membanggakan dia ketimbang lelaki pertama.

"Lalu bagaimana dengan sholat?"

Alah sholat kami itu hanya formalitas saja agar orang menganggap kami ini orang baik. Karena toh selesai sholat kami tetap korupsi, berbohong, berzina, dan berjudi.

Bahkan sebenarnya yang kami sembah ketika sholat bukan Allah tapi harta. Karena tiap kami selesai sholat, do'a kami tak lain dan tak bukan meminta kepada Allah agar diberikan harta yang melimpah atau minimal suami yang banyak hartanya. Biar kami nggak capek-capek kerja.

Jumat, 15 Mei 2009

Kenali Diri, Kenali Tuhan

Sabtu, 160509

Kenali Diri, Kenali Tuhan

Oleh: Mohamad Istihori

"Man 'arofa nafsahu, 'arofa robbahu." "Orang yang mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya."

Selama ini kita menganggap pencarian diri sangat penting. Sehingga banyak guru atau kiai yang memberikan ajakan kepada segenap masyarakat untuk mengenal diri sendiri.

Hal itu memang tidak salah-salah amat, namun sebaiknya perjalanan hidup tidak boleh berhenti ketika kita sudah mampu mengenal diri dan kehendak pribadi kita.

Perjalanan selayaknya dilanjutkan dengan mengenal Allah dan kehendak-Nya atas diri kita. Karena Allah memiliki kehendak yang berbeda antara saya dengan anda.

Allah-kan bukan sutradara yang monoton sehingga hanya mampu memiliki satu kehendak atas seluruh makhluk-Nya.

Ketika seseorang sudah belajar mengenal diri dan kehendak pribadinya, maka pintu untuk mengenal Tuhan menjadi terbuka.

Kalau pintu (kesempatan) mengenal Tuhan dan kehendak-Nya sudah terbuka kan sayang kalau disia-siakan Dan, usaha mengenal Allah dan kehendak-Nya atas hidup kita tidak boleh berhenti.

Kalau manusia berhenti belajar memahami Allah dan segala kehendak-Nya, hal itu sama saja seperti ia berhenti bernafas.

Kalau orang yang sudah mengenal dirinya sendiri saja harus melanjutnya usahanya menuju mengenal Tuhan, apalagi kalau kita tidak sedikit pun berminat mengenal diri kita sendiri? Bagaimana kita bisa mengenal Tuhan kita?

Kita sekarang lebih tertarik mengenal kehidupan artis pujaan kita dari pada mengenal diri sendiri.

"Aduh mengenal diri sendiri? Capek dech!" ejek seorang teman. "Hari gini masih ngomong merenungi diri sendiri? Kayak zaman filsafat Yunani aja!" ejek seorang teman yang lain.

Musibah, Antara Objektivitas dan Subjektivitas

Jum'at, 150509

Musibah, Antara Objektivitas dan Subjektivitas

Oleh: Mohamad Istihori

Apakah kita merasa sudah menjadi mukmin (orang yang beriman) sedangkan Allah belum menguji?

Salah satu ujian yang Allah timpakan kepada kita adalah berupa musibah yang diturunkan untuk meningkatkan derajat keimanan kita dihadapan Allah SWT.

Secara objektif musibah adalah murni sebuah musibah. Namun ketika memasuki ruang subjektivitas, kita kerap mengklaim bahwa kita tidak sepantasnya mendapat musibah.

Padahal yang memutuskan apakah sebuah musibah pantas untuk kita dapatkan atau tidak hanya Allah SWT?

Ketika manusia tidak mampu menyikapi dengan tepat kenyataan pahit dalam hidupnya maka ia akan stres, menyalahkan orang lain, dendam, dan energi negatif lainnya akan mengalir dalam jiwa dan mentalnya.

Bagi mereka yang mampu menyikapi musibah dengan tepat maka dengan segala musibah yang ia terima seseorang akan semakin matang, dewasa, bijak, dan menjadi tambah imannya kepada Allah SWT.

Maka jangan heran kalau ada dua orang yang secara objektif ditimpakan oleh suatu musibah dengan kadar yang sama, namun karena secara subyektif setiap orang memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap suatu musibah maka orang pertama akan jatuh terpuruk atas musibah tersebut.

Sedangkan orang kedua, dengan musibah yang sama, menjadi pribadi yang lebih kuat dari sebelumnya. Menjadi mukmin sejati (orang yang semakin percaya bahwa apapun yang menimpa hidupnya, pasti ada hikmah di dalamnya).

Kiai Jihad di Sarang Pelacur

Jum'at, 150509

Kiai Jihad di Sarang Pelacur

Oleh: Mohamad Istihori

Malam ini begitu dingin. Langit mendung. Angin malam membuat siapa saja yang tertiup olehnya menjadi menggigil.

Tapi suasana di luar itu seakan tidak terasa oleh mereka yang asyik memacu nafsu dengan para penjaja cinta.

Kiai Jihad mampir ke tempat tersebut setelah pulang ngajar ngaji. Awalnya dia duduk di warung pinggir jalan memesan rokok kretek favoritnya plus segelas kopi hitam.

Kiai Jihad terlihat celingukan. Dia tampak menengok ke kanan dan ke kiri. Saya sendiri heran dan bertanya-tanya apa sebenarnya yang ia cari.

Ketika ia melihat seorang wanita berpakaian super ketat dengan kosmetik sangat menor, Kiai Jihad pun memanggil "kupu-kupu liar" itu.

"Mbak ke sini!" ujar Kiai Jihad.

"Saya?" tanya wanita itu seakan tidak percaya bahwa malam ini ada seorang pria dengan baju koko plus peci hitam di atas kepala memanggilnya.

"Ada apa mas?" ujar wanita berkulit putih itu.

"Saya hanya mau ngobrol sebentar dengan Mbak. Saya minta kesediaan waktu Mbak sebentar saja." ujar Kiai Jihad.

"Maaf iya Pak Ustadz malam ini saya harus kerja. Saya nggak mau buang-buang waktu apalagi mesti dengar ceramah anda yang nggak penting itu." ujarnya sinis.

"Oh gitu toh masalahnya. Mbak kalo sejam dibayar berapa?"

"Rp. X"

"Oh segitu. Oke sekarang Mbak saya bayar Rp. X untuk menyediakan waktu ngobrol dengan saya. Setuju?"

Wanita itu pun menganggukkan kepalanya tanda setuju.

Setelah ngobrol ngalor ngidul dengan wanita itu akhirnya Kiai Jihad berkata, "Mbak mau nggak menikah dengan saya?"

"Apa nikah sama Pak Ustadz? Yang bener aja Pak Ustadz?"

"Lah bener Mbak masa saya bohong apa. Asalkan Mbak mau meninggalkan pekerjaan ini."

"Aduh nggak ah Pak Ustadz. Emang penghasilan anda berapa sih? Mendingan saya menjadi pelacur seperti ini, penghasilannya lebih gede Pak Ustadz."

"Kalau Mbak mau menikah. Saya akan memberi Rp. 100.000,- per hari."

"Iya masih kalah dengan penghasilan saya setiap malam dong Pak Ustadz."

"Oh iya deh kalau gitu. Saya pamit dulu iya Mbak. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikummussalam. Ada-ada aja Pak Ustadz." ujar wanita itu seiring kepergian Pak Ustadz dan saya dari "sarang kupu-kupu itu".

Saya sangat kaget dan keheranan luar biasa ketika Kiai Jihad memutuskan untuk mampir di tempat begituan.

Pada awalnya saya mengira beliau hanya ingin beli rokok dan minum kopi. Eh ternyata malah ngelamar pelacur. Untung cuma ngelamar nggak sampe ngamar.

Saya pun memberanikan diri bertanya kepada Kiai Jihad untuk menghilangkan rasa ingin tahu saya yang menggebu-gebu. "Kenapa Kiai melamar pelacur?"

"Loh kenapa? Apa nggak boleh saya menikahi pelacur?"

"Iya boleh aja Pak Kiai. Tapi emang apa nggak ada wanita lain apa sampai mau menikahi seorang pelacur."

"Ucapan seperti itu karena ente udah terbawa pemikiran banyak orang yang menganggap bahwa pelacur itu kotor. Yang kotor itu bukan pelacurnya. Yang kotor adalah perbuatan melacurnya.

Orangnya tetap suci dan Allah senantiasa bersedia menerima taubatan nasuhanya kapan saja. Kita boleh membenci perbuatan seseorang tapi jangan orangnya.

Orangnya tetap kita temenin bahkan kalau dia punya i'tikad dan niat baik kitalah justru yang mesti menjadi orang pertama yang mendukungnya"

"Loh kok bisa begitu Pak Kiai? Masa pelacur dibilang suci?"

"Apakah kamu mau dianggap orang kotor setelah melakukan suatu dosa? Apakah Allah tidak menerima taubat seorang pelacur atau seorang junky?

Tidak ada manusia kotor, hina, atau najis. Yang ada hanya perbuatannyalah yang kotor, hina, atau najis.

Makanya kita tetap bisa bersahabat dengan siapa saja. Tanpa harus memaksa orang tersebut melakukan apa yang biasa kita lakukan.

Karena dia juga tidak berhak memaksa kita untuk melakukan apa yang telah biasa ia lakukan."

Saya sekarang mengerti mengapa Kiai Jihad tetap terlihat berteman dengan siapa saja tanpa memandang apa profesi orang itu.

Kamis, 14 Mei 2009

Pelacur Badan, Pelacur Kekuasaan, dan pelacur Pengetahuan

Jum'at, 150509

Pelacur Badan, Pelacur Kekuasaan, dan Pelacur Pengetahuan

Oleh: Mohamad Istihori

Kita mengira selama ini yang namanya pelacuran hanya dalam satu macam dimensi kehidupan yang bekaitan dengan jual-beli nafsu seks (berhubungan badan).

Dalam pelacuran seperti itu yang diperjualbelikan jelas yaitu badan. Mengapa memperjualbelikan badan diharamkan?

Karena badan kita adalah semata-mata anugerah dari Allah SWT yang cara bersyukurnya adalah dengan cara mengabdikan diri hanya kepada Allah SWT.

Bukannya malah mengabdikan diri kepada kenikmatan dunia dan perolehan materi yang banyak namun sifatnya hanya sementara.

Selain itu, dalam berbagai macam dimensi kehidupan masih banyak jenis pelacuran yang luput dari perhatian. Sebut saja pelacuran intelektual yang memperjual-belikan ilmu demi pembenaran sikap salah orang yang memiliki harta berlimpah.

Dalam hal ini seorang intelektual disibukkan oleh pesanan atau "order" dari seseorang yang memiliki harta tak terhingga. Hal ini patut disebut pelacuran intelektual karena ilmu menjadi alat mencari pembenaran bukan kebenaran.

Ilmuan, cendekiawan, guru besar, bahkan ulama rela mengorbankan ideologi yang selama ini mereka perjuangkan atau memperjualbelikan ayat hanya karena tergiur sejumlah uang yang ditawarkan seseorang yang tengah mencari pembenaran atas kesalahan yang mendatangkan keuntungan materi yang selama ini ia lakukan.

Jenis pelacuran lainnya adalah pelacuran kekuasaan. Hal ini umumnya kerap terjadi di dunia politik yang haus kekuasaan dan hilang objektivitasnya untuk mengabdi pada rakyat.

Para pelacur politik rela melakukan apa saja, mau berkoalisi dengan siapa saja, menjual segala yang ia punya, meminjam sana-sini, pasang iklan kanan-kiri hanya demi mendapatkan kursi. Perkara membela kebutuhan rakyat dan memperjuangkan nasib "wong cilik" semakin hari semakin nyata semua itu hanya basa-basi.

Jadi kalau anda termasuk golongan yang selama ini sibuk teriak-teriak "Allahu Akbar basmi pelacuran!" terutama pada bulan suci Ramadhan, sanggupkah kita "membasmi diri" kita sendiri yang mungkin selama ini juga melacurkan ilmu atau kekuasaan yang kita miliki?

Menggapai Kunci Surga

Kamis, 140509

Menggapai Kunci Surga

Oleh: Mohamad Istihori

Tinggalkan sejenak buku-buku, karena membaca itu ada waktunya. Tidak perlu dilakukan setiap waktu. Apalagi sampai lupa waktu.

"Gantungkan pena" sementara, karena menulis ada saatnya.

"Gulung dulu sajadahmu" karena ibadah bukan hanya di situ.

Lepaskan dulu pekerjaan, proyek, dan job-job lain, karena kalau diturutin semua itu nggak bakal ada habisnya.

Coba kenali saudara kita. Sapalah para tetangga dan siapa saja yang tinggal di sekitar rumah kita.

Jangan cuek, acuh, dan tidak peduli. Kita adalah manusia. Manusia itu bukan hanya makhluk pribadi. Manusia juga adalah makhluk sosial.

Kita harus memiliki kepedulian dengan lingkungan sekitar. Ngobrol, curhat, dan berbagi ceritalah dengan tetangga.

Melalui aktivitas inilah kita dapat mempererat jalinan persaudaraan, menambah pertemanan, dan berbagi pengetahuan.

Kepedulian sosial dan budaya paguyuban seperti inilah yang saat ini semakin redup dan hilang. Kita semakin tidak peduli bahkan sudah mulai saling curiga satu sama lain.

Bagi kita kumpul-kumpul seperti itu adalah aktivitas sia-sia, nggak ada gunanya, cuma buang-buang waktu saja, dan sangat kecil kemungkinan untuk mendatangkan keuntungan materi.

Dan, sangat jarang ada orang kumpul yang diomongin ilmu pengetahuan serius. Yang ada malah ngobrol ngalor-ngidul sehingga perlu kepekaan ekstra untuk menyaringnya menjadi ilmu kehidupan.

Maka kita pun lebih memilih mengurung diri di kamar sambil baca buku, sibuk sendiri dengan pekerjaan tanpa kenal waktu, asyik berzikir dan melakukan ibadah formal lainnya tanpa peduli tetangga di sebelah rumah kita sudah makan atau belum, anaknya bisa bayar SPP atau tidak.

Dengan pilihan sikap seperti ini kita mungkin dapat surga kelak di akhirat. Namun sayang seribu sayang kita tidak bisa memasukinya karena kuncinya belum kita ambil melalui pengabdian kepada rakyat jelata atau orang-orang yang dizalimi.

Rabu, 13 Mei 2009

Diselipin Disiplin

Selasa, 120509

Diselipin Disiplin

Oleh: Mohamad Istihori

Setiap tempat memiliki disiplin yang harus dipatuhi. Meski terkadang tidak semua disiplin dituangkan dalam aturan tertulis. Ada beberapa tempat, lembaga, dan organisasi yang menggantungkan penegakan disiplin hanya berdasarkan kelembutan hati para penghuninya.

Beruntunglah para penghuni tempat ini. Karena mereka tidak membutuhkan kekerasan fisik untuk mematuhi aturan.

"Punishment" yang diberikan kepada para pelanggar hanya berupa satir atau sindiran-sindiran yang disampaikan secara langsung atau tidak langsung.

Penegakan disiplin berdasarkan kelembutan hati sangat mengandalkan kedewasaan, kejernihan berpikir, dan kejujuran segenap penghuni tempat tersebut.

Ada juga tempat yang mengandalkan kekerasan fisik demi tegaknya peraturan. Kesalahan kecil bisa berakibat fatal. Kekerasan menjadi sesuatu yang sangat lumrah di tempat ini.

Tidak ada lagi bujuk rayu. Ajakan berupa pukulan dan hantaman. Wah pokoknya, betapa sengsaranya para penghuni tempat ini.

Semoga tempat kita adalah tempat di mana tinggal di dalamnya manusia-manusia berhati lembut. Sehingga untuk menegakan peraturan yang telah disepakati bersama tidak perlu kekerasan sebagai senjata utamanya.

Selasa, 12 Mei 2009

Zaman yang Memprihatinkan

Selasa, 120509

Zaman yang Memprihatinkan

Oleh: Mohamad Istihori

Yang memprihatinkan sekarang adalah orang lebih tertarik untuk hanya memperdalam ilmu yang ia minati saja tanpa berusaha melengkapi "pengetahuan umumnya" dengan ilmu fiqih.

Maka jangan heran kalau kita melihat para pejuang demokrasi misalnya, "blepetan" sholat dan wudhunya. Ada para peneliti yang terbata-bata bacaan Fatihahnya.

Banyak orang memandang belajar ilmu agama itu tidak penting. Karena tidak menghasilkan uang, tidak komersil, dan susah untuk cari kerja dan diperjual-belikan.

Beda dengan kalau kita jago ilmu Akutansi misalnya. Kita merasa aman karena akan mudah cari kerjaan. Orang tua juga lebih bangga kalau anaknya pintar ilmu pengetahuan umum daripada ilmu agama.

Sebenarnya nggak salah sih belajar ilmu pengetahuan umum. Yang salah adalah jika kita merasa bahwa ilmu agama itu tidak perlu dipelajari sungguh-sungguh.

"Ngapain sih lu ngaji aja ngaji? Apa nggak ada kerjaan lain apa?" demikian ucapan kaum yang merasa bahwa ngaji itu nggak penting-penting banget sehingga nggak perlu dipelajari dengan sungguh.

Anti Ilmu Perbandingan

Selasa, 120509

Anti Ilmu Perbandingan

Oleh: Mohamad Istihori

"Saya yakin kamu pasti bisa mendapatkan pasangan hidup yang lebih baik dari sebelumnya." ujar Semplur.

Saya tahu bahwa Semplur hanya bermaksud mencoba menghibur saya. Namun saya mencoba untuk menetralisir pernyataannya itu agar kami bersama bisa berpikir lebih objektif lagi.

"Tidak sepantasnya kita membanding-bandingkan mantan kita dengan kekasih baru. Setiap wanita bahkan setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Kalau kita hanya membangga-banggakan, mengelu-elukan, bahkan sampai mendewa-dewakan kelebihan seseorang, itu berarti kita sedang menutup mata dari kekurangan atau kelemahan orang tersebut.

Ketika kita hanya meremeh-remehkan dan merendah-rendahkan kelemahan seseorang itu berarti kita sedang membutakan mata kita dari kelebihan atau keunggulan orang tersebut.

Kita harus tetap berusaha belajar berpikir objektif. Masalah utama sebenarnya adalah bagaimana kita menjadikan keunggulan dan kelemahan kita untuk memberikan manfaat bagi orang lain.

Rosulullah saw bersabda: "Khoerun naas 'anfa'uhum linnaas." "Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain."

Maka kita tidak perlu menunggu menjadi anggota DPR terlebih dahulu untuk bisa bermanfaat bagi orang lain.

Kalau miskin, kita bisa memberi manfaat. Kalau kaya, kita juga tetap bisa memberi manfaat.

Yang tinggal di desa bisa bermanfaat. Yang tinggal di kota pun bisa bermanfaat. Semua sangat bergantung dari cara kita memandang keadaan yang sekarang sedang kita hadapi.

Masalahnya tidak semua orang mau kontinyu untuk menghitung keunggulan dan kelemahan yang ia miliki. Kita mungkin sudah lelah atau tidak punya waktu untuk mengembara ke dalam diri kita.

Padahal pengembaraan ke dalam atau membaca diri sangat penting untuk mengenal siapa kita sebenarnya.

Kita lebih tertarik untuk berpikir pragmatis dan instan dari pada harus capek-capek membaca diri sendiri.

Idealisme bagi kita hanya sebuah angan-angan belaka. Orang sudah banyak yang berpikir, 'Jangan hidup terlalu ideal karena itu hanya akan membuat kita susah'.

Apalagi kita kini hidup di zaman yang memandang bahwa kesuksesan hidup hanya dipandang dari segi materi. Maka apa saja bisa kita perjual-belikan. Termasuk mungkin ideologi yang selama ini kita perjuangkan."

Saya terlalu asyik ngomong. Tapi untungnya Semplur memiliki kemauan yang besar untuk mendengarkan pemikiran saya yang sudah pasti kita anggap tidak penting untuk diperhatikan.

Kamis, 07 Mei 2009

Langkah-langkah Hikmah

Selasa, 050506

Langkah-langkah Hikmah

Oleh: Mohamad Istihori

"Yaa ayyuhal ladziina aamanut taqullaha wal tandzur nafsum maa qoddamat lighodd."

"Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan telaah-lah masa lalumu untuk masa depan."

Kita tidak boleh terpuruk oleh kenangan masa lalu yang membuat kita sedih. Tapi kita juga tidak boleh melewatkan dan melupakan masa lalu kita begitu saja.

Yang harus kita lakukan terhadap masa lalu adalah "wal tandzur nafsum maa qoddamat lighodd." "Dan, telaah, teliti, pelajari, amati, serta ambillah hikmahnya olehmu segala peristiwa masa lalumu untuk menapaki masa depan yang lebih cerah."

Namun tidak semua orang mampu menghikmahi masa lalunya. Karena ada level-level atau tahapan-tahapan yang harus ditempun oleh "nafsun" (seseorang) sebelum dia bisa "tandzur maa qoddamat lighodd" (menghikmahi masa lalu).

Apa sajakah langkah-langkahnya?

Pertama tentu saja kita harus Islam. Suatu metode pemasrahan diri seutuhnya kepada Allah.

Namun kita juga tidak boleh stop sampai pada tahap Islam dengan berpasrah-pasrah ria di hadapan Allah.

Maka langkah kedua adalah Iman. Dan, manusia tidak akan bertambah keyakinannya, kepercayaannya, atau imannya kecuali bertambah pula ilmunya (pengetahuan menyeluruh terhadap pihak yang ia percayai atau imani).

Maka pantaslah yang dipanggil di sini adalah orang yang beriman, "Yaa ayyuhal ladziina aamanuu.." bukan "Yaa ayyuhal ladziina aslamuu.."

Kalau orang sudah Islam, lalu iman maka tahap yang harus ia masuki adalah tahap ketiga yaitu takwa, "Ittaqullaaha."

Kalau orang sudah Islam, iman, dan bertakwa barulah ia memilki potensi untuk "wal tandzur nafsum maa qoddamat lighodd." "Meraih hikmah dari peristiwa yang telah lalu.

Rabu, 06 Mei 2009

Pengkotak-kotakkan Ilmu

Rabu, 060509

Pengkotak-kotakkan Ilmu

Oleh: Mohamad Istihori

Tertinggalnya umat Islam dari umat lain dalam berbagai bidang saat ini adalah dikarenakan masih banyak penafsiran al Quran dan al Hadits yang membeda-bedakan dan mengkotak-kotakkan antara ilmu agama dengan ilmu yang dianggap non agama.

Pemegang teguh penafsiran seperti ini menganggap bahwa yang wajib dipelajari setiap umat Islam hanya ilmu agama yang membahas: tentang Allah, iman, Islam, Rosul, hari akhir, dan ilmu tentang pelaksanaan ibadah-ibadah formal lainnya.

Sehingga kalau di antara mereka ada yang memiliki minat tentang ilmu non agama seperti ilmu budaya atau ilmu service HP, karena mereka menganggap mempelajari ilmu-ilmu tersebut tidak wajib maka minat pun berkurang sedikit demi sedikit sampai hilanglah minat mereka terhadap ilmu budaya atau ilmu service HP.

Padahal tidak ada satu pun di alam semesta ini yang bukan ciptaan Allah. Maka setiap orang pasti bisa menemukan Allah dari sudut ilmu mana pun yang ia minati.

Asalkan ia mau jujur, objektif, dan setia terhadap nilai-nilai kebenaran yang ada pada ilmu yang ia minati tersebut.

Apapun ilmu yang kita pelajari, kita pasti akan menemukan Allah. Kecuali kalau kita menyelewengkan, mempolitisir, dan menyimpangkan nilai kebenaran ilmu tersebut demi memperoleh keuntungan pribadi.

Ilmu fisika yang jujur akan mengantarkan seseorang bertemu Allah. Demikian juga semua ilmu begitu rumusnya.

Malah ilmu yang kita anggap ilmu agama, ilmu tafsir contohnya. Kalau kita tidak jujur dengan diri sendiri bisa saja malah ilmu tafsir itu kita gunakan untuk kepentingan sendiri, kelompok, atau golongan tertentu. Demi untuk pemenangan Pemilu 2009 ini misalnya. Hal itu malah akan membuat kita menjadi jauh dari Allah.

Jadi sekarang bukan lagi saatnya mengkotak-kotakkan ilmu. Karena itu hanya menjadikan kita semakin tertinggal serta bodoh. Dan, memang itulah yang diharapkan oleh orang-orang yang memang sangat tidak senang kalau umat Islam maju di segala bidang ilmu pengetahuan.

Iya ilmu-ilmu fiqih formal memang wajib kita pelajari dan amalkan. Tetapi bukan berarti kita menomorduakan ilmu umum yang kita butuhkan dalam kehidupan.

Keduanya harus besinergi dan saling melengkapi menuju ridho Illahi. Inilah sebenarnya tantangan kita untuk melakukannya.

Selasa, 05 Mei 2009

"Kaburo Maqtan"

Selasa, 050509

"Kaburo Maqtan"

Oleh: Mohamad Istihori

Ada orang yang kadang hebat di luar rumah, ceramah/ngajar sana-sini, diundang dalam berbagai macam acara keagamaan, sosial, budaya, atau kemanusiaan.

Tapi justru ketika ia berada di rumah ia menjadi orang yang pertama melanggar apa-apa yang ia koar-koarkan di luar rumah.

Ia "meneriakkan" kehidupan yang demokratis dalam setiap ceramah. Tapi di rumah ia sendiri malah adalah sosok yang sangat otoriter terhadap seluruh anggota keluarga.

Kita berpidato dengan lantangnya tentang pentingnya sholat berjama'ah. Eh tapi ketika ada di rumah kita sholatnya malah sendiri melulu, telat, bahkan kadang ninggalin sholat ("na'udzubillahi min dzalik").

Senin, 04 Mei 2009

Haji Nisab, Nasab, dan Nasib

Selasa, 050509

Haji Nisab, Nasab, dan Nasib

Oleh: Mohamad Istihori

Siapa sih orang Islam yang nggak mau naik haji. Semua juga mau kali. Ada tiga macam sebab orang bisa naik haji. Demikian di bawah inilah paparannya.

Pertama ada yang disebut haji nisab. Haji nisab adalah haji karena harta, materi, atau kekayaan seseorang tersebut telah "mencapai nisab".

Udah punya ongkos untuk naik haji. Jadi dia harus segera menunaikan haji karena kekayaannya sudah cukup untuk ongkos naik haji.

Kedua, haji nasab adalah orang yang pergi haji karena keturunan. Bisa karena orang tuanya adalah orang yang selama ini menetap atau tinggal di sekitar Mekkah al Mukarromah. Sehingga untuk menunaikan haji dia tidak perlu punya banyak uang untuk ongkos naik haji.

Atau bisa juga karena nasab atau keturunan orang kaya. Jadi untuk pergi haji dia nggak perlu repot-repot ngumpulin duit. Dia tinggal minta ke orang tua atau suami/istrinya yang kaya raya untuk ngongkosin dia naik haji.

Ketiga, haji nasib. Iya haji jenis ini bukan naik haji karena uangnya banyak. Bukan juga karena keturunan orang kaya. Tapi dengan keyakinan yang ia miliki meski gaji bulanannya kalau dihitung-hitung secara matematis nggak bakal cukup untuk ongkos naik haji.

Dan, dia juga bukan anak orang kaya. Dia naik haji hanya berdasarkan keyakinan bahwa kalau kita mau jadi orang bertakwa dan benar-benar memasrahkan segala urusan maka dia akan ditawari oleh Allah rejeki yang datangnya "min haitsu laa yahtasib." Suatu metode limpahan rejeki yang datangnya 'unpredictible', nggak disangka-sangka, dan nggak diduga-duga.

Pokoknya rejeki datang begitu saja. Di usaha dan bekerja keras melalui metode A misalnya. Tapi karena usaha dan kerjanya benar-benar mengharapkan ridho Allah maka ia diberi rejeki dari metode B.

Suatu metode atau jalan yang selama ini tidak ia geluti, pahami, dan kerjakan. Iya kalau Allah punya kehendak siapa sih yang bisa nolak?

Tiga Jenis Panggilan

Selasa, 050509

Tiga Jenis Panggilan

Oleh: Mohamad Istihori

Ada tiga jenis panggilan yang hakikatnya oleh Allah namun secara syari'at dilakukan oleh pihak tertentu yang diamanatinya.

Pertama panggilan sholat oleh mu'adzin (orang yang adzan). Setiap mukmin pasti akan terpanggil jiwanya ketika mendengarkan adzan. Kecuali jika imannya sedang turun, jiwanya ngedrop, dan malas telah merajai seganap dirinya.

Kedua panggilan haji oleh Nabi Ibrahim. Nanti pada tulisan berikut saya akan memaparkan tiga jenis haji (Haji Nisab, Nasab, dan Nasib).

Ketiga panggilan mati oleh malaikat Izrail (malaikat maut). Kalau panggilan sholat atau haji kita mungkin bisa mengelak, masih bisa sembunyi. Tapi kalau sudah dipanggil oleh kematian siapa pun orangnya nggak akan bisa menghindar.

Orang yang selalu mengelak ketika dipanggil untuk sholat dan haji biasanya ketika dipanggil oleh kematian dia tidak akan rela. "Iya kalau bisa jangan sekarang kek. Masih banyak ini-itu yang belum saya lakukan."

Matinya tidak pasrah sebagaimana yang difirmankan Allah: "Wa laa tamuutunna illa wa antum muslimuun." "Dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan memasrahkan diri."

Cape Hati Sampai Mati

Ahad, 030509

Cape Hati Sampai Mati

Oleh: Mohamad Istihori

Hati manusia tidak pernah berdusta, ia sangat jujur dan amat apa adanya. Tidak mungkin kan hati memerintahkan kita untuk melakukan dosa, fitnah, selingkuh, mabuk, judi, membunuh, atau perilaku menyimpang lainnya?

Jangan sekali-kali kau bohongi hatimu sendiri. Karena kau akan menyesal seumur hidup. Kalau hati kita kekang, penjara, atau pasung maka ia akan teriak dan meronta-ronta membuat jiwa sengsara dan merana.

Lebih baik manakah, badan capek, terasa ngilu, dan pegal-pegal karena berjuang membela keyakinan hati kita atau kita biarkan hati kita yang tersiksa dan merana hanya karena mengejar kebutuhan badan, fisik, atau materi?

Bolehlah para pejuang itu dipenjara fisiknya, bahkan disiksa, kuku mereka dicabuti, bahkan sampai ada yang dibunuh dengan cara-cara yang sangat tidak manusiawi. Namun mereka merasa bahagia dan lapang dada menerima semua siksa badaniah tersebut.

Loh kok bisa?

Iya bisa lah! Karena itu semua mereka lakukan dan terima sebagai sebuah konsekuensi untuk memenuhi panggilan hatinya.

Sangat berbeda tentunya dengan manusia atau kita zaman sekarang. Kita merasa "fine-fine" saja dan rela batin merasa tersiksa atau hati terpenjara hanya karena tidak mampu benar-benar mendengar panggilan hati.

Hati kita mungkin berkata, "Ya fulan ta'al! Ya fulan ta'al! Hai fulan ke sini! Hai Mr. X kemari!" Hati memanggil-manggil kita dengan mesra. Namun panggilannya kita acuhkan demi mengejar prestasi-prestasi duniawi yang kita mimpi-mimpikan selama ini: entah itu rumah, mobil, harta yang berlimpah, uang yang numpuk di mana-mana, atau perhiasan yang berkilauan menyilaukan mata.

Allah berfirman: "Alaa bidzikrillahi tathmainnul quluub." "Ketahuilah hanya dengan 'dzikrullah'-lah hatimu akan tenang."

Apa yang dimaksud dengan "dzikrullah"?

"Dzikrullah" bisa kita tafsirkan: menyebut atau menyatakan "asmaullah" (nama-nama Allah) secara berulang-ulang.

Mengapa harus berulang-ulang?

Tidak lain dan tidak bukan adalah agar "asma Allah" yang berjumlah 99 tersebut benar-benar terhujam dan tertanam dalam hati kita. Artinya hanya dengan menanamkan "asmaul husna"-lah hati kita akan tenang.

Apakah menyebut di sini hanya sekedar menyebut? Cuma sekedar berkata-kata?

Tidak! Rendra berkata: "Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata."

Maukah hati kita tenang? Maka laksanakan dan perjuangkanlah segala apa yang benar-benar menjadi panggilan hati kita.

Apapun pekerjaan kita, mau jadi tukang ojek, ustadz, polisi, PNS, atau presiden kalau itu kita perjuangkan sebagai sebuah panggilan hati maka permasalahan, problem, tantangan, dan kendala apapun yang kita hadapi tak kan surut melangkah ke belakang.

Tapi kalau kita bekerja semata-mata profesi bukan bekerja karena panggilan hati, maka "mood" kerja kita sangat tergantung gaji. Kalau digaji besar kita semangat, kalau gaji turun merosot pulalah kinerja kita.

Yang paling sengsara hatinya adalah orang yang bekerja bukan karena panggilan hati, bukan karena profesi (gaji) tapi bekerja karena terpaksa.

Yang namanya hati, baik itu kerja, menikah, dan sekolah atau kuliah kalau semua hal tersebut kita lakukan dengan terpaksa dan bertentangan dengan hati, itu sama saja menyiksa hati dan perasaan.

Sayangnya kita belum sungguh-sungguh untuk menumbuhkan minat melatih dan mengasah perasaan dan terus-menerus belajar menajamkan telinga batin untuk mendengarkan suara hati.

Kita begitu meremehkan segala sesuatu sehingga tidak mampu berempati dengan diri sendiri. Kalau terhadap diri sendiri saja kita tidak mampu berempati maka jangan harap kita memiliki hati lembut, sensitif, dan peka terhadap bagaimana perasaan orang lain.

Karena sebenarnya apa yang hati kita rasakan juga dirasakan oleh hati orang lain. Kalau kita nggak mau dibohongin, orang lain juga sama nggak mau dibohongin. Kalau kita nggak mau didustain, iya orang lain juga nggak mau lah didustain. Apalagi diduain.

Begitu seringnya kita bohongi diri sendiri sehingga hati kita tidak lagi memiliki sensitifitas. Maka ketika kita membohongi orang lain kita anggap itu merupakan suatu kewajaran, bukan merupakan suatu perbuatan dosa.

Satu kebohongan akan melahirkan kebohongan demi kebohongan yang lain. Berbohong merupakan salah satu penyebab hati kita tidak tenang dan membuat hidup grasak-grusuk.

Kalau bohong sudah berurat, berakar, dan mendarah daging maka hati kita tersiksa, merana, dan terus kecapean sampai ajal menjemput.

Jumat, 01 Mei 2009

Siapa Tuhan, Siapa Hamba Sih?

Sabtu, 0200509

Siapa Tuhan, Siapa Hamba Sih?

Oleh: Mohamad Istihori

Sebenarnya siapa yang Tuhan dan siapa yang hamba sih? Kita tentu menjawab penuh dengan keyakinan bahwa yang Tuhan adalah Allah. Sedangkan yang hamba adalah manusia.

Nah, kalau memang demikian keyakinan kita maka pertanyaan selanjutnya adalah yang mesti mengikuti keinginan itu: Allah sebagai Tuhan mengikuti keinginan kita atau kita sebagai Hamba yang mengikuti keinginan Allah?

Tentunya kitalah sebagai hamba-Nya yang seharusnya mengikuti keinginan Allah. Jangan malah Allah kita paksa mengikuti keinginan kita.

Karena jelas rumusnya, barang kali yang kita sukai belum tentu baik menurut Allah dan mungkin saja yang kita benci itu justru yang baik menurut Allah.

Maka marilah kita terus belajar, belajar, dan belajar untuk memahami: sebenarnya apa sih yang Allah inginkan atas hidup kita di dunia ini?

Apa coba yang Allah inginkan atas hidup kita? Karena tentu saja yang Allah inginkan atas hidup saya itu berbeda dengan yang Allah inginkan atas hidup anda.

Dan, kalau kita memang benar-benar hamba, seorang pengabdi Allah maka kita akan selalu mengikuti keinginan Allah. Bukan kemauan kita, orang tua, atau siapa saja yang selain Allah.

Masalahnya sekarang kita tidak pernah menyisihkan waktu untuk membedakan mana keinginan Allah dan mana keinginan kita.

Kita sudah kehilangan semangat untuk belajar mengenai hal itu. Kita sudah sangat merasa nyaman dengan hidup yang serba instan.

Pokoknya yang penting kita senang, kita kaya, punya banyak harta, terkenal, punya rumah, kendaraan mewah, dan atribut-atribut keduniaan lain tanpa merasa perlu untuk meneliti apakah semua prestasi yang kita dapat atas perkenan Sang Maha Pemilik Segalanya itu semua atau tidak.