Jumat, 15 Mei 2009

Kiai Jihad di Sarang Pelacur

Jum'at, 150509

Kiai Jihad di Sarang Pelacur

Oleh: Mohamad Istihori

Malam ini begitu dingin. Langit mendung. Angin malam membuat siapa saja yang tertiup olehnya menjadi menggigil.

Tapi suasana di luar itu seakan tidak terasa oleh mereka yang asyik memacu nafsu dengan para penjaja cinta.

Kiai Jihad mampir ke tempat tersebut setelah pulang ngajar ngaji. Awalnya dia duduk di warung pinggir jalan memesan rokok kretek favoritnya plus segelas kopi hitam.

Kiai Jihad terlihat celingukan. Dia tampak menengok ke kanan dan ke kiri. Saya sendiri heran dan bertanya-tanya apa sebenarnya yang ia cari.

Ketika ia melihat seorang wanita berpakaian super ketat dengan kosmetik sangat menor, Kiai Jihad pun memanggil "kupu-kupu liar" itu.

"Mbak ke sini!" ujar Kiai Jihad.

"Saya?" tanya wanita itu seakan tidak percaya bahwa malam ini ada seorang pria dengan baju koko plus peci hitam di atas kepala memanggilnya.

"Ada apa mas?" ujar wanita berkulit putih itu.

"Saya hanya mau ngobrol sebentar dengan Mbak. Saya minta kesediaan waktu Mbak sebentar saja." ujar Kiai Jihad.

"Maaf iya Pak Ustadz malam ini saya harus kerja. Saya nggak mau buang-buang waktu apalagi mesti dengar ceramah anda yang nggak penting itu." ujarnya sinis.

"Oh gitu toh masalahnya. Mbak kalo sejam dibayar berapa?"

"Rp. X"

"Oh segitu. Oke sekarang Mbak saya bayar Rp. X untuk menyediakan waktu ngobrol dengan saya. Setuju?"

Wanita itu pun menganggukkan kepalanya tanda setuju.

Setelah ngobrol ngalor ngidul dengan wanita itu akhirnya Kiai Jihad berkata, "Mbak mau nggak menikah dengan saya?"

"Apa nikah sama Pak Ustadz? Yang bener aja Pak Ustadz?"

"Lah bener Mbak masa saya bohong apa. Asalkan Mbak mau meninggalkan pekerjaan ini."

"Aduh nggak ah Pak Ustadz. Emang penghasilan anda berapa sih? Mendingan saya menjadi pelacur seperti ini, penghasilannya lebih gede Pak Ustadz."

"Kalau Mbak mau menikah. Saya akan memberi Rp. 100.000,- per hari."

"Iya masih kalah dengan penghasilan saya setiap malam dong Pak Ustadz."

"Oh iya deh kalau gitu. Saya pamit dulu iya Mbak. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikummussalam. Ada-ada aja Pak Ustadz." ujar wanita itu seiring kepergian Pak Ustadz dan saya dari "sarang kupu-kupu itu".

Saya sangat kaget dan keheranan luar biasa ketika Kiai Jihad memutuskan untuk mampir di tempat begituan.

Pada awalnya saya mengira beliau hanya ingin beli rokok dan minum kopi. Eh ternyata malah ngelamar pelacur. Untung cuma ngelamar nggak sampe ngamar.

Saya pun memberanikan diri bertanya kepada Kiai Jihad untuk menghilangkan rasa ingin tahu saya yang menggebu-gebu. "Kenapa Kiai melamar pelacur?"

"Loh kenapa? Apa nggak boleh saya menikahi pelacur?"

"Iya boleh aja Pak Kiai. Tapi emang apa nggak ada wanita lain apa sampai mau menikahi seorang pelacur."

"Ucapan seperti itu karena ente udah terbawa pemikiran banyak orang yang menganggap bahwa pelacur itu kotor. Yang kotor itu bukan pelacurnya. Yang kotor adalah perbuatan melacurnya.

Orangnya tetap suci dan Allah senantiasa bersedia menerima taubatan nasuhanya kapan saja. Kita boleh membenci perbuatan seseorang tapi jangan orangnya.

Orangnya tetap kita temenin bahkan kalau dia punya i'tikad dan niat baik kitalah justru yang mesti menjadi orang pertama yang mendukungnya"

"Loh kok bisa begitu Pak Kiai? Masa pelacur dibilang suci?"

"Apakah kamu mau dianggap orang kotor setelah melakukan suatu dosa? Apakah Allah tidak menerima taubat seorang pelacur atau seorang junky?

Tidak ada manusia kotor, hina, atau najis. Yang ada hanya perbuatannyalah yang kotor, hina, atau najis.

Makanya kita tetap bisa bersahabat dengan siapa saja. Tanpa harus memaksa orang tersebut melakukan apa yang biasa kita lakukan.

Karena dia juga tidak berhak memaksa kita untuk melakukan apa yang telah biasa ia lakukan."

Saya sekarang mengerti mengapa Kiai Jihad tetap terlihat berteman dengan siapa saja tanpa memandang apa profesi orang itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar