Senin, 17 September 2012

Coretan Tangan Kenduri Cinta September 2012: “Peradaban Akuwarium”

Senin, 17 September 2012 03:34 WIB

Coretan Tangan Kenduri Cinta September 2012: “Peradaban Akuwarium”

1. “Wong pinter numpak helikopter
Wong bodo numpa’e kebo
Wong pinter sekolah’e dokter
Wong bodo cuma planga-plongo
Wong pinter suka muter-muter
Wong bodo nenggak pil koplo.”

Itulah dendang seorang penyanyi yang ikut memeriahkan Majelis Ta’rif Kenduri Cinta Periode September 2012. Saya sendiri belumlah tahu siapa namanya. Pada awalnya jama’ah sama sekali belum merespons apa yang dihadirkan penyanyi berpakaian lusuh itu. Namun setelah beberapa lama barulah mulai beberapa orang merespons positif lagu-lagunya yang kemudian diikuti riuh-rendah tepuk tangan dari jama’ah malam itu.

2. Komnas HAM sampai saat ini belum memiliki perlindungan terhadap UU Adat/Lokal yang dimiliki masyarakat kita.

3. “Santan/minyak kelapa sama sekali tidak menyebabkan kolesterol dan jantung. Pernyataan ini merupakan fitnah besar yang dikompor-komporin oleh pengusaha minyak goreng Eropa dan Amerika. Hal ini dikarenakan mereka tidak bisa menghasilkan kelapa yang bisa memenuhi kebutuhan hidup orang banyak.” Cak Dil.

Selain kelapa, nasib rokok kretek (tembakau dan cengkeh) juga dizalimi dan difitnah oleh negara-negera yang tidak mampu menghasilkannya sehingga kita mau dengan suka rela beralih ke produk yang mereka jual. Jadi peringatan-peringatan kesehatan itu sebenarnya tidak ada hubungannya sedikit pun dengan penyakit yang bisa kita derita kalau kita mengkonsumsi santan, tembakau atau cengkeh.

Ini hanya masalah persaingan bisnis yang bertopeng dunia kesehatan dan medis. Jadi selama ini kita dibohongin habis-habisan agar kita hidup dalam “peradaban akuwarium” dan melupakan kekayaan alam kita untuk kemudian mereka rampok karena kita anggap semua itu menyebabkan penyakit dan tidak ada gunanya.

Padahal dalam sejarah kita tahu bahwa Belanja menjajah Nusantara adalah atas tiga alasan: Pertama, cengkeh. Kedua, kopra (kelapa). Ketiga, rempah-rempah.

4. Sampe-sampe konsep “4 Sehat-5 Sempurna (susu sapi)” pun kita sebenernya didikte Amerika. Padahal kalo kita makan saja apa yang ada dan tumbuh di atas tanah ibu pertiwi kita ini maka pasti kita sudah bisa hidup sehat tanpa konsep “4 sehat-5 sempurna” itu. Yang paling sehat itu juga adalah makanan asli Indonesia. Justru makanan-makanan cepat saji yang biasa diproduksi dan menjadi makanan sehari-hari di sana itulah yang menjadi sumber penyakit bagi kita.

5. Manusia itu adalah kholifah. Maka manusia sebenarnya juga bertugas dan memainkan perannnya di dalam melayani semua kehidupan yang ada di dunia. Seperti melayani pertemuan antara benih dengan tanah yang menjadi media kehidupan bagi benih itu sendiri.

6. Sebenarnya kalau saja kita bisa membudidayakan cacing maka manusia khususnya dalam hal ini para petani bisa mengembalikan tugas mencangkul sawah atau tanahnya kepada cacing.

7. Siapa bilang sistem politik kita sekarang adalah sistem politik demokrasi? Itu kan cuma topeng doing. Aslinya sistem politik kita sekarang adalah sistem politik transaksi. Jadi siapa yang paling banyak uangnya maka dialah yang pasti mengendalikan jalannya sistem politik itu tadi.

8. Petani adalah guru pertanian. Tapi tiba-tiba pemerintah kita bikin universitas pertanian dan menjadikan petani sebagai objek bukan subjek, bukan sebagai tempat mereka bertanya perihal pertanian eh mereka malah sok menggurui para petani kita.

9. Film Rayya adalah film yang mampu menghadirkan Tuhan tanpa menampilkan simbol-simbolnya.

10. Kalau kamu mencintai orang lain itu sebenarnya kita sedang mencintai diri kita sendiri atau memang benar-benar mencintai orang lain itu?

11. Niat awal selalu menyertai perjalanan menujunya.

12. Teruslah berjalan. Temukan kunci-kuncinya. Nanti kamu sendirilah yang akan menemukan pintu-pintunya.

13. Ketidakteraturan itu justru dipahami nanti di akhirnya sebagai sebuah keteraturan. Justru yang kita anggap sekarang ini merupakan sesuatu yang teratur sesungguhnya merupakan perkara yang sangat berantakan nggak karu-karuan.

14. Cinta itu adalah memberikan lebih dari yang diminta.

15. Cinta itu kekal dan tidak bisa dibunuh. Ia hanya bisa dialihkan.

16. Mahabbah = Cinta yang masih disamarkan. Cinta yang masih melihat fisik dan materi. Sedangkan mawaddah, yang diambil dari sifat Allah al Waduud, artinya adalah cinta yang tanpa pamrih. Cinta lahir-batin. Maka bersabarlah atas segala kekurang yang dimiliki oleh pasangan kita karena kelak Allah pasti akan memunculkan keistimewaan-keistimewannya.

17. Bohong itu boleh. Yang tidak boleh adalah menipu. Berbohong diperbolehkan pada tiga keadaan: pertama, untuk mendamaikan. Kedua, saat pertandingan atau kompetisi. Dan, ketiga untuk melindungi jiwa/nyawa.

18. Budaya itu tidak bisa dibeda-bedakan dan diperbandingkan mana yang lebih dan mana yang kurang. Yang bisa untuk itu adalah peradaban.

19. Hubungan manusia dengan Tuhan sangat erat dengan air.

20. Tuhan memberikan kebahagiaan sesuai dengan tempatnya/maqomnya. Kalau kata Mario Teguh mah, “Bukan kebahagiaan yang melahirkan syukur. Tapi justru rasa syukurlah yang menjadikan kita selalu bahagia”.

(Mohamad Istihori: Orang Maiyah)

Sabtu, 15 September 2012

Yang Maha Berpuasa


Rabu, 12 September 2012

Yang Maha Berpuasa

Tengah malam Mat Semplur terbangun. Tiba-tiba saja ia teringat kelalaiannya sebagai hamba Allah SWT. Ia pun bergumam dalam hatinya dengan penuh penyesalan:

“Ya Allah…Ya Allah…Untung Tuhan kami adalah Engkau Ya Allah…Kalo bukan Kamu Tuhan kami, kami tidak tahu bagaimana nasib kami saat ini ya Allah…

Engkau telah menggratiskan oksigen untuk kami bernafas. Kau member kami laptop, BB, motor dan PC tablet. Kau berikan kami telinga, mata dan seluruh anggota badan plus dengan fungsinya tanpa kami harus mengeluarkan uang sepeserpun. Tapi sekedar untuk mengabdi kepada-Mu dalam bentuk sholat lima waktu saja kok rasa-rasanya beraaat banget ya Allah…

10 menit sholat fardhu bagi kami bagaikan berjalan dengan trek menanjak dan penuh dengan duri. Sholat taraweh 20 rokaat yang biasanya menghabiskan waktu satu jam terasa satu abad. Tapi main PS berjam-jam bahkan sampe seharian terasa kurang. Bahkan azan yang berkumandang malah menjadi pengganggu bagi aktivitas main-main kami ini.

Nonton pertandingan sepak bola 2x45 menit terasa sangat sebentar. Seandainya bukan Engkau Tuhan kami ya Allah…maka mungkin kami ini udah abis digaplokin dan ditempelengin. Untungnya sampai hari ini Kau masihlah “berpuasa”. Kau masih bersabar melihat betapa kami ini sangat tidak tahu diri pada-Mu. Kami maksiat, lalai dan khilaf tapi Kau masih terus melimpahkan berbagai macam rezeki atas hidup kami.”

Setelah itu ngantuk berat kembali menimpa Mat Semplur. Ia pun tidur lagi. Esok pagi ia lupa apa saja yang ia ucapkan dalam hati dini hari tadi.

Segala kelalaian pun ia kerjakan kembali. Ah dasar Mat Semplur, begitu mudahnya ia men-switch lakon Iblis dengan Malaikat. Sehingga penyesalan dalam hatinya tak mencegahnya untuk total melakukan penyesalan dan tobat dalam kehidupannya yang nyata.

(Mohamad Istihori: Orang Maiyah)

Islam Itu adalah Agama Management


Jum’at, 14 September 2012 04:08 WIB

Islam Itu adalah Agama Management

Emang apa sih yang nggak diatur dalam Islam? Semua dalam Islam itu diatur. Mulai perkara paling sepele sampai hal yang penting. Islam tidak membesar-besarkan perkara yang sepele tapi sekaligus ia juga tidak meremehkan hal-hal yang kecil. Yang paling penting dalam Islam adalah ketepatan kita dalam melakukan sesuatu. Makanya agar tepat itulah dibutuhkan management itu tadi.

Islam tidak melarang manusia untuk punya anak. Tapi Islam memberikan aturan bagaimana kita memiliki keturunan. Tidak seenak udele dewe. Tidak semau-maumu. Hasilnya memang sama punya anak. Tapi prosesnya ada yang menikah dulu baru punya anak dan ada yang zina, nikah dan tak berapa lama menikah eh tahu-tahu udah punya anak aja.

Semua calon pasangan suami-istri tentunya berharap kelak kalau sudah menikah dikaruniai anak yang sholeh/sholehah. Tapi yang sangat disayangkan dalam proses perkenalan, mereka justru melakukan tindakan-tindakan yang berada sangat jauh dalam koridor kesholehan. Mereka berdua belum mampu untuk bagaimana me-manage hawa nafsu. Sehingga yang mereka lakukan selama proses perkenalan itu lebih didominasi perkenalan fisik ketimbang perkenalan rohani.

Kan idealnya yang dilakukan calon pasangan suami-istri adalah mengenal secara rohaniah calon pasangan hidupnya itu. Seberapa sabarkah calon pasangan kita kalo diajak hidup sengsara? Seberapa jujurkan ia saat menghadapi peluang untuk berbohong? Seberapa setiakah ia di dalam memegang pengetahuan dan kebenaran yang telah ia pelajari dan alami selama pengalaman hidupnya? Dan, berbagai macan tolak ukur rohaniah yang memang diperlukan untuk mengarungi kehidupan rumah tangga yang penuh dengan ujian dari Allah. Kalau hal ini luput dari perhatian kita maka jangan kaget kalau kita mengalami penyesalan yang sangat mendalam karena telah memutuskan untuk menikah dan hidup bersama dengannya.

Ya Allah aku merasa miris banget, mengapa yang dilakukan oleh orang-orang yang katanya menjadikan-Mu sebagai tujuan utama hidupnya malah lebih mengenal dari segi fisik calon pasangan hidupnya. Sehingga meskipun belum menikah mereka telah sangat saling mengenal bentuk bahkan rasa dari “milik pribadi” mereka masing-masing.

Atau Islam juga tidak melarang manusia untuk menjadi orang kaya. Tapi cara dan proses untuk menjadi orang kayalah itulah yang dimanage Islam agar kita menjadi kaya itu tidak merugikan orang lain. Tapi justru malah memberikan kegembiraan bagi orang lain karena kita menjadi “kran rezeki Allah” di dalam menyalurkan segala apa yang telah Allah titipkan dan amanahkan dalam kehidupan kita.

Salah satu wahana belajar management waktu yang ditawarkan oleh Islam adalah wajibnya pelaksanaan sholat lima waktu sehari semalam. Sholat itu mengajarkan management waktu yang sangat berharga bagi siapa saja yang dengan konsisten dan istiqomah untuk menegakkannya setiap hari.

Kalo Shubuh kita masih kesiangan, masih ada Dzhuhur untuk kita sholat pada waktunya. Kalau Dzhuhur telat juga masih ada Ashar. Dan begitu setiap hari sampai kita benar-benar mampu berevolusi untuk me-manage setiap detik yang telah Allah anugerahkan dalam hidup kita agar kita mampu memanfaatkannya tiap jengkal itu sebagai wahana yang bisa memperdalam cinta kita pada Allah SWT.

(Mohamad Istihori: Orang Maiyah)

Para "Bonek" dalam Pilgub Putaran II


Ahad, 16 September 2012

Para “Bonek” dalam Pilgub Putaran II

Ini kan sebentar lagi, kurang-lebih empat hari lagi yaitu tanggal 20 September, kita sebagai Warga Jakarta akan mengikuti Pemilihan Gubernur. Ada beberapa poin yang selayaknya harus kita pahami sebelum hari tersebut. Karena apapun sebenarnya ada ilmunya. Termasuk urusan memilih pemimpin. Masalahnya kita mau belajar dan mencari ilmunya atau ah ikut-ikutan saja?

Poin pertama, tentang pemimpin. Allah berfirman: “Athii’ul laaha wa athii’ur rosuula wa uulil amri minkum.” (Taatlah kepada Allah, taatlah kepada Rosulullah, dan kepada Pemimpin di antara kamu sekalian).

Pada ayat di atas kepatuhan kepada Allah dan Rosul bersifat mutlak, makanya dalam redaksi ayatnya memakai athii’uu: Athii’ul laaha wa athii’ur rosuula. Sedangkan taat pada pemimpin itu sifatnya tidak mutlak. Makanya nggak pake athii’uu tapi langsung: Wa uulil amri minkum. Dan, seterusnya sebagaimana yang pernah saya sampaikan pada pengajian kita sebelum-sebelumnya.

Poin kedua, tentang amanah kepemimpinan. Kalo kita pake bahasa sederhananya amanah kepemimpinan itu adalah dititipin kepemimpinan. Misalnya, kalo saya dititipin motor sama satu orang repot nggak? Kalau dua orang lebih repot apa lebih ringan? Dan kalau saya dititipin motor sama orang sekelurahan Munjul repot banget apa sedikit repot? Saya bayangkan, kalau bapak dititipin motor oleh orang sekelurahan Munjul pasti capeknya luar biasa. Bener nggak?

Jadi kalo menurut saya dititipin itu suatu hal yang sangat-sangat merepotkan. Maka nggak usah minta untuk dititipin sesuatu sama orang. Apalagi pake pasang spanduk sepanjang jalan. Pasang iklan di setiap media, baik media cetak maupun elektronik. Mendatangi setiap orang yang di pasar, di terminal, di pengajian, di mall, dan di setiap tempat dan di acara-acara di mana orang berkumpul kecuali orang tersebut datang ke rumah kita. Memohon dengan sangat agar kita berkenan untuk dititipin sesuatu oleh dia.

Lah itu lah mengapa Rosulullah mengingatkan kita agar jangan memilih pemimpin yang meminta. Karena jangankan kita mengurus apa yang dititipkan manusia. Ngurus apa yang dititipin Allah aja kita belum tentu becus. Kan sebagai Orang Islam itu kita dititipin dengan sangat dua hal oleh Allah: pertama diri kita sendiri. Kedua keluarga kita. Sebagaimana Allah berfirman: Quu anfusakum wa ahlikum naaroo. (Jagalah dirimu dan keluarga kamu sekalian).

Jadi Allah pesen, “Nih Jama’ah Masjid al Akbar saya titipkan dirimu dan keluarga kepada kamu. Tolong iya dijaga baik-baik. Jangan sampe kamu nggak sanggup menjaga keduanya. Awas loh kalo ternyata saya nyatakan kamu tidak lulus menjaga dua titipan saya ini maka kamu akan masuk neraka.”

Coba yang anda rasakan selama ini, menjaga dua saja titipan dari Allah itu merepotkan apa nggak? Sangat merepotkan. Lah ini menjaga titipan dari Allah saja kita sudah capeknya bukan main malah minta dititipin sesuatu yang sekarang kita kenal kepemimpinan bukan dari satu-dua orang tapi ini minta dititipin kepemimpinan oleh orang se-DKI Jakarta. Bagi saya ini orang luar biasa nekadnya. Lebih nekad dari bonek atau apapun saja fenomenan budaya nekad yang lahir di negara ini.

Kalau kita sungguh-sungguh menjaga dua titipan Allah ini saja maka otomatis secara bertahap Allah pasti akan nitipin perkara-perkara lain dalam hidup kita termasuk masalah kepemimpinan. Mulai kepemimpinan dalam memimpin diri sendiri sampai tingkat di mana Allah berkehendak. Kalau menurut ilmu Allah puncak ke pemimpinan kita memimpin diri sendiri dan keluarga iya memang begitulah ketentuan Allah.

Poin ketiga, kalau kita meminjam istilah ilmu Fiqih, dalam menentukan sesuatu termasuk di dalamnya menentukan pilihan ada tiga metode: ijtihad, ittiba’ dan taklid. Kalau kita kaitkan dalam pemilihan pilgub putaran II, kita ini masuk golongan orang yang memilih pemimpin dengan metode ijtihad, cara ittiba’ atau taklid.

Kalau kita memilih dengan cara ijtihad berarti kita adalah orang yang sudah dewasa. Orang yang sudah akil-baligh. Akil itu orang yang berakal. Baligh itu sampai. Jadi akil-baligh adalah orang yang dengan akalnya sudah sampai pada keputusannya sendiri untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk untuk dirinya dan ia siap mempertanggungjawabkan pilihannya itu di hadapan Allah SWT.

Saya katakan bahwa metode ijtihad ini adalah metode orang dewasa karena ia nggak disuapin. Tapi ia cari sendiri. Ia belajar dan bertanya pada orang yang memang pantas untuk ditanya untuk kemudian ia tentukan pilihannya sendiri. Ibarat orang makan nasi, ia masak nasi itu sendiri dengan uangnya sendiri untuk dimakan sendiri atau dimakan bersama-sama.

Metode kedua adalah metode ittiba’ atau ikut-ikutan. Ini metodenya remaja. Yang belum mampu memahami dirinya sendiri sehingga ia butuh dibimbing oleh orang yang sudah dewasa untuk menentukan pilihannya. Meski pilihannya ikut orang lain tapi metode ittiba’ ini tetap kritis dan selektif untuk menentukan kepada siapa ia meminta bimbingan dan bertanya. Jadi dia nggak milih sembarang orang. Nggak asal denger dan nggak asal-asalan.

Ketiga adalah metode taklid. Ini metode anak bayi. Metode orang yang minta disuapin untuk menentukan pilihan. Kalau dalam metode ittiba’ masih ada obyektivitas maka pada metode taklid ini yang main adalah emosi dan syahwat. Pokoknya siapa saja yang bisa mengeyangkan perutnya akan ia pilih. Pilihan metode taklid sama sekali tidak berdasarkan ilmu. Maka suka dibilang taklid buta.

Nah itulah ketiga poin yang bisa saya sampaikan. Semoga bisa menjadikan kita pemilih yang cerdas agar pemimpin yang lahir dari 20 September nanti juga adalah pemimpin yang cerdas. Karena pemimpin yang cerdas hanya lahir dari pemilih yang cerdas. Wal laahu ‘alam.

(Mohamad Istihori: Orang Maiyah)

Kamis, 13 September 2012

Tuhan Itu Pusat Kebenaran


Jum’at, 14 September 2012 02:22 WIB

Tuhan Itu Pusat Kebenaran

Sudah merupakan kebiasaan Kiai Jihad dan Mat Semplur pulang pengajian sampai larut malam/dini hari. Pun Jum’at dini hari ini. Saat penduduk Jakarta tertidur dengan sesekali terbangun karena gigitan nyamuk yang menghisap darah mereka, Kiai Jihad dan Mat Semplur justru berada di tengah jalan raya Ibu Kota yang sangat sepi dengan dingin dan bau menyengat yang khas.

Pada ”lampu merah” pertama Kiai Jihad menghentikan sepeda motor bututnya. Mat Semplur komen, “Loh kok malah berhenti sih Pak Kiai?”

“Ya kan lampu merah. Bukankah kalo lampu merah itu setiap pengendara diwajibkan berhenti.” Jawab Kiai Jihad.

“Tapi kan sekarang nggak ada siapa-siapa Kiai. Polisi mah jam segini juga udah pada molor. Jadi udah Kiai, embat aja biar kita cepet sampe. Nih cacing dalam perut ane lagi pada demonstrasi.” Usul Mat Semplur.

“Saya mentaati rambu-rambu lalu lintas ini bukan karena polisi tapi karena saya hanya belajar untuk taat pada apa yang sudah saya ketahui. Orang yang melanggar apa yang ia telah ketahui itu berarti mengkhianati kebenaran yang berlaku dalam dirinya. Dan, itu berarti pula ia telah berkhianat pada Tuhannya.

Tapi memang demikianlah perilaku kebanyakan manusia sekarang. Dan, akan semakin sedikit orang yang setia pada pengetahuan dan kebenaran yang telah ada pada dirinya. Orang telah dengan tidak sengaja atau bahkan dengan sengaja mengkhianati kebenaran yang berlaku di dalam dirinya ketika ia merasa tidak ada siapa-siapa lagi di sisinya.

Maka sangat wajar kalau wakil-wakil kita yang sedang melakukan kunjungan kerja (kunker)/perjalanan dinas baik di dalam negeri atau yang di luar negeri itu kebanyakan tidak peduli-peduli amat dengan maksud dan tujuan kunkernya.

Yang mereka observasi pertama kali justru adalah tempat pelacuran, wilayah di mana tari striptes digelar atau belanja-belanji dengan pengeluaran yang sangat besar. Bahkan yang update sekarang adalah mereka justru asyik menikmati sungai daripada harus menyelesaikan misi utama kunkernya.” Ujar Kiai Jihad sambil “narik gas” karena lampu hijau telah menyala.

(Mohamad Istihori: Orang Maiyah)

Sumber gambar: http://adistiar-feb06.web.unair.ac.id/artikel_detail-49966-Umum-Integritas.html