Sabtu, 15 September 2012

Para "Bonek" dalam Pilgub Putaran II


Ahad, 16 September 2012

Para “Bonek” dalam Pilgub Putaran II

Ini kan sebentar lagi, kurang-lebih empat hari lagi yaitu tanggal 20 September, kita sebagai Warga Jakarta akan mengikuti Pemilihan Gubernur. Ada beberapa poin yang selayaknya harus kita pahami sebelum hari tersebut. Karena apapun sebenarnya ada ilmunya. Termasuk urusan memilih pemimpin. Masalahnya kita mau belajar dan mencari ilmunya atau ah ikut-ikutan saja?

Poin pertama, tentang pemimpin. Allah berfirman: “Athii’ul laaha wa athii’ur rosuula wa uulil amri minkum.” (Taatlah kepada Allah, taatlah kepada Rosulullah, dan kepada Pemimpin di antara kamu sekalian).

Pada ayat di atas kepatuhan kepada Allah dan Rosul bersifat mutlak, makanya dalam redaksi ayatnya memakai athii’uu: Athii’ul laaha wa athii’ur rosuula. Sedangkan taat pada pemimpin itu sifatnya tidak mutlak. Makanya nggak pake athii’uu tapi langsung: Wa uulil amri minkum. Dan, seterusnya sebagaimana yang pernah saya sampaikan pada pengajian kita sebelum-sebelumnya.

Poin kedua, tentang amanah kepemimpinan. Kalo kita pake bahasa sederhananya amanah kepemimpinan itu adalah dititipin kepemimpinan. Misalnya, kalo saya dititipin motor sama satu orang repot nggak? Kalau dua orang lebih repot apa lebih ringan? Dan kalau saya dititipin motor sama orang sekelurahan Munjul repot banget apa sedikit repot? Saya bayangkan, kalau bapak dititipin motor oleh orang sekelurahan Munjul pasti capeknya luar biasa. Bener nggak?

Jadi kalo menurut saya dititipin itu suatu hal yang sangat-sangat merepotkan. Maka nggak usah minta untuk dititipin sesuatu sama orang. Apalagi pake pasang spanduk sepanjang jalan. Pasang iklan di setiap media, baik media cetak maupun elektronik. Mendatangi setiap orang yang di pasar, di terminal, di pengajian, di mall, dan di setiap tempat dan di acara-acara di mana orang berkumpul kecuali orang tersebut datang ke rumah kita. Memohon dengan sangat agar kita berkenan untuk dititipin sesuatu oleh dia.

Lah itu lah mengapa Rosulullah mengingatkan kita agar jangan memilih pemimpin yang meminta. Karena jangankan kita mengurus apa yang dititipkan manusia. Ngurus apa yang dititipin Allah aja kita belum tentu becus. Kan sebagai Orang Islam itu kita dititipin dengan sangat dua hal oleh Allah: pertama diri kita sendiri. Kedua keluarga kita. Sebagaimana Allah berfirman: Quu anfusakum wa ahlikum naaroo. (Jagalah dirimu dan keluarga kamu sekalian).

Jadi Allah pesen, “Nih Jama’ah Masjid al Akbar saya titipkan dirimu dan keluarga kepada kamu. Tolong iya dijaga baik-baik. Jangan sampe kamu nggak sanggup menjaga keduanya. Awas loh kalo ternyata saya nyatakan kamu tidak lulus menjaga dua titipan saya ini maka kamu akan masuk neraka.”

Coba yang anda rasakan selama ini, menjaga dua saja titipan dari Allah itu merepotkan apa nggak? Sangat merepotkan. Lah ini menjaga titipan dari Allah saja kita sudah capeknya bukan main malah minta dititipin sesuatu yang sekarang kita kenal kepemimpinan bukan dari satu-dua orang tapi ini minta dititipin kepemimpinan oleh orang se-DKI Jakarta. Bagi saya ini orang luar biasa nekadnya. Lebih nekad dari bonek atau apapun saja fenomenan budaya nekad yang lahir di negara ini.

Kalau kita sungguh-sungguh menjaga dua titipan Allah ini saja maka otomatis secara bertahap Allah pasti akan nitipin perkara-perkara lain dalam hidup kita termasuk masalah kepemimpinan. Mulai kepemimpinan dalam memimpin diri sendiri sampai tingkat di mana Allah berkehendak. Kalau menurut ilmu Allah puncak ke pemimpinan kita memimpin diri sendiri dan keluarga iya memang begitulah ketentuan Allah.

Poin ketiga, kalau kita meminjam istilah ilmu Fiqih, dalam menentukan sesuatu termasuk di dalamnya menentukan pilihan ada tiga metode: ijtihad, ittiba’ dan taklid. Kalau kita kaitkan dalam pemilihan pilgub putaran II, kita ini masuk golongan orang yang memilih pemimpin dengan metode ijtihad, cara ittiba’ atau taklid.

Kalau kita memilih dengan cara ijtihad berarti kita adalah orang yang sudah dewasa. Orang yang sudah akil-baligh. Akil itu orang yang berakal. Baligh itu sampai. Jadi akil-baligh adalah orang yang dengan akalnya sudah sampai pada keputusannya sendiri untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk untuk dirinya dan ia siap mempertanggungjawabkan pilihannya itu di hadapan Allah SWT.

Saya katakan bahwa metode ijtihad ini adalah metode orang dewasa karena ia nggak disuapin. Tapi ia cari sendiri. Ia belajar dan bertanya pada orang yang memang pantas untuk ditanya untuk kemudian ia tentukan pilihannya sendiri. Ibarat orang makan nasi, ia masak nasi itu sendiri dengan uangnya sendiri untuk dimakan sendiri atau dimakan bersama-sama.

Metode kedua adalah metode ittiba’ atau ikut-ikutan. Ini metodenya remaja. Yang belum mampu memahami dirinya sendiri sehingga ia butuh dibimbing oleh orang yang sudah dewasa untuk menentukan pilihannya. Meski pilihannya ikut orang lain tapi metode ittiba’ ini tetap kritis dan selektif untuk menentukan kepada siapa ia meminta bimbingan dan bertanya. Jadi dia nggak milih sembarang orang. Nggak asal denger dan nggak asal-asalan.

Ketiga adalah metode taklid. Ini metode anak bayi. Metode orang yang minta disuapin untuk menentukan pilihan. Kalau dalam metode ittiba’ masih ada obyektivitas maka pada metode taklid ini yang main adalah emosi dan syahwat. Pokoknya siapa saja yang bisa mengeyangkan perutnya akan ia pilih. Pilihan metode taklid sama sekali tidak berdasarkan ilmu. Maka suka dibilang taklid buta.

Nah itulah ketiga poin yang bisa saya sampaikan. Semoga bisa menjadikan kita pemilih yang cerdas agar pemimpin yang lahir dari 20 September nanti juga adalah pemimpin yang cerdas. Karena pemimpin yang cerdas hanya lahir dari pemilih yang cerdas. Wal laahu ‘alam.

(Mohamad Istihori: Orang Maiyah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar