Selasa, 31 Maret 2009

Ilmu Amal dan Amalan Ilmu

Kamis, 260309

Ilmu Amal dan Amalan Ilmu

Oleh: Mohamad Istihori

Ilmu itu bukan berfungsi sebagai "vitamin" atau "nutrisi" akal saja, namun dalam Islam, ilmu adalah suatu unsur yang mampu memberikan pencerahan kepada jiwa atau spiritual kita.

Dan, yang paling penting adalah ilmu sebagai landasan dasar dan faktor pendorong kita dalam melakukan amal sholeh.

"Al 'ilmu bilaa 'amalin kasyajarin bilaa tsamarin."
Ilmu tanpa amal bagaikan pohon tanpa buah."
Ilmu dan amal merupakan dua hal yang tak bisa dipisahkan bagaikan dua sisi mata uang. Orang tidak bisa cari ilmuuu saja tanpa beramal. Dan, di saat lain orang juga nggak bisa dong beramaaal aja tanpa memperbarui ilmunya.

Ilmu dan amal itu juga bagaikan ban belakang dengan ban depan sebuah kendaraan. Mereka berdua berjalan bersamaan. Saling melengkapi satu sama lainnya.

Orang yang berilmu dituntut untuk mengamalkan ilmunya. Orang yang beramal diharuskan menghayati amalannya dengan ilmu. Karena amal tanpa ada penghayatan ilmu hanya sebuah ritual belaka.

Orang yang sholat tapi tidak memahami ilmu sholat tetap saja akan melakukan perbuatan keji dan mungkar. Orang berzakat tanpa ilmu tetap saja tidak memiliki kepekaan sosial terhadap masyarakat sekitar lingkungannya.

Bahkan orang haji yang tidak punya ilmu hakikiat haji tidak akan memahami nilai universalitas dalam haji. Sehingga dia tetap saja fanatik terhadap ideologinya sendiri tanpa memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang yang memiliki ideologi, pemahaman, dan keyakinan yang berbeda.

Menemukan Kebahagiaan dalam Kesendirian

Rabu, 010409

Menemukan Kebahagiaan dalam Kesendirian

Oleh: Mohamad Istihori

Berkumpul dengan banyak orang atau sedikit orang memberikan kebahagiaan yang tak ternilai harganya bagi rakyat Indonesia yang memiliki budaya paguyuban, seneng kongkow, ririungan, atau berkumpul dan bercengkrama.

Saya sendiri sangat menikmati momen-momen di mana bisa berkumpul dengan banyak orang. Tanpa mempertanyakan agama, ras, suku bangsa, ideologi, parpol, atau jenis kelamin.

Dalam perkumpulan seperti itu kita akan banyak menemukan input-input ilmu pengetahuan dan kearifan kehidupan yang tidak akan pernah kita temukan dari media massa jenis apapun milik masyarakat modern.

Namun ada saat di mana kita akan sendiri, ditinggalkan oleh orang-orang yang kita cintai. Apapun alasannya perpisahan memang membawa duka dan luka. Ada yang sementara, dalam jangka waktu lama, atau selamanya.

Inilah salah satu masalah yang paling berat yang saya alami. Untuk itulah untuk menemukan kebahagiaan dalam masa-masa kesendirian ini saya menulis, menulis, dan menulis.

Dengan menulis seperti ini, saya yakin, akan memberikan ruang untuk menumpahkan segala macam perasaan, unek-unek, curahan isi hati, dan pemikiran sekaligus melatih kepekaan.

Dengan cara seperti inilah diharapkan bisa tetap memperoleh ilmu pengetahuan dan kebahagiaan. Maka sekarang mau bersama banyak orang, mau sendirian saya terus-menerus berusaha mengisi ulang "pulsa kebahagiaan" dengan ongkos menulis di tengah keramaian maupun kesunyiaan, di siang bolong atau tengah malam bahkan dini hari sampai pagi.

Kesendirian tidak lagi memberikan kesunyian bagi saya apalagi kesedihan. Manusia harus memiliki cita-cita yang lebih besar daripada masalahnya. Sehingga apapun masalah yang ia hadapi ia akan terus yakin bahwa cita-citanya lebih mulia dan besar daripada masalah yang menimpanya.

Maka kalau sudah kayak gini saya merasa pas dengan "celoteh" Oppie Andaresta, "Iam single iam very happy." Meski aku sendiri, aku tetap "happy".

Rem Blong dan Gas Bablas

Selasa, 310309

Rem Blong dan Gas Bablas

Oleh: Mohamad Istihori

Keselamatan berkendaraan bergantung pada dua hal: pertama rem dan kedua gas. Keselamatan hidup manusia juga sangat bergantung pada kemampuan dirinya untuk menentukan kapan dia harus nge-rem dan kapan harus nge-gas. (Emha Ainun Nadjib: 2008)

Banyak caleg-caleg kita yang tancap gas untuk mendapatkan jabatan. Mengeluarkan dana sekian ratus juta rupiah untuk mendaftarkan diri ke sebuah parpol konstestan pemilu 2009 dan untuk dana kampanye.

Namun mereka tidak mengindahkan remnya. Maka jangan heran setelah Pemilu 2009 akan banyak caleg-caleg yang nama dan fotonya terpasang sepanjang jalan mental mereka akan terjungkal, nyungsep, atau terjatuh.

Mereka mungkin saja akan mengalami stres, depresi, atau gangguan mental dan jiwa lainnya. Bagaimana tidak mengalami gangguan mental, mereka sudah mengeluarkan banyak uang, eh ternyata jabatan yang selama kampanye mereka bayangkan akan mereka dapatkan ternyata tidak berhasil mereka raih. "Sakit hati Bewok!" ujar seorang sahabat.

RSJ-RSJ atau tempat-tempat rehabilitasi mental akan penuh sesak. "Ah yang bener aja ente ngomong?" ujar seseorang yang lain dengan nada protes.

"Loh ini bukan masalah bener atau nggak bener. Saya kan cuma memprediksikan. Mudah-mudahan sih emang nggak kayak gitu." kata saya sambil membela diri.

Dalam kehidupan pada umumnya kita juga kerap tancap gas, mengejar obsesi, menuruti keinginan hawa nafsu, dan mengejar target pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sebulan tanpa teliti menghitung halal dan haram.

Yang memperparah keadaan kemudian adalah situasi di mana kita tidak punya rem. Melakukan apapun kalau tidak punya rem dalam jiwa kita maka akan berdampak negatif.

Melakukan segala hal kalau tidak memiliki perhitungan yang matang, kapan nge-rem, kapan nge-gas itu sama saja mencelakakan diri kita sendiri.

Jadi rawatlah gas dan rem dalam jiwa kita agar selamat sampai tujuan. Selamat menempuh perjalanan kehidupan yang penuh tantangan, cobaan, dan ujian.

Senin, 30 Maret 2009

Masyarakat Bunglon?

Sabtu, 280309

Masyarakat Bunglon?

Oleh: Mohamad Istihori

"Kok banyak masyarakat kita yang nggak jelas sih?" ujar Semplur membuka dialog dini hari ini sambil menyerumput kopi.

"Nggak jelas gimana Plur?" tanya saya masih belum mengerti arah pembicaraan Semplur.

"Iya masa kemarin lusa ikut memeriahkan kampanye 'Partai Hijau Daun', kemarinnya berbondong-bondong ikut 'Partai Merah Darah', dan hari ini beramai-ramai ikut 'Partai Kuning Langsat'."

"Kayak bunglon aja iya Plur?" ujar saya.

"Iya gitulah kira-kira masyarakat kita," Semplur menyetujui 'hipotesa' saya.

Tapi bukan Semplur namanya kalau tidak segera membuat antitesa atas sebuah hipotesa yang ia sepakati, "Tapi kita nggak bisa dong menyalahkan rakyat sepenuhnya. Namanya juga orang dibayar, nggak salah dong mereka kayak gitu?

Lagi pula kan nggak setiap hari ada orang yang mikirin rakyat, tiba-tiba baik hatinya bukan main: bagi-bagi duit, sembako, kaos, bola, jilbab, dan kartu namanya.

Nanti kalo udah dapat jabatan paling-paling mereka petantang-petenteng di depan rakyat." ujar Semplur.

"Itu mah masih mending Plur. Yang nyakitin rakyat itu, ketika mereka melakukan korupsi super canggih yang dijalankan dengan sistematis, dan disepkati bersama untuk mengembalikan jutaan rupiah yang mereka kucurkan ketika kampanye." saya mencoba menimpali.

Saya pun melanjutkan obrolan santai dini hari ini dengan bertanya, "Bukankah semua yang mereka lakukan selama ini justru mengorbankan ideologi?"

"Alah kamu hari gini ngomong ideologi? Udah nggak zaman kali! Emang masih ada apa partai yang jadi kontestan Pemilu 2009 ini yang benar-benar memperjuangkan ideologi kerakyatan?" kata Semplur.

"Ada! Saya yakin masih ada kok partai yang benar-benar memperjuangkan aspirasi rakyat." kata saya penuh optimisme.

"Iya ada tapi jumlahnya kalah banyak dan kalah populer dengan partai yang justru mencari keuntungan. Rakyat hanya dijadikan tunggangan.

Rakyat dikibulin lima tahun sekali, diberi seribu janji manis (sekolah gratis lah, pendidikan nggak perlu bayar lah, sembako murah lah). Nyatanya? Nol besar. Semua cuma omong kosong!" ujar Semplur dengan gaya bicara pedasnya yang sudah jadi ciri khas.

"Kamu kok jadi pesimistis gitu sih Plur?" tanya saya.

"Saya bukannya pesimis. Saya hanya capek dikibulin melulu." bela Semplur sambil menghisap rokoknya yang hampir habis itu.

"Iya Plur capek iya" kata saya.

"Cuapek deehh." ujar Semplur.

Di Bawah Ancaman Tipu Daya Pengemis

Sabtu, 280309

Di Bawah Ancaman Tipu Daya Pengemis

Oleh: Mohamad Istihori

Kita kadang merasa iba melihat para pengemis dengan berbagai "tingkah lakunya". Di antara mereka menampakkan bermacam-macam keadaan: ada yang meminta tanpa tangan atau kaki (buntung sebelah atau keduanya), menggendong anak kecil sambil menyusui, minta modal kerja atau biaya kuliah/sekolah, mengemis untuk biaya operasi anak atau istri, dan berbagai macam modus yang bisa kita saksikan langsung di pinggiran jalan kota.

Kalau mereka mengemis karena kebutuhan yang memang sangat mendesak, apapun argumentasi yang mereka gunakan sebagai modus, kalau kita mampu membantunya maka kita wajib membantu atau mengurangi beban penderitaan mereka.

Tapi kita akan jengkel dan merasa dibohongi kalau semua itu mereka lakukan karena sebagai profesi. Mereka di-drop di suatu tempat yang telah direncanakan sebelumnya, dilatih untuk "acting" agar membuat setiap orang yang melihatnya iba, dan dilakukan bagi hasil antara mereka dengan pihak koordinator.

Bahkan yang lebih menghebohkan lagi ketika kita "kebetulan" menyaksikan langsung rumahnya ternyata lebih megah bahkan terbilang mewah melebihi yang kita bayangkan.

Dari kenyataan seperti inilah kemudian kita bisa memahami Perda DKI Jakarta yang melarang memberikan bantuan kepada para pengemis adalah suatu kewajaran.

Tapi meski pun demikian kalau kita tidak berkenan memberikan bantuan, iya jangan mengeluarkan kata-kata yang tidak mengenakkan hati.

Jumat, 27 Maret 2009

Musim "Istri-istri Ngambek" Telah Datang?

Jumat, 270309

Musim "Istri-istri Ngambek" Telah Datang?

Manusia memang kerap "lempar batu sembunyi tangan" setelah melakukan kesalahan? Masa bendungan Situ Gintung jebol dianggap bencana alam?

Air pun tertawa mendengar berita-berita itu, "Loh emangnya dulu ini tempat siapa? Saya," kata air, "hanya menjalankan sunnatullah. Yang namanya kaum kami, yaitu air, kalau berjalan iya dari atas ke bawah.

Sekarang manusia membangun segala sarana dan prasarana mereka tanpa memikirkan tempat berbagai dengan kami."

Empat Macam Hubungan Suami-Istri
Ada empat macam hubungan suami-istri (menurut Emha Ainun Nadjib):
Pertama, hubungan Allah dengan alam semesta. Allah sebagai "suami" dan alam semesta sebagai "istri".

Kedua, pemerintah sebagai suami, rakyat sebagai istri. Rakyat Indonesia adalah gambaran seorang istri yang selalu diberikan janjinya oleh suaminya yang bernama pemerintah. Namun satupun suaminya belum ada yang benar-benar sayang, setia, dan menepati janjinya.

Ketiga, laki-laki sebagai suami, perempuan sebagai istri.

Keempat, manusia sebagai suami, alam sebagai istri.

Manusia adalah suami yang sangat tidak bertanggung jawab terhadap istrinya yang bernama alam. Sebagai suami manusia kerap mempergauli istrinya yang bernama alam. Namun bukan dengan cara yang santun sebagaimana suami yang baik dan bertanggung jawab mempergauli istrinya.

Manusia lebih pas kerap memperkosa alam. Sehingga tidak memperhatikan bahwa alam juga butuh istirahat. Tidak bisa terus-menerus dieksploitasi.

Manusia sebagai suami cuma mau enaknya doang. Habis manis sepah dibuang. Hutan dibabat habis tanpa memikirkan untuk menanamnya kembali.

Tanah diblok kemudian dibangun mal, supermarket, atau rumah penduduk tanpa peduli bahwa di atas bangunan dan gedung-gedung pencakar langit yang mereka dirikan itu dulunya adalah tempat resapan air.

Danau, rawa, sungai, kali, atau situ di pinggiran-pinggiran kota "diurug" untuk kemudian didirikan permukiman mereka. Maka kalau demikian yang harus kita marahi suami yang tak tahu diri yang bernama manusia atau istri yang sedang "ngambek" yang bernama alam?

Dan, kita sebagai suami hampir tak pernah bisa mengambil pelajaran sedikit pun melalui peristiwa "ngambek"nya istri kita sebelumnya. Padahal melalui tsunami Aceh, gempa Jogja, atau banjir tahunan di Jakarta sudah memberikan contoh betapa seramnya wajah istri kita yang bernama alam kalau sedang "ngambek".

Kamis, 26 Maret 2009

Takwa

Jumat, 270309

Takwa
(Sumber: Nashoihul 'Ibad)

Definisi takwa adalah, "Tarku muroodaatin nafsi wa mujaanabati nahyillahi ta'ala."

"Meninggalkan keinginan-keinginan nafsu dan menjauhi larangan-larangan Allah Ta'ala."

Kita kan tahunya definisi takwa itu adalah, "imtitsaalu awaamirillah waj tinaabun nawaahi."

"Menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya."

Lagian kalo definisinya kayak gitu mah Ungu Band juga tahu, "menjalankan segala perintah-Mu, menjauhi sgala larangan-Mu adalah segenap doaku untuk-Mu..."

Bagi seorang "pengabdi nilai-nilai kebenaran" ia harus menjalani lima hal untuk meraih takwa.

Pertama, "ikhtiarusy syiddah 'alan ni'mah", berusaha atau bekerja keras dan meninggalkan bersenang-senang.

Kedua, "ikhtiarul juhdi 'alar roohati", memilih untuk berjuang menghadapi permasalahan kehidupan daripada harus selalu berpangku tangan menunggu bantuan dan uluran tangan orang lain.

Pantang menyerah menghadapi masalah. Tapi tidak mencari-cari masalah.

Ketiga, "ikhtiarudz dzulli 'alal 'izzi," memilih menjadi orang yang berposisi biasa-biasa saja, tidak terkenal, nggak nge-top, tidak mengejar selebritas apalagi mencari-cari sensasi dengan membuat hal-hal yang menimbulkan kontroversi, misalnya.

Orientasi, energi, dan obsesi hidupnya tidak dihabiskan serta tidak untuk mengejar, "al izzi", kekuasaan atau kekuatan sehingga dia merasa lebih hebat dari orang lain.

Keempat, "iktiarus sukuut 'alal fudhuul", memilih diam daripada banyak bicara dengan niat agar orang lain menilai kita lebih memiliki "al fudhuul", keunggulan atau kepintaran.

Kecuali berbicara yang bermanfaat dan memberikan kemaslahatan sosial. Diam terkadang memang emas. Tapi berbicara saat dibutuhkan bisa merubah batu biasa menjadi batu permata.

Jadi tidak selamanya selalu diam itu baik dan ngomong terus juga jelek. Semua harus proporsional. Harus pas tempat dan kebutuhannya.

Kelima, "ikhtiarul mauuti 'alal hayati," memilih mempersiapkan diri untuk kematian daripada pusing mikirin kehidupan atau lebih memilih membunuh nafsu daripada memelihara dan membiarkannya hidup dalam jiwa kita.

Banyak orang ingin bertakwa tapi banyak yang tak tahu jalannya. "Iya tapi kan lumayan sudah banyak laki-laki yang sudah bisa memakai baju 'takwa' alias baju koko," celetuk seseorang di belakang saya.

Memaksa Diri Sendiri

Kamis, 260309

Memaksa Diri Sendiri

Hidup itu jangan terpaksa. Hidup harus berdasarkan kemerdekaan yang kita miliki.

"Kemerdekaan yang kita miliki? Berarti berdasarkan kemauan sendiri dong? Bebas tanpa batas iya?

Nggak ada yang bisa melarang kita untuk melakukan apa yang kita kehendaki?"

Itu kalau kita mengartikan kemerdekaan berdasarkan hawa nafsu. Semakin seseorang mengerti kemerdekaan maka ia akan semakin tahu batasan.

Orang yang tidak tahu batasan kehidupan, ia semakin tidak paham menggunakan kemerdekaan dalam kehidupan sehari-hari.

Kita harus memiliki agenda harian untuk menentukan apa saja kah yang harus kita kerjakan hari ini? Agenda harian ini tentu saja berdasarkan pengalaman hidup dan kebutuhan kita.

Inilah salah satu cara menggunakan kemerdekaan hidup kita. Ini juga salah satu metode kita membatasi diri sendiri dalam menjalankan suatu aktivitas sebelum beranjak ke aktivitas lain.

Ini pula merupakan cara memaksa diri kita sendiri untuk terhindar dari kekosongan waktu, "washing time", untuk memaksa diri kita agar konsisten/istiqomah dalam melakukan kebaikan.

Orang yang tidak memiliki agenda harian akan bingung, "Mau ngapain iya saya hari ini?" Akhirnya hidupnya hanya terombang-ambing nggak menentu, tidak memiliki prinsip yang tegas atas dirinya, juga iya..cuma ikut-ikutan orang aja.

Orang ke utara kita ke utara. Tanpa memiliki perhitungan matang, apakah ke utara sesuai dengan orientasi dan nurani kita atau tidak?

Orang memilih partai A kita ikut memilih partai A, tanpa kita memiliki alasan rasional, mengapa kita mengikuti orang lain?

Atau mungkin sekarang kita adalah seorang siswa, santri, mahasiswa, atau pegawai kantoran. Di tempat kita belajar atau bekerja pastinya memiliki program-program kegiatan yang harus kita jalankan selama kita berada di sana.

Kita ambil contoh satu misalnya di pesantren, dengan adanya penjadwalan yang ketat sebanarnya Pak Kiai mengajarkan kepada kita untuk benar-benar disiplin dalam menggunakan waktu.

Pak Kiai tidak tega hatinya kalau sedetik saja para santrinya melakukan perbuatan yang tidak diridhoi oleh Allah. Makanya beliau membuat jadwal kegiatan atau agenda harian.

Kita sebagai santri jangan merasa dipaksa oleh Pak Kiai dalam menjalankan segenap aktivitas pesantren. Justru kitalah yang harus belajar memaksakan diri kita untuk mengikuti semua program.

Agar ketika nanti kita berada di rumah, di luar pesantren kita sudah terbiasa memaksakan diri sendiri untuk berbuat baik tanpa ada paksaan dari orang lain.

Tentu saja agenda harian kita di rumah berbeda dengan agenda harian di pesantren. Namun bukan berarti kita hilangkan sama sekali kegiatan pesantren. Justru kita bisa mengembangkan program pesantren ketika kita berada di rumah.

Orang yang tidak mampu memaksa dirinya sendiri untuk melakukan kebaikan maka dia akan selalu terpaksa oleh orang lain dalam melakukan kebaikan.

Selasa, 24 Maret 2009

"Asbabun Nuzul" Mimpi

Selasa, 240309

"Asbabun Nuzul" Mimpi

Oleh: Mohamad Istihori

Kita sering merasa penasaran, "Eh saya semalem mimpi 'anu', kira-kira apa iya maknanya?"

Sebenarnya yang tahu mimpi kita selain Allah adalah kita sendiri. "Loh kok bisa gitu?"

Iya karena mimpi itu setidaknya ada tiga jenis:

Pertama, mimpi indah. "Asbabun nuzul" mimpi ini bersumber dari segala harapan, cita-cita, angan-angan, obsesi, dan keinginan yang terpendam dalam alam bawah sadar kita, mungkin juga hal itu belum tercapai sampai hari ini, sehingga ia terbawa mimpi.

Kedua, mimpi buruk. (semalam aku mimpi, mimpi buruk sekali...). Mimpi jenis kedua ini berasal dari hal-hal yang sangat kita khawatirkan, yang kita sangat takut kalau hal itu terjadi di kemudian hari, sesuatu yang kita pikir, "Jangan sampe deh terjadi kayak gitu!"

Sehingga saking khawatirnya kita akan hal itu maka ia kemudian tersimpan secara tidak sadar dalam memori kita sehingga terbawa mimpi.

Ketiga, mimpi indah atau mimpi buruk tapi ia sama sekali bukan merupakan hal yang kita harapkan atau yang kita khawatirkan.

Ketika sadar bahwa hal itu hanya mimpi kita juga merasa heran, "Kok bisa mimpi kayak gini iya? Kalau dia mimpi indah kok saya nggak pernah sedikit pun berharap seperti itu? Kalau dia mimpi buruk kok saya nggak pernah tuh merasa khawatir kalau itu terjadi dan menimpa hidup saya? Apa iya maknanya?"

Untuk memahami mimpi jenis ketiga ini perlu, sebelumnya kita harus terbiasa melatih untuk mengungkapkan segala perasaan kita, baik secara lisan, tulisan, maupun tindakan.

Setelah terlatih mengungkapkan perasaan maka kita akan memiliki kepekaan untuk membaca jalan pikiran kita sendiri. Kalau orang sudah bisa memahami pikirannya maka ia akan mengerti apa yang ia harapkan dan ia cemaskan.

Setelah memiliki pengetahuan demikian maka otomatis ia akan bisa membedakan apakah yang muncul dalam mimpinya itu termasuk harapan, kecemasan, atau tidak ada hubungannya sama sekali dengan harapan dan kecemasannya.

Yang agak membingungkan memang ketika mimpi kita adalah hal yang di luar harapan atau kecemasan kita. Setelah melatih pengungkapan perasaan dan kepekaan, serta "dibumbui dan dicumbui" oleh teori-teori pengetahuan.

Maka yang selanjutnya kita butuhkan untuk membacanya adalah kedekatan kita kepada Allah sebagai Zat Yang Memberi Kita Mimpi. Semakin kita dekat dengan-Nya semakin kita paham kehendak-Nya, termasuk memahami pemberian-Nya berupa mimpi yang Ia selipkan dalam tidur kita.

"Malaikat Pembangkang"

Selasa, 240309

"Malaikat Pembangkang"

Malaikat adalah makhluk yang diciptakan dari cahaya, yang selalu taat kepada Allah. Segolongan malaikat yang membangkang disebut iblis.

"Loh (pertama) bukankah malaikat dan iblis diciptakan dari bahan dasar yang sangat berbeda. Malaikat dari cahaya sedangkan iblis dari api? Benarkah malaikat yang membangkan itu kemudian yang kita sebut iblis? "

"Loh (kedua) kok bisa gitu? Kok malaikat membangkang Allah? Katanya nggak punya hawa nafsu?"

Bisa aja. Kalau Allah mau emang kenapa? Allah itu berhak melanggar aturan yang telah Ia ciptakan sendiri.

Lagian malaikat kan juga ciptaan Allah. Itu malaikat mau diapain kek, terserah Allah dong.

Masih ingatkah kita akan sebuah riwayat yang menerangkan bahwa Malaikat Jibril "naik pitam" melihat Rosul berdarah kening dan kepalanya akibat dilempari batu dan kotoran unta oleh penduduk kota Thoif?

"Ya Muhammad seandainya engkau mau aku akan balikkan tanah yang mereka pijak sekarang. Yang atas jadi bawah dan yang bawah jadi atas?" ujar Jibril.

Rosul bersabda: "Fainnahum qoumul laa ya'lamuun."
"Mereka memperlakukan saya kayak gini itu karena mereka tidak tahu. Kalau sikap mereka selalu seperti itu kepada saya semoga saja keturunan mereka tidak."

"Kapan segolongan malaikat itu melakukan pembangkangan?"

Ketika Allah memerintahkan mereka untuk "bersujud" kepada Nabi Adam. Dalam surat Al Baqoroh Allah berfirman:
"Wa idz qoola robbuka lilmalaaikatis juduu li aadama fasajaduu illaa ibliis."
"Dan ingatlah wahai Muhammad, ketika Tuhanmu berfirman kepada seluruh malaikat: 'Bersujudlah kamu semua kepada Adam. Maka bersujudlah mereka semua kecuali iblis'."

"Lah kok yang disuruh sujud malaikat, tiba-tiba ada iblis yang tidak mau sujud? Kan yang disuruh sujud malaikat bukan iblis?"

Misalnya gini, "Dan ingatlah ketika rakyat Indonesia berkata kepada segenap wakil rakyat, 'Jujurlah kamu sekalian wahai wakil rakyat kepada kami rakyat Indonesia.' Maka jujurlah mereka semua kecuali koruptor".

Sekarang saya tanya, "Koruptor itu bagian dari wakil rakyat bukan?"

Iya tapi itu hanya awalnya saja. Ketika mereka tidak jujur dan tidak mampu mengemban amanah rakyat maka mereka tidak lagi layak disebut wakil rakyat. Karena sekarang mereka sudah punya nama yang lebih pas dan sesuai dengan perilaku dan kelakuan mereka yang mengkhianati amanah rakyat yaitu koruptor.

Nah sama, sekarang apakah pada awalnya iblis bagian dari malaikat? Iya tapi itu hanya pada awalnya saja. Tetapi ketika mereka tidak lagi patuh kepada perintah Allah maka sekarang mereka tidak layak dipanggil malaikat. Tapi yang pas adalah iblis.

Wallahu 'alam.
Allah-lah yang paling tahu atas semua itu. Kita manusia tugasnya hanya menafsirkan dan meneliti firman-firman-Nya. Mulai dari buaian sampai lubang kuburan.

Minggu, 22 Maret 2009

Meng-"Ar Rohmaan"-kan Cinta "Ar Rohiim"

Sabtu, 210309

Meng-"Ar Rohmaan"-kan Cinta "Ar Rohiim"

"Saya sekali-kali tidak akan mencintai wanita yang mencintai harta saya, ilmu, kedudukan, status sosial, pangkat, jabatan, dan warisan saya.

Saya hanya akan mencintai wanita yang mencintai saya apa adanya. Lahir-batin saya seutuhnya. Bukan yang lainnya." ungkap Stanley.

"Bukan kah justru itu egois?" saya protes.

"Maksudnya?" tanya Stanley kurang mengerti.

"Iya masa kamu maunya pacar kamu aja yang menerima kamu apa adanya dan seutuhnya? Apakah kamu juga sebelumnya, jauh-jauh hari sudah siap menerima dia apa adanya dan seutuhnya?" ujar saya.

"Insya Allah saya akan selalu mencintainya sampai kapan pun. Kalau dia mencintai saya 'satu', maka saya akan mencintai dia 'dua, tiga, empat, sampai bilangan tak terhingga'.

Kalau cintanya pada saya seluas rawa, maka cinta saya pada dia seluas samudera.

Kalau cintanya pada saya seluas samudera, maka cinta saya padanya seluas alam semesta.

Tapi sekali-kali dia mengkhianati saya, menduakan, dan mendustai saya, maka itu saya cukup tahu saja siapa dia yang sebenarnya." ungkap Stanley 'style' yakin.

"Apakah kamu dendam sama dia?" tanya saya mulai penasaran.

"Sebesar apa pun perbuatan dia yang mengecewakan saya maka secuil pun tidak saya izinkan perasaan dendam masuk dalam relung hati saya." kata Stanley.

"Berarti kamu masih tetap mencintai dan bersedia menerimanya kembali?" tanya saya lagi.

"Cinta? Cinta yang bagaimana dulu? Bukan kah Allah saja mengajarkan kepada kita tentang dua macam cinta?"

Inilah yang saya tunggu sejak awal obrolan dari Stanley, ilmu kehidupan, terutama ilmu tentang cinta. Maka saya pun mulai memancingnya dengan umpan pertanyaan, "Dua macam cinta? Apa aja tuh?"

"Pertama, cinta 'ar rohman' yaitu cinta yang meluas, cinta sosial, cinta kita kepada siapa saja, cinta yang universal, cinta kita kepada sesama makhluk Allah. Itulah cinta 'ar rohman'".

Kedua, cinta 'ar rohim' adalah cinta yang khusus, cinta yang kita istimewakan bagi kekasih hati kita.

Kalau sekarang dia sudah tidak lagi mengizinkan saya untuk menjadi cinta 'ar rohim'-nya maka sekarang saya posisikan dia pada maqom cinta 'ar rohman'.

Coba perhatikan dalam 'Bismillahir rahmaanir rahiim', redaksi 'ar rohman' didahulukan daripada redaksi 'ar rohim'.

Bagi orang Indonesia kata ini ditafsirkan ke bahasa sehari-hari mereka dengan ungkapan, 'Mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi'.

Cuma susahnya orang Indonesia sering tidak mau belajar memahami dan memaknai dengan sungguh-sungguh kata-kata yang mereka pakai dalam percakapan sehari-hari apalagi pengalaman hidup yang langsung mereka alami.

Mereka anggap semua itu sudah biasa mereka ucapkan dan rasakan. Jadi mereka remehkan begitu saja.

Jadi posisinya kan tetap saling mencintai. Hanya sekarang posisinya yang beda. Mohon jangan izinkan sedikitpun hati kita tercampuri unsur benci terhadap seseorang.

Betapa pun dia telah sangat menyakiti, menghancur-leburkan, dan meluluh-lantahkan hati dan harapan kita.

Justru kita para pecinta harus kasihan sama mereka karena ponten mata pelajaran cinta mereka masih jeblok. Mereka belum mengerti arti kehidupan makanya tidak tahu bagaimana cara mencintai dan dicintai yang sebenarnya."

Stanley terus aja nyerocos di depan saya, padahal jam digital hp saya menunjukkan pukul 03.30 WIB, sambil sesekali menyerumput kopi dan menghisap "Super"-nya secara bergantian.

Saking "khusu'nya" ngomong, Stanley tidak sadar bahwa saya sudah tertidur. Tapi omongan-omongannya yang berbobot itu menjadi hiasan mimpi saya malam ini.

Dan, Muhammad pun Bisa Juga Kecewa Hatinya

Ahad, 220309

Dan, Muhammad pun Bisa Juga Kecewa Hatinya

Dalam menjalankan dakwah Baginda Muhammad saw kerap mendapat pendustaan, caci-maki, pembunuhan karakter, hinaan, fitnah, pengkhianatan, bahkan sampai ancaman pembunuhan.

Sebagai manusia biasa Rosul juga merasa sedih dan kecewa hatinya menerima perlakuan yang demikian menyakitkan perasaan tersebut.

Ketika menyerukan Tauhid, mengajak masyarakat ketika itu untuk hanya menuhankan Allah maka mereka meremehkan Rosul seraya berkata, "Alah dasar Muhammad, dia kan 'anak masih bau kencur'. Berani-beraninya dia melarang orang lain untuk meninggalkan ajaran nenek moyang kita?"

Kita dapat membayangkan betapa Rosul ketika itu harus berhadapan dengan kebudayaan masyarakat jahiliyah yang sudah mereka lakukan berabad-abad, turun-temurun, dan pastinya sudah mendarah daging.

Masyarakat Arab pra Islam adalah masyarakat yang sudah akrab menyembah beribu-ribu berhala. Mereka memiliki Tuhan lebih dari satu (politheisme).

Sekarang tiba-tiba saja Rosul, yang dianggap "anak kemaren sore", "ujug-ujug" menyerukan agar masyarakat Arab menyembah hanya kepada satu Tuhan, Allah SWT (monotheisme).

Mending kalau yang satu itu adalah salah satu dari berhala yang biasa mereka sembah. Tapi ini adalah "sesuatu yang asing" bagi mereka. Mereka tidak mengenal Allah sama sekali sebelumnya.

Selain itu, Rosul pun mendapat tantangan dari pemuka-pemuka agama Kafir Mekah ketika itu, "Ente kan 'anak kemarin sore', kok berani-beraninya sih mengajarkan kepada masyarakat kami ajaran asing kayak gitu?"

Allah Yang Maha Mengetahui Hati hamba-Nya kemudian menghibur Rosul dengan firman-Nya, "Faqod kudzdzibat rusulum ming qoblika."
"Dan, sungguh para rosul sebelum engkau ya Muhammad juga mendapat pendustaan dari umat mereka." (Fatir:4)

"Jadi bukan engkau saja yang diperlakukan kayak gini. Maka bersabarlah sebagaimana mereka juga bersabar."

Sabtu, 21 Maret 2009

Empat Hal yang Mereka Dustakan

Jumat, 200309

Empat Hal yang Mereka Dustakan

Ada empat hal yang biasa didustakan orang-orang kafir Mekah dulu untuk mematahkan gerakan dakwah Rosul dan menjadikan penduduk Mekah yang lain menjadi ragu untuk pada akhirnya tidak tertarik lagi pada Islam.

Pertama, Tauhid.

Mereka mendustakan tauhid. Tauhid adalah ajaran yang menyerukan kepada seluruh manusia untuk bertuhan satu, hanya kepada Allah SWT. Bukan berhala-berhala yang biasa disembah oleh orang-orang kafir ketika itu.

Dan, saat ini bukan berarti berhala itu sudah lenyap. Saat ini berhala-berhala justru tumbuh lebih pesat ketimbang jumlah berhala pada zaman jahiliyah.

Hanya format dan bentuknya saja yang berubah. Berhala-berhala masa kini adalah kekuasaan, kedudukan, harta/materi, dan status sosial.

Semua itu sangat berpotensi untuk kita tuhan-tuhankan, untuk kita utamakan, kita prioritaskan, kita nomorsatukan, kita fokuskan, kita perjuangkan habis-habisan, dan kita jadikan tujuan hidup serta menjadi obsesi yang tersembunyi dalam lubuk hati kita yang paling dalam.

Padahal semua hanyalah sebagai sarana untuk mendekatkan diri kita kepada Allah, bukam tujuan. Dan, ini menjadi kesalahan ilmu kita semua bahwa tujuan menjadi sarana dan sarana menjadi tujuan.

Seandainya tidak ada satu pun dari yang disebutkan di atas, bukan berarti usaha kita untuk mendekatkan diri kepada Allah menjadi terhenti.

Karena modal utama kita untuk menjadi dekat kepada Allah adalah keikhlasan dan kesungguhan hati untuk hanya bertuhankan Allah.

Kedua, Hari Kebangkitan

Banyak orang menganggap, "Alah kalo udah mati mah iya udah mati. Nggak mungkin kita manusia yang jasadnya udah hancur lebur berantakan menjadi utuh kembali, udah gitu hidup lagi. Itu hanya cerita karangan Muhammad saja agar kita mau ikut ajaran dia."

Demikian penyangkalan-penyangkalan orang kafir yang kerap diterima Rosul dalam dakwahnya.

Ketiga, Perhitungan Amal (Yaumul Hisaab)

Dan, keempat, terakhir adalah di mana segala amal perbuatan kita dibalas. Sekecil apapun perbuatan kita pasti akan mendapat balasannya. Baik perbuatan terpuji maupun tercela.

Hari itulah yang disebut, "Yaumul 'Iqoob".

Jangan dikiran Rosul tidak ngegerundel, tidak mengeluh, dan tidak marah hatinya mendapat pendustaan seperti itu. Rosul juga kan manusia biasa yang bisa kecewa hatinya.

Oleh karena itulah Allah menguatkan beliau, "Hai Muhammad yang kecewa hatinya karena didustakan, ketahuilah bukan kamu saja. Rosul-rosul sebelum kamu itu juga sama. Mereka juga telah mendapat pendustaan dalam dakwah mereka.

Maka, 'fashbir kamaa shobaruu,' bersabarlah kamu sebagaimana telah bersabar para rosul sebelum kamu."

"Tapi mengapa orang-orang yang mendustakan Rosul hidupnya di dunia justru tampak baik-baik saja. Bahkan mereka selalu unggul daripada kita. Baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan pengetahuan?"

Loh karena pembalasan atas pendustaan mereka itu akan Allah balas kelak di akhirat. Bukan di dunia.

Jumat, 20 Maret 2009

Si Positif Thinking

Sabtu, 210309

Si Positif Thinking

Segala gerak langkah kita sangat bergantung dari apa yang kita pikirkan. Kalau kita berpikir positif maka energi yang mengalir dalam darah kita pun positif. Dengan demikian "otomaticly" perbuatan kita pun perbuatan yang positif.

Kalau yang merajai pikiran kita adalah bisikan, halusinasi, "yang gerakin", khayalan, dan imajinasi yang negatif maka produk atau "output" perilaku kita "insya Allah" perilaku yang negatif.

Maka pikirkanlah hal-hal yang positif dalam setiap gerak langkah kita dan alihkanlah segala pemikiran yang negatif.

Kalau pikiran kita berkata, "bisa", maka kita akan bisa melakukannya. Tetapi kalau belum apa-apa kita sudah ragu, bimbang, dan nggak yakin, iya mending ditinggalkan saja.

"Da maa yaribuka ilaa maa laa yaribuka."
Tinggalkan yang kau ragukan menuju suatu keyakinan. (Al Hadits).

Pekerjaan atau apa pun pasti bisa kita lakukan -dengan perkenan Allah- kalau kita yakin bisa melakukannya.

Tapi pekerjaan yang biasa-biasa saja kalau kita ragu maka kita tidak akan pernah bisa maksimal dalam menunaikannya.

Di sinilah pentingnya seseorang harus meyakinkan dirinya bahwa dia bisa mengerjakan suatu hal. Atau dia bisa juga meminta masukan dari siapa saja, namun dengan syarat memiliki "receirve" yang kuat untuk menginstal energi positif dalam pikirannya dan sesegera mungkin men"delete" bisikan-bisikan negatif yang masuk.

Karena itu hanya akan menjadi virus dalam pikirannya yang kelak akan membuat pikirannya jadi "error", ragu, dan bimbang.

Kalau sudah demikian maka dia harus siap menginstal ulang software pikirannya. Dan, repotnya tidak semua orang mau melakukan hal itu.

Larangan Menikahi Istri Orang

Jumat, 200309

Larangan Menikahi Istri Orang

Surat An Nisa ayat 24 ini melarang laki-laki menikahi perempuan yang masih punya suami.

...
Mahar/Mas Kawin

Lelaki yang bagus adalah lelaki yang mampu memberi mahar kepada wanita yang ia pinang dengan mahar setinggi-tingginya.

Sedangkan perempuan yang bagus adalah perempuan yang meminta mahar serendah-rendahnya kepada calon suaminya.

Di sinilah terjadi "embat-embatan" hati nurani sampai kemudian mereka berdua bertemu di satu titik untuk menentukan jumlah mahar yang pas dan sama-sama ridho (yang memberi ikhlas, yang menerima bersyukur).

Namanya juga orang memberi, maka ia mesti semaksimal mungkin memberikan mahar dari harta yang ia punya. Maka kalau memang ada banyak, iya berikanlah mahar yang banyak jangan pelit.

Tapi kalau memang kita tidak punya iya jangan maksain. Katakan dan berikanlah mahar apa adanya. Kalau memang segitu kemampuan kita.

Sebaliknya perempuan yang berada di pihak yang meminta nggak usah banyak nuntut. Namanya juga orang dikasih. Iya terima aja apa adanya, terima aja apa yang sudah menjadi rezeki kita.

Siapa tahu aja dengan rezeki materi yang sedikit yang kita terima dari mahar itu lebih berkah bagi kehidupan rumah tangga kita karena ia diperoleh melalui cara yang halal dan diridhoi Allah.

Daripada mendapat mahar yang berlimpah tapi itu hanya menyengsarakan kehidupan rumah tangga kita di masa depan karena ia diperoleh dengan cara yang haram atau melanggar hukum.

Buat apa kita memperoleh mahar yang berlimpah tapi terlebih dahulu harus menjual harga diri, kehormatan, martabat, atau kebebasan memilih sebagai wanita merdeka?

Bukankah lebih nikmat hidup dalam gubug reot tapi kita merdeka dari pada hidup dalam gedung megah tapi hidup seperti di penjara, hidup bagai di dalam sangkar emas?

Mahar bisa menjadi batal (nggak perlu dibayar) asalkan kedua belah pihak (suami dan istri) sama-sama ridho.

Al kisah, pada zaman dulu, sebelum listrik masuk desa hiduplah sepasang pengantin baru. Sang istri tiba-tiba perutnya merasa mules ingin buang air besar.

Padahal malam sudah sangat larut. Gelap pekat diiringi suara burung hantu menambah keangkeran suasana malam itu. "Udah wc-nya jauh lagi," grutu sang istri dalam hatinya.

Dengan berat hati akhirnya ia pun membangunkan suaminya yang sudah lelap tertidur. "Bang anterin aye ke wc yuk." pinta sang istri.

Nah karena sang suami sudah pernah ngaji surat An Nisa ayat 24 ini bahwa mahar atau mas kawin bisa batal asalkan sama-sama ridho, maka sang suami tidak menyia-nyiakan kesempatan ini.

"Iya boleh aja abang anter ke wc tapi mas kawinnya lunas iya?"

"Iya deh bang itu mah gampang." ujar sang istri.

"Deal?"

"Deal!"

Kamis, 19 Maret 2009

Sebuah Tafsir "Sebelum Cahaya"

Jumat, 200309

Sebuah Tafsir "Sebelum Cahaya"

Tahukah kamu apakah yang dimaksud dengan "Sebelum Cahaya" dalam lagu itu? Lagu itu selama ini kita sangka mungkin lagu curahan hati seseorang buat kekasihnya.

Padahal lagu "Sebelum Cahaya" diperuntukkan untuk mereka yang rutin bangun malam, menegakkan sholat Tahajud sebelum cahaya fajar tiba.

Dalam tahajud malam seorang hamba itulah kemudian muncul dua hal:

Pertama, "embun pagi yang bersahaja," yaitu setiap tetes air mata yang keluar karena rasanya sudah tidak kuat menahan rindu kepada Allah SWT.

Kedua, "angin yang berhembus mesra", adalah hembusan nafas yang keluar secara bergantian dari mulut dan hidung kita ketika berdzikir menyebut nama-Nya.

Entah tafsir ini benar atau tidak. Kalau mau tahu tafsir yang sebenarnya tanya kan saja langsung sama penciptanya.

Saya pendengar hanya mengira-ngira saja sambil menunggu albumnya yang berikutnya.

Tegas dalam Keluwesan dan Luwes dalam Ketegasan

Jumat, 200309

Tegas dalam Keluwesan dan Luwes dalam Ketegasan

Kita harus tegas. Jangan mau dipermainkan gitu aja. Jangan mau digantung. Semua harus jelas status dan identitasnya.

Kambing itu punya kemuliaan karena kambing benar-benar berlaku sebagai kambing. Tidak ada kambing tidak jelas identiasnya dan samar dengan ayam, misalnya.

Sama dengan, kalau identiasnya pacar ya harus setia dong. Apalagi sama tunangan. Apalagi sama suami/istri.

Kalau berniat meninggalkan, menduakan, nggak yakin, masih bimbang, apalagi berniat mengkhianati iya jangan diterima, juga jangan digantung statusnya.

Diterima nggak, karena nggak pernah diberi kepastian. Ditolak juga nggak karena segala harapan kita beri respon yang positif.

Tapi di saat lain kita juga harus bersikap luwes. Jangan kaku apalagi sampai jadi orang yang kolot.

Di sinilah memang tantangan kita untuk selamat dunia-akhirat. Tantangan kita adalah bagaimana memiliki kepekaan dan ketepatan untuk memilih kapan bersikap tegas, kapan bersikap luwes.

Orang yang terlalu tegas itu berwatak batu. Karakter batu itu kalau tidak memecahkan iya dipecahkan.

Tapi orang yang terlalu luwes juga tidak baik. Ia jadi tidak jelas status dan identitasnya. Maka dibutuh ketegasan dalam keluwesan dan di saat lain kita memerlukan keluwesan dalam ketegasan.

Itu hanya bisa kita dapatkan jika kita mau terus-menerus belajar menghikmahi, memandang masalah secara objektif, dan berani mengambil keputusan dengan siap menanggung apa pun resikonya.

Pokoknya sepahit apa pun kenyataan yang kita terima, selama kita masih menjalankan apa yang kita yakini, maka kepahitan itu menjadi surga karena Allah senantiasa menemani hamba-Nya yang sengsara akibat mempertahankan prinsip-prinsip kebenaran logika Tuhan.

Para Penggugat Tuhan

Kamis, 190309

Para Penggugat Tuhan

Saya kadang merasa heran melihat begitu banyak orang yang mengeluh dan meminta kepada Allah tanpa mereka sadari bahwa begitu banyak rezeki yang Allah limpahkan dalam kehidupan kita.

Kita sudah diberikan bentuk yang paling sempurna dibandingkan makhluk-Nya yang lain. Yang lebih patut disyukuri lagi kita diberikan hidayah oleh Allah sehingga sampai hari ini kita masih mengakui bahwa Allah lah Tuhan kita.

Sebenarnya tanpa minta-minta pun Allah sudah tahu apa sebenarnya yang kita harapkan dalam kehidupan ini.

Banyak orang yang tidak percaya rezeki Allah. Rezeki itu kan bukan hanya materi. Mungkin kita minim dalam materi atas pilihan hidup kita, tapi kalau kita yakin pasti ada rezeki lain yang Allah berikan kepada kita.

Misalnya kesehatan, ilmu, kecerdasan akal, hati yang lembut, anak-anak yang soleh, teman-teman dan kekasih yang baik, setia, dan mau menerima kita apa adanya, atau kemudahan akses silaturahmi.

Kita ini kan hanya memfokuskan diri bahwa rezeki itu hanya materi. Sehingga kalau kekurangan materi kita menganggap sedang tidak mendapat rezeki.

Sampai-sampai kita marah dan menggugat Tuhan, "Ya Allah kok Engkau tega banget sih. Masa kami udah rajin sholat lima waktu, udah rutin puasa Senin-Kamis, Dhuha nggak pernah kelewat tiap pagi, dan tahajud tiap malam masa hidup kami masih blangsak kayak gini? Yang bener aja dong!"

Rabu, 18 Maret 2009

Lima Jenis Kesombongan

Kamis, 190309

Lima Jenis Kesombongan

Dalam ceramahnya di acara Keduri Cinta (KC) bulan ini, Emha Ainun Nadjib menjelaskan bahwa ada lima jenis kesombongan yang harus selalu diantisipasi oleh setiap manusia.

Kesombongan ini muncul karena mereka yang diberi Allah anugerah tidak mampu bersyukur.

Pertama, kesombongan orang kuat. Orang lemah yang berlatih secara terus-menerus kemudian dengan kekhusyuannya itu ia bisa menjadi kuat.

Namun jika ada saja secuil dalam hatinya perasaan bahwa kekuatan yang ia peroleh sekarang adalah karena hasil jerih payahnya maka akan muncul kesombongan dalam perilakunya.

Merasa bisa, merasa kuat, merasa berjasa atas jasa yang tidak pernah ia perjuangkan, bahkan hasil-hasil pembangunan jadi rebutan partai-partai politik yang merasa kuat sehingga merasa bahwa hasil pembangunan tidak akan terwujud kecuali atas jasa kadernya.

Padahal kalau mereka waras, kader suatu partai yang merasa kuat itu sudah menjadi wakil rakyat baik itu: anggota MPR, DPR, Presiden, dan lain-laian itu sudah tidak lagi berkerja atas nama partai melainkan atas nama rakyat.

Tapi karena banyak partai kuat yang sombong maka dengan sangat mudahnya mereka main klaim.

"Itu swasembada beras kalau bukan karena kader partai kami tidak akan terwujud."

"Pemberantasan korupsi tidak akan tegak seperti sekarang ini kalau bukan karena kader partai kami."

Wah pokoknya semua mengklaim. Penurunan harga BBM, anggaran pendidikan sebesar 20%, sampai penegakkan HAM menjadi perebutan partai kuat untuk menjadi materi klaim mengklaim.

Kedua, kesombongan orang berkuasa. Mereka yang memiliki kekuasaan namun tidak memahami bahwa kekuasaan yang ia genggam saat ini adalah amanah yang diberikan rakyatnya, maka ia akan sombong, semena-mena dalam memerintah, dan egoistis dalam mengambil keputusan.

Ketiga, kesombongan orang kaya. Orang yang tidak mampu mengendalikan rasa memamerkan materi yang ia punya maka ia akan terjangkiti perasaan sombong, perasaan bahwa dengan kekayaan yang melimpah-ruah yang saat ini ia miliki ia mampu berbuat apa saja yang ia mau.

Termasuk menikahi anak gadis di bawah umur. Tanpa menghitung lebih matang, "Apakah cinta gadis itu murni karena cinta atau sebenarnya si gadis tidak cinta-cinta amat, tapi karena calon suaminya adalah orang kaya, kemudian ia memaksakan diri untuk mencintai calon suaminya yang kaya raya itu dengan alasan untuk berbakti kepada kedua orang tuanya."

"Awas nanti kalau sudah menikah saya akan peras habis-habisan hartamu itu." demikian ungkapan hati istri yang jahat yang hanya mencintai kekayaan suaminya.

Keempat, kesombongan orang pintar. Orang begitu pintar, begitu diwisuda dari salah satu universitas negeri, begitu punya titel maka dia merasa benar sendiri.

Tak sudi lagi mendengar pendapat orang lain. "Yang lain pendapatnya pasti salah. Karena mereka tidak lebih pintar dari saya." demikian kesombongan memprovokasi hatinya.

Kelima, yang tidak disangka dan tidak diduga, bahwa orang alim justru memiliki potensi sombong yang sangat tinggi.

Begitu sudah pakai surban, peci, sudah dipanggil ceramah/khutbah, sudah ngajar ngaji, mampu kontinyu puasa Senin-Kamis atau tahajud tiap malam, dan sudah mengenakan simbol-simbol keagamaan yang formal lainnya maka ia merasa sombong, merasa paling suci.

Yang pasti masuk surga bersama Rosul hanya golongannya. Golongan lain itu kafir dan pasti masuk neraka.

Apa yang Kau Tunggu Dariku?

Kamis, 190309

Apa Yang Kau Tunggu Dariku?

Apa yang kamu tunggu dari saya selama dua tahun belakangan ini?

Apa saya harus kaya raya dulu baru kau izinkan aku masuk dalam lingkungan keluargamu?

Atau aku harus terkenal, termahsyur, punya nama besar dulu baru kau izinkan aku masuk dan bertamu ke rumahmu dan diterima dengan kesungguhan hati?

Maaf bagi saya itu bukan cinta. Cinta itu unsur yang sangat sederhana, yang setiap manusia punya dan bisa merasakannya, tua maupun muda.

Cinta itu mengalir apa adanya. Tanpa dusta dan air mata. Tanpa menunggu datangnya kesempurnaan.

Cinta adalah penerimaan sepenuhnya. Tanpa syarat, tanpa embel-embel.

Mungkin kita tidak punya harta tapi kita punya ilmu.

Mungkin kita tidak punya ilmu tapi kita punya keyakinan dan kepercayaan diri.

Mungkin kita masih ragu dan bimbang akan sesuatu tapi kita punya CINTA.

Dan, ketahuilah semiskin-miskinnya kita, sebodoh-bodohnya kita, dan seplin-plan-plin-plannya kita, kita masih punya harta karun dan ilmu yang paling berharga yaitu CINTA.

Maka setialah pada cinta dan perjuangkanlah ia.

Takdir Allah?

Selasa, 170309

Takdir Allah?

Suka ada orang yang berargumentasi, berhujjah, atau beralasan ketika dia melakukan perbuatan maksiat saat ditanya, "Mengapa kamu merampok? Mencuri? Atau jadi pelacur?"

Dengan enteng dia menjawab, "Ah saya mah jadi pelacur karena udah takdir Allah aja."

Atau ketika dia meninggalkan perintah Allah dan dikatakan kepadanya, "Mengapa kamu tidak sholat? Zakat (padahal sudah nishob)? Enggan haji (padahal sudah mampu)?"

Tanpa beban dia menanggapi,
"Muqoddarun 'alayya wa maktuubun wa maqdiyyun."
"Eh saya nggak sholat, zakat, dan haji emang udah takdir dan telah termaktub (tertulis) di 'lauhul mahfudz' sana. Kamu mah sungguh beruntung bisa shalat, zakat, dan haji."

"Emang kamu nggak takut ditanya Allah kelak?"

"Loh kan ini sudah takdir, sudah dicatat oleh Allah bahwa saya memang bernasib begini maka nggak mungkin dong saya akan ditanya Allah. Lagian kan semua yang terjadi sudah menjadi ketentuan Allah."

Pemikiran seperti ini akan menafikan usaha dan amal. Padahal dalam ajaran dan nilai Islam menuntut adanya keseimbangan antara usaha dan percaya terhadap takdir.

Jangan seperti kaum Jabariyah yang menyerahkan semua urusan kepada takdir dengan meniadakan usaha dalam mencapai cita-cita.

Jangan juga seperti paham Mu'tazilah yang hanya mengandalkan usaha dan meniadakan takdir.

Jadilah satu firqoh (golongan) dari 73 firqoh yang terus-menerus mendiskusikan takdir dengan usaha.

Hendaklah kita berhati-hati untuk jangan mudah menyerah sehingga berpikir "apa-apa takdir, apa-apa takdir." Harus usaha semaksimal mungkin dulu. Kalau sudah maksimal berusaha baru yakini itu takdir.

"Saya mah udah takdir jadi orang miskin!" tanpa ada usaha. Mestinya dibarengi antara usaha dan iman terhadap takdir.

Mereka merasa seolah-olah menjadi orang yang terpaksa harus tunduk terhadap takdir Allah, seolah-olah tidak punya kemampuan untuk berusaha lebih baik dan maju lagi.

Ditinjau dari segi iman sih benar, kita memang harus iman sama takdir, namun ini merupakan iman kepada takdir yang tidak proporsional dan tidak menggunakan kecerdasan untuk menempatkan takdir pada maqomnya yang tepat.

Padahal menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya adalah zalim.
"Wad'u syaiin fii ghoiri mahallihi."
Kebalikan dari zalim adalah adil yang berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya.
"Wad'u syaiin fii mahallihi."

Rosul yang mendapat wahyu dari Allah saja tetap berusaha memenuhi kebutuhan dunianya. Beliau berdagang (bahkan sampai menjadi Direktur Utama Perusahaan Khodijah Coorperation and Co).

Beliau juga menggembalakan ternak milik penduduk Mekah ketika itu, bahkan sampai perang sebagai sebuah ekspresi iman terhadap takdir.

"Lalu kapan kita harus merasa menyerah kepada takdir?"

Iya setelah usaha semaksimal mungkin, barulah serahkan semua kepada Allah. Gunakan seluruh kemampuan, potensi, akal, dan hatimu untuk merubah keadaan.

Setelah segala usaha kita kerahkan maka berpasrahlah pada takdir Allah.

Nasib itu sesuatu yang sudah terjadi kalau belum terjadi iya usaha dulu. Kalau sudah usaha terus keadaan tidak kunjung berubah barulah itu nasib atau takdir Allah.

Kalau sehari-hari nyicil jalan ke neraka, jangan mengatakan, "Emang nasib/takdir saya masuk neraka."

"Saya mah sudah ditakdirkan oleh Allah jadi orang bodoh."

Takdir dari mana, belajar sungguh-sungguh aja nggak? Belajar ke mana-mana dan sungguh-sungguh dulu. Kalau tetap bodoh juga baru katakan seperti itu.

"Emang udah nasib saya miskin."

Padahal kerjanya malas-malasan, tidak serius dalam menekuni bidang yang kita sukai dan yang kita merasa "in" di situ.

Dalam suatu pandangan mengatakan, perkara takdir atau nasib kita biar aja orang lain yang menilai.

"Oh dia mah miskin dan bodoh emang udah takdir. Karena kalau dipikir-pikir dia serius kok bekerjanya. Oh berarti itu emang udah nasibnya."

Kamis, 12 Maret 2009

Filosofi of Spiritual

Kamis, 120309

Filosofi of Spiritual

"Lu serius nggak sih nulis?"

Loh emangnya kenapa Bro?

"Ini nulis kadang pendek banget tulisanlu, kadang panjangnya nggak ketulungan ampe berlembar-lembar. Pake aturan dong dikit!"

Loh siapa yang bilang gua ini penulis. Gua nulis bukan agar orang lain menganggap gua seorang penulis.

Gua ini cuma seorang santri, hanya seorang pembelajar dan materi-materi yang gua tulis selama ini referensi utamanya adalah kehidupan.

Lu tau sendirikan yang namanya kehidupan itu sangat "unpredictible", "min haitsu laa yahtasib", luas, dan sangat multidimensi banget. Jadi dalam tulisan gua nggak pake batesan harus sekian karakter misalnya.

Gua nulis ya udah cuma nulis. Perkara aturan penulisan formal itu mah belakangan. Yang penting orang bisa sedikit-banyak menangkap apa yang gua maksud dari tulisan gua.

Gua juga kadang ceramah, iya udah ceramah aja. Bukan berarti pengen jadi penceramah. Gua ngajar ngaji iya ngajar aja, "that's all, selama orang masih butuh gua dan itu bukan karena gua pengen dipanggil ustadz.

"Terus lu mau jadi apa dong sebenarnya kalo gitu?"

Itu pertanyaan orang yang menganut paham "filosofi of being". Dengan filosofi hidup kayak gitu orang direpotkan oleh status, titel, dan gelar.

Dengan prinsip hidup kayak gitu orang yang ceramah pengen disebut penceramah, orang yang nulis pengen disebut penulis, orang yang ngajar ngaji pengen disebut ustadz atau ustadzah.

"Lalu filosofi apa yang lu pegang?"

Yang gua perjuangkan dalam hidup yang sangat singkat ini adalah "filosofi of spiritual". Dengan model berpikir kayak gini apapun yang kita kerjakan dalam hidup ini kita serahkan semuanya sebagai sebuah pengabdian kita kepada Allah.

"Wa maa umiruu illa liya'budullaha mukhlisiina lahuddiin."

"Dan, tidaklah kamu sekalian diperintah kecuali agar mengabdi kepada agama Allah."

"Wa maa kholaqtul jinna wal ingsa illa liya'buduun."

"Dan, tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka semua mengabdikan dirinya kepada-Ku."

Lukmanul Hakim pun berwasiat kepada anaknya,
"Maata'buduuna mim ba'dii."
"Kalau aku sudah meninggal dunia, kamu akan mengabdi pada siapa nak?"

"Mengabdi pada siapa?" Itulah pertanyaan pokok yang diajukan Lukmanul Hakim kepada anaknya. Itu pertanyaan orang yang memegang prinsip "Filosofi of Spiritual."

Kalau orang tua zaman sekarang:
"Kalau aku sudah meninggal dunia nanti kamu makan apa nak?" Itu pertanyaan penganut paham "Filosofi of Having".

"Kalau aku sudah wafat nanti kamu kerja apa nak?" Itu pertanyaan penggemar fanatik "Filosofi of Doing."

So, manakah filosofi hidup yang kita anut? "Filosofi of Having, Being, Doing, atau Spiritual?"

"It's your rights. It's your own decisions. And soon and soon."

Jadilah Idola Bagi Anak Sendiri

Kamis, 120309

Jadilah Idola Bagi Anak Sendiri

Anak kita itu seperti "sponges" maka "basahilah" dia dengan kata-kata baik dan positif. Kalau kita terbiasa membasahi dia dengan kata-kata jelek dan negatif maka perilakunya akan cenderung jelek dan negatif.

Anak-anak sangat mudah menyerap kata dan perilaku orang tuanya. Maka jadilah panutan dan idola bagi anak sendiri. Jangan sampai ia justru lebih mengidolakan orang lain.

Iya kalau idolanya yang di luar itu adalah orang sholeh. Bagaimana coba kalau yang ia idolakan adalah orang tholeh, orang yang memang tidak layak untuk diidolakan.

Di sinilah orang tua harus terlebih dahulu mengenal dirinya sendiri sebelum mengenal anaknya sendiri.

"Loh apa hubungannya mengenal diri sendiri dengan mengenal anak kita?"

Iya sangat berhubungan kali. Ada sebuah pepatah yang mengatakan, "Buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya", atau ada pepatah Arab yang mengatakan,

"Al waladu sirru abiihi."
"Anak itu rahasia bapaknya."

Perilaku, karakter, mental, dan perilaku anak tidak akan jauh dari orang tuanya. Bahkan perilaku-perilaku menyimpang yang mungkin selama ini disembunyikan orang tua akan ditampakan oleh Allah melalui kenakalan anak kita.

Jadi jangan merasa kalau kita suka berbuat dosa atau maksiat, udah begitu aja. Allah itu Maha Mengetahui dan Maha Berkehendak. Maka kalau Allah mau, bukanlah sesuatu yang mustahil kalau perbuatan dosa kita yang kita sembunyikan selama kemudian terwariskan kepada anak tanpa kita sadari. Sekecil apapun dosa itu.

Makanya kalau anak kita nakal banget, jangan hanya ngomel-ngomel ke anak, anak dimarahin, bahkan dihukum melewati batas-batas kemanusiaan.

Coba introspeksi diri kita dulu. Apakah kita juga tidak seperti itu? Atau jangan-jangan kita memang tidak pernah melakukan suatu dosa namun di dalam lubuk hati kita terpendam keluhan, "Aduh kenapa saya juga nggak punya kesempatan untuk hal itu iya?" (untuk melacur, merampok, korupsi, berbohong, menang judi, dan lain sebagainya).

Maka kenalilah diri kita sebagai orang tua. Insya Allah kita akan sangat mengerti anak kita sendiri.

Rabu, 11 Maret 2009

Kepuasan Hati Seorang Penulis

Kamis, 120309

Kepuasan Hati Seorang Penulis

Betapa senangnya hati saya ketika mampu mencurahkan segala apa yang ada di perasaan, benak, hati, dan otak saya ke dalam sebuah tulisan.

Saya merasakan ada kepuasan batin tersendiri ketika sebuah tulisan bisa saya selesaikan kemudian saya post ke blog pribadi saya.

"Bagaimana kalau ada orang yang memprotes atau tersinggung dengan salah satu tulisan yang sudah kamu post?"

Kalau ada yang protes karena dia menganggap dalam tulisan saya ada kesalahan atau kerancuan, kalau protes, kritik, apalagi saran itu benar-benar objektif dan membangun maka dengan senang hati saya akan memperbaiki semua kesalahan yang sudah saya tuliskan.

"Kalau ada yang tersinggung?"

Iya wajarlah kalau di antara sekian banyak tulisan saya ada pihak-pihak yang merasa tersinggung. Namanya juga curahan hati.

Saya rasa setiap tulisan siapa pun penulisnya sedikit-banyak pasti akan menyinggung akal atau perasaan pembacanya.

Saya menyerahkan sepenuhnya kepada pembaca untuk menafsirkan tulisan saya. Tulisan itukan multitafsir. Setiap orang bebas menafsirkan tulisan yang ia baca tanpa pengaruh siapa pun.

Dan, kemampuan seorang pembaca dalam menafsirkan suatu tulisan sangat bergantung kepada banyak hal: seberapa mengenalkah dia dengan penulisnya? Seberapa terhubungkah dia dengan latar dan alur cerita dalam tulisan tersebut?

Seberapa pahamkah dia tentang "asbabun nuzul" tulisan itu, mengapa penulis merasa perlu menuliskan hal tersebut?

Dan, banyak lagi faktor yang tidak bisa saya sebutkan semua yang mempengaruhi pemahaman dan penafsiran seseorang terhadap sebuah tulisan.

Malu? Yang Proporsional Dong Ah!

Kamis, 120309

Malu? Yang Proporsional Dong Ah!

Masa kita yang berbuat baik malah malu? Sedangkan mereka yang berbuat buruk biasa-biasa aja tuh, "fine-fine" aja menjalankan kebiasaan buruk mereka.

Masa menulis dengan pulpen di atas secarik kertas saat menunggu di tempat umum (pasar) malu?

Masa pake peci terus adik kita berpakaian seksi kita malu ngeboncengin dia? Terus nggak mau menolong dia gitu?

Orang kayak gitu jangan malah dijauhin, putus komunikasi, apalagi nggak menyambung silaturahmi. Orang kayak gitu justru harus dideketin, ditemenin, diajak ngobrol, dialog, dan berdiskusi terus-menerus.

Tiap hari? Emang kenapa itu kan kalo bisa. Lagian dia kan adik kita sendiri yang sudah pasti sering ketemu.

Itu juga bisa menjadi pertanda bahwa kita belum siap menerima perbedaan. Kita yang pake peci harus siap bergaul, bersahabat, dan bersaudara dengan saudara atau adik kita yang suka berpakaian seksi.

Bukan berarti kita setuju dengan pilihan hidupnya itu. Kalau kita mau menasehatinya maka nasehatilah kesalahan dan kekhilafannya. Bukan berati kita musuhin atau kita benci orangnya.

Kalau kita jauhin, dia akan semakin menjadi-jadi. Kalau terus kita deketin namun tidak ada keikhlasan serta kerelaan dalam hati kita untuk membimbingnya maka kita pasti akan merasa sakit hati.

Tapi kalau kita ikhlas dan berlapang dada maka kita akan baik-baik saja. Jangan kita yang malah jadi stres dan depresi. Itu cuma akan terjadi kalau kita sudah kehabisan energi dan akal akibat kita tidak mau menghayati, merenungi, mentafakuri, dan mentadabburi makna serta arti kehidupan.

Kalau keluarga sendiri nggak kena, iya nggak usah kecewa, masih banyak orang lain di luar sana yang mungkin lebih menerima arti perjuangan membela yang benar dan menolak yang salah.

Smile Up Please!

Kamis, 120309

Smile Up Please!

"Lu kenapa sih masih mikirin dia aja? Smile up please!"

Nggak gampang cuy ngelupain dia begitu aja.

"Ia gua tahu. Tapi bukan berati lu terus murung kayak gini dong. Lu mestinya bersyukur ditinggal sama dia."

Loh kenapa?

"Iya lah. Emang lu mau kalo seandainya nanti berumah tangga terus-menerus dituntut oleh mertua lu untuk memenuhi syarat: punya rumah sendiri dan membiayai kuliah adiknya?

Itu cuma akan menambah beban pikiran lu doang tahu. Iya kalo lu mampu memenuhi dua persyaratan mutlak tersebut, kalo kagak? Bukannya lu sakinah, mawaddah, wa rohmah berumah tangga lu malah berantem mulu lagi sama istri lu. Atau, 'naudzubillah', lu malah stres dan depresi lagi menghadapi masalah ini.

Udah lah Is, terima aja kenyataan ini. Masih banyak kok wanita sholehah yang mau mencintai kita apa adanya."

Loh emang ada wanita sholehah yang nggak menerima kita apa adanya?

"Iya tinggal lu pikir sendirilah. Kalo ada wanita yang tidak menerima kita apa adanya, itu wanita sholehah apa bukan? Simple kan?"

Iya yah.

"Iya. Gitu baru cara berpikir yang objektif yang saya rasa bisa mengobati sakit hati lu."

Sakit hati? Gua nggak sakit hati kok?

"Loh kalau lu nggak sakit hati mengapa sampai hari ini lu nggak bisa ngelupain dia?"

Gua nggak sakit hati. Gua cuma nggak abis pikir mengapa kami harus berpisah?

"Berpisahkan bukan berarti akhir segalanya. Lu kan masih bisa terus membina cinta ar Rohman dengan dia dan dengan siapa saja.

Dan, gua rasa hubungan seperti itu lebih tulus dan diridhoi Allah daripada lu terus berhubungan dan membina cinta ar Rohim dengan dia tapi itu hanya memaksakan kehendak lu dan hubungan lu tidak mendapat restu dari orang tuanya."

Makasih fren atas semua nasihat lu. Gua masih kuat berdiri dan terus berjalan sampai hari ini di antaranya karena gua punya sahabat sejati kayak lu.

"Iya sama-sama. Udah nggak usah didramatisir kayak gitu dong ah. Lu juga selama ini kan banyak memberikan input-input ilmu pengetahuan kehidupan yang sangat bermanfaat buat gua."

Yang Allah Tunggu Darimu

Kamis, 120309

Yang Allah Tunggu Darimu

Yang Allah tunggu darimu itu bukan kekayaan atau kemiskinanmu

Yang Ia tunggu adalah bagaimana sikapmu ketika Allah menghendaki kamu kaya atau kamu miskin

Yang Allah tunggu bukan kamu kuliah atau nggak

Yang Ia tunggu adalah pengabdianmu kepada kehendak-Nya di tengah-tengah masyarakatmu sendiri

Yang Allah tunggu bukan kamu mampu pergi haji atau tidak mampu

Yang Ia tunggu adalah bagaimana kearifan hidupmu ketika kamu mampu haji atau tidak mampu haji

Yang Allah tunggu bukanlah status sosialmu: S1, dr, Ust, atau apa saja

Yang Allah tunggu adalah kesetiaanmu terhadap nilai-nilai kebenaran

Jadi hidup itu sebenarnya cukup mengalir saja di atas kehendak Allah. Nggak usah maksain diri. Bukan berdasarkan kehendak kita sendiri, orang tua, guru, kiai, tokoh masyarakat, atau siapa saja.

Mereka hanya cakrawala yang memperluas pandangan ilmu kita. Namun keputusan tetap ada di tangan kita. Mereka juga memiliki tanggung jawab untuk hidup berdasarkan kehendak Allah.

Jadi kalau mereka memang serius membaca kehendak Allah atas diri mereka maka mereka tidak akan memiliki waktu sedetik pun memaksakan kehendak mereka terhadap siapa dan apa saja.

Selasa, 10 Maret 2009

Keunggulan Menjadi Umat Muhammad saw

Ahad, 080309

Keunggulan Menjadi Umat Muhammad saw

Oleh sebagian golongan peringatan maulid dianggap sebagai perbuatan bid'ah bahkan musyrik. Yang harus "diwanti-wanti" oleh seluruh umat Islam, khususnya yang berada di Indonesia saat ini.

Jangan sampai perbedaan pendapat antara yang pro dengan kontra mengenai peringatan maulid ini menjadi awal perpecahan umat Islam.

Mengapa kita merasa perlu untuk memperingati maulid? Ini adalah sebagai sebuah tanda "tahaduts bin ni'mah" atau sebuah ekspresi kebahagiaan kita atas nikmat yang telah kita terima.

"Nikmat? Nikmat apaan tuh?"

Yaitu nikmatnya menjadi umat Nabi Muhammad.

"Emang apa sih nikmatnya menjadi umat Nabi Muhammad?"

Pertama, umat Nabi Muhammad itu meskipun umurnya relatif pendek tetapi ibadah yang dilakukan sepanjang hidup umat Nabi Muhammad itu ganjarannya bisa lebih berlipat-lipat dari umat Nabi lain. Padahal umat Nabi lain itu umurnya panjang.

Kedua, kenikmatan menjadi umat Nabi Muhammad saw adalah umat yang paling pertama masuk surga.

Maka saya yakin anda semua pasti masuk surga! Amin! Masuk surga semua. Iya tapi lewat neraka dulu. Enak aja mau langsung masuk surga.

"Emang seberapa berkualitas sih amal ibadah kita selama di dunia sehingga begitu yakin bisa langsung masuk surga. Tanpa mampir ke neraka dulu." kelakar Kiai Jihad.
...
Dan Mereka pun Mengakui Kemuliaan Akhlak Rosul

Pertama, Abu Jahal, salah satu orang yang paling menentang dakwah Rosul pun mengakui kemuliaan akhlak Rosul, sampai-sampai ia berkata:

"Laa taquuluu anna muhammadan kadzaabun bal huwa shoodiqun."

"Janganlah kamu sekalian berkata dan menyangka bahwasanya Muhammad itu pembohong, pembual, atau pendusta tetapi dia itu adalah orang yang jujur."

Kedua, kisah tentang pengemis Yahudi buta yang setiap pagi disuapi bubur oleh Rosul. Begitu Rosul meninggal dunia salah satu Khulafaur Rasyidin berusaha menggantikan "tugas" Rosul tersebut.

Begitu Sang Kholifah menyuapi pengemis itu, si pengemis berkata, "Loh kamu bukan orang yang biasa memberi saya buburkan?"

"Iya saya memang bukan orang yang biasa memberi kamu bubur. Kok kamu tahu?" tanya Sang Kholifah.

"Saya merasakan perbedaan yang sangat mencolok antara suapan anda dengan suapan dia. Suapan dia sangat halus dan berperasaan. Siapakah dia gerangan?" pengemis itu tanya balik.

"Dia adalah Muhammad Rosulullah."

Mendengar jawaban tersebut pengemis itu kaget bukan main. Ternyata orang yang lemah-lembut dan berperasaan itu adalah Muhammad yang selama ini ia hina dan olok-olok. Semenjak peristiwa itu ia pun masuk Islam.

Ketiga, kisah mengenai Suroqoh bin Malik. Pada mulanya ia adalah orang yang gila harta, hidupnya hanya untuk mencari materi, materi, dan materi. Namun setelah bertemu Nabi Muhammad maka lupalah ia terhadap obsesi dunianya itu.

Perusak Hati

Ahad, 010309

Perusak Hati

"Ngomong kok nggak jelas gitu sih? Jangan terlalu cepat dong ritmenya. Atur nafas dan konsentrasi terhadap setiap kata yang hendak kita keluarkan dan lontarkan!

Kalau ngomong kita nggak jelas gitu, kan kasian pendengarnya. Bingung dia. 'Nih orang ngomong apaan sih? Ngomong kok wes-wes gitu'." demikian Kiai Jihad tiba-tiba memprotes salah satu pengisi acara pengajian bulanan Ahad pagi ini.

...

Kiai Jihad mengawali ceramahnya dengan membacakan sebuah hadits yang artinya:

"Sesungguhnya dalam jasad itu ada 'mudghoh' (segumpal daging). Apabila ia baik maka baik pulalah seluruh jasad. Dan, apabila ia rusak maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati."

Kiai Jihad juga berkata: "Al qolbu ro-sul jawaarih." (Seluruh anggota badan yang ada di tubuh kita ada pemimpinnya. Siapakah gerangan pemimpin mereka tersebut? Tidak lain dan tidak bukan pemimpin "Al Jawarih" kita adalah hati.)

Ternyata kesehatan fisik pun sangat bergantung dari kesehatan hati kita. Orang yang hatinya sehat adalah orang yang lapang dada dan ikhlas dalam menerima segala kenyataan yang menimpa hidupnya.

Orang yang hatinya penuh penyakit (dendam, iri hati, dengki, sombong, dan lain-lain) dan berpikiran sempit akan mudah terserang penyakit secara fisik.

Hal ini dikarenakan dia tidak menerima dan mensyukuri apa yang ia punya dan penuh dengan beban pikiran.

Orang yang datang kepada Allah dengan hati yang tenang ("qolbun salim") maka berbahagialah kehidupannya di akhirat kelak. Tapi kalau hati kita tidak tenang maka celakalah masa depan.

Sebagai sebuah ilutrasi adalah ada seorang murid dipanggil oleh kepala sekolah. Kalau dia merasa tidak bersalah maka dengan hati yang tenang ia pasti akan memenuhi panggilan tersebut.

Namun jika ia merasa punya salah, ketika berjalan menuju kantor kepala sekolah maka dadanya pasti terasa "dag-dig-dug", perasaan tak karuan, pikiran kacau, dan wajah berkeringat.

Adapun yang merusak hati itu ada enam perkara:

Pertama, melakukan dosa kecil dan besar setiap hari tapi malah mengharapkan rahmat.

Rahmat Allah tidak akan turun selama melakukan dosa. Itu sama saja angan-angan yang kosong (angan-angan yang menipu).

Misalnya kita mau menjadi dokter tapi nggak mau belajar masalah kedokteran, mana mungkin kita jadi dokter? Orang yang belajar masalah kedokteran aja belum tentu jadi dokter apalagi yang nggak belajar.

Maksiat sama dengan laknat. Taat itu rahmat. Jadi antara maksiat dan rahmat itu sama seperti tanwin dan alif lam yang tidak pernah akan bisa bersatu (dalam ilmu nahwu).

Sekarang bagaimana mau turun rahmat dalam hidup kita, lah wong yang selalu kita kerjakan maksiat bukannya taat. Kalau sudah taat barulah boleh kita berharap mendapat rahmat.

Kedua, mengetahui sebuah ilmu namun tidak mengamalkannya.

Ketiga, beramal tapi tidak ikhlas.

Ketika kita melakukan sesuatu tapi ada tujuan, cita-cita, dan interest itu akan berpotensi menimbulkan sakit hati.

Keempat, suka makan rezeki Allah tapi tidak suka bersyukur.

Kelima, kerap memakamkan jenazah namun tidak juga kita bersungguh-sungguh untuk mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut.

Keenam, tidak pernah ridho dengan segala pemberian Allah.

Itulah enam hal yang harus dihindari agar hati kita tidak rusak.

Pengasuh Anak-anak

Selasa, 100309

Pengasuh Anak-anak

Setelah setahun di Madani Mental Health Care (MMHC), saya baru menyadari bahwa banyak para santri yang saya dampingi selama ini, yang umurnya sudah "kepala tiga" itu hanya secara bilangan angka saja.

Pada kenyataannya jiwa, mental, karakter, dan kepribadian mereka tidak lebih dewasa daripada anak-anak. Suka memaksakan kehendak dan tidak memahami kenyataan yang ada.

Kemarin, sebelum masuk MMHC, ketika masih di luar saat BT menghinggapi mereka tinggal masuk alam imajinasi mereka masing-masing melalui NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif lainnya).

Tapi kini mereka sedang berusaha lepas dari ketegantungan zat adiktif tersebut. Maka sangat wajar mereka belum terlalu siap menghadapi perasaan BT tanpa NAZA. Oleh karena itulah mereka sekarang berada di MMHC.

Salah satu tujuannya agar mereka merasakan bagaimana BT itu sebenarnya. BT itu bukan untuk dihindarkan. Apalagi dengan NAZA sebagai pelarian. Rasakanlah BT sebagai sebuah anugerah kehidupan. Temanilah ke-BT-anmu dengan kegiatan-kegiatan positif dan produktif.

Betapa keanak-anakkannya prilaku mereka. Kalau lagi pengen nonton film di bioskop hari Sabtu, mesti nonton hari Sabtu juga. Nggak bisa nanti, nggak pake lama, apa lagi mesti ditunda sampai besok harinya (hari Minggu).

Kalau malam hari, pukul 23.00 WIB hendak jajan padahal uang jajan udah habis tetep aja "keukeuh" minta jajan. "Uang jajannya udah abis pak!" ujar seorang konselor.

"Iya udah pake uang ustadz aja dulu. Ntar pagi baru minta gantinya ama bendahara." paksa seorang santri. Duh diperlukan berlipat-lipat kesabaran untuk menghadapi orang tua yang tak kunjung dewasa pikirannya.

Masih mending menghadapi santri yang masih ABG. Lebih mudah diatur. Meskipun mendampingi setiap santri memiliki tantangannya sendiri-sendiri.

Sang Pemimpin

Selasa, 100309

Sang Pemimpin

"Ar rijaalu qowwamuuna 'alan nisaa."

Ketika sebuah hubungan antara pria dan wanita harus berakhir maka tidak ada kesalahan sedikit pun bagi wanita atas perpisahan tersebut. Yang paling pantas untuk dipersalahkan, apapun alasannya adalah pihak laki-laki.

"Loh mengapa hanya pihak lelaki saja yang dipersalahkan? Bagaimana kalau istrinya yang selingkuh, gila harta, atau nggak becus ngurus keuangan, rumah tangga, dan anak-anak?"

Itu karena lelaki adalah pemimpin kapan dan di mana pun ia berada. Kalau memang secara kasat mata istri yang selingkuh atau nggak becus ngurus keluarga itu tetap yang dipersalahkan adalah pihak pria. Itu menandakan berarti dia tidak becus mendidik istrinya sendiri sehingga sang istri selingkuh dan maksiat.

Maka sebelum memutuskan untuk menikah seorang laki-laki hendaklah memfokuskan perhatian pada, apakah calon istrinya itu bersedia menerima yang benar atau hanya bersedia menerima kebenaran kalau disertai uang?

Artinya kalau kita lagi boke apakah kemudian ia berkata, "Alah udah deh nggak usah ceramahin gue melulu. Gue udah bosen dengerin ceramah lu tahu nggak. Udah yang penting sekarang cari uang sebanyak-banyaknya. Bagaimana pun caranya?"

Wanita kayak gini mending dari awal dijauhin. Karena hanya akan bikin sakit hati di kemudian hari. Penerimaan dia atas kebenaran yang kita sampaikan, ajakan, dan pendidikan yang kita berikan kepada dia hanya akan masuk ke otak dan hatinya, meresap ke dalam jiwanya kalau kita sedang banyak uang.

Kalau kita lagi nggak punya duit maka hilang semua wibawa kita. Tak satu kata kebenaran pun yang bisa ia cerna. Karena fokus hidupnya sesungguhnya bukanlah pada kebenaran ilmu Tuhan melainkan pada bagaimana ia menjadi kaya raya.

Adapun ilmu agama, dakwah, ceramah, menikah, dan kuliah hanyalah topeng dan kendaraan yang ia kibulin agar tercapai obsesinya di dalam mengumpulkan harta sebanyak mungkin.

Senin, 09 Maret 2009

Tamu Kesedihan

Selasa, 100309

Tamu Kesedihan

Aku sudah menolak kesedihan bertamu ke rumah jiwaku. Tapi dia masih saja dengan rajin setiap hari berkunjung dan bertamu. Terutama dini hari.

Aku sudah usir dia. Tapi masih saja dia menunggu di luar rumah jiwaku. Ia tidak peduli di luar hujan atau panas.

Aku juga tidak tahu sampai kapan ia menghantui hidupku. Aku sendiri juga tidak punya ilmu untuk mengusirnya jauh-jauh.

Tapi aku juga harus sadar kapabilitas dan kapasitas ilmuku untuk mengusirnya. Aku tidak bisa memaksa. Aku hanya bisa perlahan-lahan merayunya agar sesegera mungkin pergi dari kehidupanku.

Karena sebentar lagi aku akan menempuh hidup baru. Hidup tanpa dirimu. Tapi tetap dengan cintamu. Cinta yang semu dan palsu itu.

Dicari Cinta

Selasa, 100309

Dicari Cinta

Seorang sahabat datang memberikan semangat kepada saya, "Cinta bukan mencari seseorang yang sempurna. Cinta itu mencari seseorang yang bisa membuat kita merasa sempurna."

Ia meneruskan, "Jangan mencari cinta dengan matamu, tapi mencari cinta itu dengan mata hatimu. Semangat iya!" Wah saya tidak menyangka sahabat saya bisa berkata seperti itu. Saya heran dari mana ia mendapatkan kata yang begitu mendalam itu.

Tapi dari mana pun ia dapatkan kalimat itu bagi saya tidak terlalu penting. Yang lebih utama adalah bagaimana kita mencoba menghikmahi dan meresponnya.

Maka saya pun merespon pernyataannya itu sekenanya, "Untuk saat ini saya bukanlah orang yang mencari cinta. Tapi cintalah yang saat ini justru nyari-nyari saya. 'Di mana iya Istihori?' ujar cinta kebingungan."

Saat ini saya memang lebih memilih untuk bersembunyi dari pada harus "turun gunung". "Duh kasihan banget sih kamu." Ujar sahabat saya itu dengan penuh rasa iba dan mata yang berkaca-kaca.

"Jangan kasihan dengan saya. Kasihanlah dengan cinta. Karena sampai hari ini dia belum juga bisa bertemu dengan saya." Ujar saya menghibur dan membela diri.

"Alah kamu kayak orang yang nggak butuh cinta aja. Dulu aja kamu begitu antusias membicarakan hal ini. Mengapa sekarang kamu begitu apatis?"

"Saya bukan tidak membutuhkan cinta. Cinta itu adalah sumber kekuatan hidup. Manusia yang menggadaikan cintanya oleh sesuatu yang lain maka dia akan kehilangan kekuatan hidupnya.

Hidupnya akan dipenuhi dengan kegelisahan, ketidaknyamanan, ketidaktentraman, dan ketidakbahagiaan. Meski pun harta yang selama ini mereka kejar kini jumlahnya sudah bertumpuk-tumpuk di mana-mana.

Mencari cinta sejati memang membutuhkan energi yang tidak sedikit. Kalau mau cinta yang biasa-biasa saja tanpa perjuangan iya sangat mudah. Kita tinggal tunggu di rumah.

Tinggal tunggu ada lelaki pilihan orang tua yang memenuhi kriteria orang tua kita. Tanpa peduli kita cinta atau tidak sama dia itu urusan nomor sekian, nggak penting, itu nggak usah dipermasalahkan.

Yang penting si pria berkantong tebal, mapan, punya pekerjaan tetap, dan bawa mobil.

Muslim, Mukmin, dan Muttaqin

Kamis, 250209

Muslim, Mukmin, dan Muttaqin

"Wamay yattaqillah yaj'al lahu makhroja wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib."

Marilah kita tingkatkan keislaman yang sudah ada menjadi keimanan. Dan, terus-menerus belajar dan mengkaji agar iman atau kepercayaan ini meningkat menjadi ketaqwaan.

Islam, iman, dan taqwa inilah yang kita jadikan sebagai sebuah sarana untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT.

Berkaitan dengan hal itulah maka perjalanan setiap manusia adalah menuju Allah, hidup kita di dunia adalah perjalanan yang sangat panjang. Sepanjang jatah umur yang telah Allah berikan kepada Kita.

Perjalanan panjang itu kemudian menempatkan kita pada tingkat-tingkat tertentu. Semua sangat tergantung dari seberapa besar niat kita untuk hanya mengabdikan diri kepada Allah SWT.

"Wa maa kholaqtul jinna wal ingsa illa li'buduun." (Dan, tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka hanya mengabdikan dirinya kepada-Ku).

Adapun tingkat pengabdian jin dan manusia itu ada tiga tingkatan:
Pertama, tingkat muslim
Kedua, tingkat mukmin, dan
Ketiga, adalah tingkat muttaqin.

Pertama yang dimaksud dengan tingkat muslim adalah tingkat di mana kita memasrahkan segala urusan hanya kepada Allah.

Sebagaimana asal kata "muslim" itu sendiri berasal dari kata: "aslama-yuslimu-islaaman-fa huwa muslimun".

Kedua tingkat mukmin (orang yang percaya dan yakin). Berasal dari kata "aamana-yuminu-imaanan-fa huwa mu_minun".

Sebagai sebuah ilustrasi yang sedikit-banyak saya harapkan mampu menggambarkan perbedaan muslim dan mukmin adalah: muslim itu ibarat jasad atau tubuh yang bisa kita lihat dengan mata kepala.

Atau muslim juga bisa kita katakan sebagai sebuah identitas yang membedakan kita dengan yang non-muslim.

Sedangkan mukmin itu adalah ruh dari jasad kita, nyawa dari tubuh kita, atau semangat yang berkobar di dalam identitas kemusliman kita.

Sebagai contoh kongkret misalnya kita melaksanakan sholat. Jika kita hanya pada tingkat muslim maka sholat hanya sebagai sholat.

Gugur kewajiban tanpa ada ruh keimanan yang mendorong kita untuk berpikir dan menghayati apa makna dan hikmah dari sholat yang kita lakukan sehari lima kali.

Maka seorang muslim yang sholat tanpa ada iman, tanpa ada pemaknaan, tanpa ada perenungan dan penghayatan dari hakikat sholat itu sama saja seperti badan tanpa nyawa.

Atau seperti identitas yang tertera di KTP (kartu tanda penduduk) namun tidak dilengkapi dengan keimanan yang kokoh.

Maka keislaman dan segala amal ibadah yang kita lakukan selama ini, namun tanpa ada penghayatan atau keimanan dari itu semua, jangan heran kalau kita mudah dipecah, gampang diprovokasi, dan sangat rentan untuk diadu domba oleh segala perbedaan pilihan yang secara alami pasti ada di dalam perjalanan hidup kita dalam bermasyarakat dan bertetangga.

Oleh karena itulah Allah tidak menjamin kita bersatu kecuali kita telah mencapai tingkat mukmin. "Innamal mu_minuuna ikhwah".(Yang bisa hidup rukun, damai, sentosa sebagai sesama saudara atau ikhwah hanyalah al mu_minuun bukan al muslimuun).

Oleh karena itu kalau tahap pengabdian kita sebagai manusia berhenti pada tingkat muslim, merasa cukup setelah menjadi orang Islam, tidak mau terus-menerus untuk belajar mengkaji untuk menghayati keislaman kita agar muncul keimanan, apalagi kita memilih untuk menjadi orang Islam yang merasa benar sendiri sedangkan golongan Islam yang lain kita anggap salah, maka jangan heran negara kita yang mayoritas muslim ini tidak akan pernah bersatu.

Setelah kita pahami dan laksanakan tingkat muslim dan mukmin, barulah kita bisa berharap menjadi muttaqin (orang yang bertakwa). Orang yang bertakwa adalah orang yang tahu kapan dia harus pasrah terhadap apa yang menimpanya dan kapan harus menyelesaikan masalah yang menimpanya dengan penuh keyakinan dan percaya diri.

Maka dengan begitulah ia paham untuk "imtitsaalu awaamirillah waj tinabun nawaahi". Menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Karena menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya ini sangat mudah untuk diucapkan namun sangat sulit untuk kita laksanakan.

Misalnya kita boleh saja mengi'tikadkan dari rumah, "nanti kalau saya sudah sampai masjid saya tidak akan tidur. Saya akan mendengarkan khutbah dengan seksama dan sungguh-sungguh."

Namun apa jadinya ketika kita sudah sampai di masjid? Sangat jarang orang yang benar-benar mampu melaksanakan kebaikan yang padahal telah dia i'tikadkan sebelumnya.

Maka sangat pantaslah bagi orang yang bertakwa ini mendapatkan dua bonus kehidupan dari Allah. Pertama, "yaj'al lahu makhrojan". Diberikan jalan keluar atau solusi dari setiap masalah yang menimpanya.

Dan, yang kedua, "wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib". Dan, Allah memberinya rezeki dari jalan yang tidak kita sangka-sangka.

Hidup kita adalah pengabdian sepenuhnya kepada Zat yang memang berhak untuk diabdi yaitu Allah SWT. Maka di mana pun posisi kita sekarang, baik sebagai muslim, mukmin, atau muttaqin maka persembahkanlah segala yang kita miliki, yang kita mampu, dan kita punya, apapun jenis pekerjaan kita sekarang maka niatkanlah itu sebagai sebuah jalan kita untuk mengabdi di jalan Allah.

Hanya dengan niat yang seperti itulah yang menjadikan kita tetap mampu bertahan apapun masalah yang kita hadapi sekarang.

Istikhoroh

Ahad, 080309

Istikhoroh

"HP lu sekarang jadi kayak nggak ada manfaatnya kan?"

Ya ada aja lah. Yang pertama buat ngisi blog. Kedua nulis bahan-bahan ceramah atau khutbah. Ketiga mencari artikel.

Keempat untuk mencatat apa-apa yang saya dapat dari pengajian di manapun yang saya ikuti dan sebenarnya masih banyak lagi manfaat yang bisa didapatkan dari HP yang sekarang saya miliki.

Lagian manusia kan tak boleh menyesali yang telah terjadi, yang sudah dibeli. Yang berlalu biarlah berlalu.

Jadikan dia sebagai sebuah bahan pembelajaran kehidupan. Sekarang saatnya kita mengambil pelajaran, hikmah, dan pengetahuan yang selalu diperbarui.

Ayo mumpung Allah masih memberikan kepada kita limpahan ide, gagasan, perasaan, pengetahuan, dan berbagi macam ilmu maka tuliskanlah dalam blog agar setiap orang bisa membacanya!

Ya tentu saja bagi mereka yang berminat. Namun kalau tidak ada satu orang pun yang membaca, mengomentari, atau menjadi followers dalam blog, itu bukan menjadi alasan sedikit pun bagi saya untuk berhenti menulis di blog.

Menulis di blog adalah salah satu cara seseorang untuk mengungkap perasaan, mengasah kepekaan sosial, dan tentu saja memperoleh pengetahuan dari semua aktivitas itu.

Jadi bukan terletak pada tulisan bagus atau tidak, ikut tren atau ketinggalan zaman. Yang terpenting bagi saya, menulis di blog adalah sebagai sebuah wahana untuk menumpahkan opini, pendapat, dan pemikiran kita tanpa ada kekhawatiran dimuat atau ditolak.

Saya hanya ingin bercerita dan berbagi pengalaman. Syukur-syukur ada secuil manfaat bagi yang membaca pada umumnya dan yang menulis pada khususnya. Bukan memberikan ceramah apalagi menggurui orang melalui tulisan-tulisan saya.

Lah wong blog sendiri kok masa ditolak sih? Yang perlu sedikit dilakukan mungkin adalah melatih kepekaan untuk menyeleksi terlebih dahulu apakah tulisan kita pantas untuk kita post atau tidak.

Karena tidak semua tulisan bisa seenaknya kita post. Kita harus berpikir dulu sebelum mem-post tulisan kita. Jangan sampai nanti menimbulkan masalah.

Toh kalau nanti ada masalah akibat tulisan yang kita post di blog bukan berarti kita lari. Ya itu nikmati saja sebagai sebuah resiko yang harus dihadapi sebagai penulis blog.

Lagian apa sih pilihan hidup yang tidak ada resikonya? Yang tidak punya pilihan atas hidupnya sendiri saja punya resiko. Apalagi yang memutuskan suatu pilihan dalam hidupnya.

Hidup adalah memilih. Dan, kalau sudah menjatuhkan pilihan atas sesuatu maka nikmatilah segala resiko yang kita terima atas pilihan kita.

Di sinilah pentingnya kematangan berpikir dan ketajaman akal seseorang sebelum menjatuhkan pilihannya. Termasuk memilih pacar, istri, pekerjaan, agama, dan pengabdian hidup.

Semua adalah pilihan. Orang-orang sekitar boleh saja memberikan kita masukan. Tapi keputusannya tetap berada di tangan kita.

Kita mau beli HP merk apa? Mau sekolah atau kuliah di mana? Mau menikah dengan siapa? Dan, lain sebagainya silahkan saja cari masukkan sebanyak-banyaknya, dari siapa saja, dan dari arah mana saja.

Tapi yang menentukan dan menjatuhkan pilihan adalah kita. Bukan orang lain. Bukan orang tua. Bukan guru kita. Bukan siapa dan apa saja kecuali diri kita.

Kecuali kalau mental kita adalah mental budak atau hamba sahaya. Silahkan saja serahkan kemerdekaan memilih kita kepada siapa saja yang telah saya sebutkan di atas atau yang belum terpikir untuk saya sebutkan.

"Selamat memilih dan jadilah orang merdeka." demikian ujar Stanley. Namun di negeri antah berantah, ketika datang waktu memilih pemimpin, mereka malah memilih untuk tidak memilih.

Aneh bin ajaibnya keputusan mereka itu mereka anggap sebagai sebuah ekspresi kebebasan mengeluarkan pendapat. Kalau ada yang melarang pilihan mereka, mereka anggap melanggar HAM.

Al Hamdulillah Pisah

Jumat, 060309

Al Hamdulillah Pisah

"Pisah kok malah al Hamdulillah? Gaya berpikir macam apa itu?"

Loh apa yang membuat kita menyesali yang telah terjadi kalau kejadian itu hanya karena Allah? Kalau kami berpisah karena selain Allah, misalnya karena orang tua, harta, atau yang lainnya itulah baru kami pantas untuk menyesal.

Sekarang mendingan mana kami tetap bersatu tapi karena yang selain Allah (kecantikan, kepandaian, atau materi) atau kami berpisah karena Allah?

Kata Allah, "Enak aja kamu. Pas sembahyang ngaku-ngaku bahwa tidak ada Tuhan selain Aku. Eh ketika mau mencari jodoh tidak terutama karena Aku melainkan karena dunia yang telah kau Tuhan-kan."

Rendah Diri dan Rendah Hati

Rabu, 250209

Rendah Diri dan Rendah Hati

Kadang orang salah kaprah di dalam penggunaan rendah diri dan rendah hati. Ada yang menganggapnya sama. "Emang apa bedanya rendah diri dengan rendah hati?"

Ya bedalah. Kalau rendah diri itu dilarang sedangkan rendah hati justru dianjurkan. Orang hanya boleh merendahkan dirinya kepada Allah SWT.

Sedangkan kepada sesama manusia tidak diperbolehkan untuk rendah diri, sujud, atau mengabdikan diri sepenuhnya. Yang boleh rendah hati.

Orang yang tidak rendah hati perilakunya akan sangat sombong, angkuh, maunya menang sendiri, dan cenderung mudah meremehkan orang lain.

Kalau pada suatu hari kita mendapat amanah untuk berbicara dihadapan umum, seperti ceramah, khutbah, seminar, atau presentasi, maka terimalah.

"Tapi saya nggak PD? Apalagi kan di hadapan saya orang-orang pandai dan banyak tokoh masyarakat yang hadir!"

Rendah hati itu bukan berarti tidak percaya diri, bukan berarti pesimistis menghadapi tantangan. Kalau diberi kesempatan bicara, bicaralah yang lantang. Keluarkan dan berikanlah seluruh kemampuan yang ada.

Perkara mendapat pujian atau cemoohan itu mah pasti. Soal ada yang setuju dan yang tidak setuju dengan yang kita bicarakan itu biasa. Masalah ada yang suka atau ada yang tidak suka dengan kita itu mah wajar.

Itu tinggal bagaimana kita menyikapi dengan tepat saja. Kalau ada pujian ya ucapkan "al hamdulilah". Segala puji milik Allah. Kita sedikit pun tidak berhak atas pujian.

Kalau ada cemoohan jadikan itu sebagai motivasi kita untuk memperbaiki diri. Agar ketika mendapat kesempatan lagi kita bisa tampil lebih baik.

Jangan lupa tunjukkan sikap rendah hati, "Segala yang benar dari yang saya sampaikan, yang membuat orang senang, yang bisa memberikan motivasi dan tambahan ilmu itu semata-mata datang dari Allah.

Sedangkan yang salah itu semata-mata datang dari saya sendiri. Yang masih terus belajar berkata-kata. Dari A-Z, dari alif-ya."

Itulah sikap rendah hati yang semestinya kita miliki. Bukan pesimistis dan juga bukan sombong.

Hubungan Susah-susah Gampang

Jumat, 270209

Hubungan Susah-susah Gampang

Tuh kan giliran udah jadian aja, susah banget deh diteleponnya. Kemarin waktu masih temenan kayaknya gampang banget.

Apa ini hanya sebuah ujian? Atau ini adalah sebuah pertanda? Kalau memang pertanda, lalu pertanda apa? Pertanda baik atau buruk?

Baik dalam arti kita harus hadapi saja segala rintangan dalam menjalin hubungan yang masih sangat seumur jaguang ini? Atau buruk dengan maksud ini adalah pertanda bahwa hubungan ini sudah sampai di sini saja?

Duh memang menjalin hubungan itu merupakan perkara yang susah-susah gampang. Padahal saya kerap kali mendengar bahwa yang namanya menjalin hubungan itu adalah hal yang gampang-gampang susah. Ternyata tidak demikian adanya.

Kalau gampang-gampang susah berarti lebih gampang. Karena perbandingan antara perkara yang gampang dalam menjalin sebuah hubungan dengan perkara yang susah itu dua berbanding satu.

Sedangkan susah-susah gampang lebih sulit. Karena perbandingan gampang dan susahnya adalah satu berbanding dua.

Bab Cerai

Jumat, 270209

Bab Cerai

Surat An Nisa ayat 20 ini adalah untuk menjawab pertanyaan yang ada dalam benak kita, yaitu masalah cerai-menceraikan. Ketika menikah maka menjadi kewajiban bagi calon suami untuk membayar mahar. Baik mahar kontan maupun hutang.

Apakah suami boleh mengambil kembali mahar yang sudah diberikan kepada istrinya? Padahal istrinya sudah "didukhul" (disetubuhi)?

Bagaimana kalau belum pernah "didukhul"? Kalau memang maharnya boleh diambil, setengahnya atau seluruhnya?

Mahar boleh dengan barang (seperti seperangkat alat sholat) atau bacaan Quran, dan lain-lain yang bisa bermanfaat.

Jangan kayak zaman sekarang, maharnya minta seperangkat alat sholat + al Quran, eh nggak tahunya setelah nikah nggak sholat, nggak baca Quran.

Nah mahar model gitu kagak ada manfaatnya. Jadi kita jangan sok-sokan, jangan ikut-ikutan tren nikah di musholah atau di masjid. Tapi sesudah nikah boro-boro ke musholah, boro-boro ke masjid. Pernikahan seperti itu hanya merusak citra masjid atau musholah yang dipakai untuk acara akad nikah.

Lebih baik melaksanakan akad nikah di rumah. Namun setelah menikah rajin pergi ke masjid atau musholah.

"Wa in arodtum"= kalau kalian menginginkan.
"Istibdaala zaujin"= mengganti istri. Dengan sekira-kira kalian mau menjatuhkan talak: satu, dua, atau tiga. Jangan mentang-mentang lagi pusing banget, langsung talak tiga.

Harus hati-hati. Kita harus menunjukkan kelembutan hati. Jangan "kedebak-kedebug". Jangan gampang ke bawa emosi.

"Qingthooron"= pemberian (mas kawin atau mahar).
"Fa laa ta-khudzuu minhuhha syaian"= mas kawin tidak boleh diambil sedikit pun kalau sudah cerai. Mengapa?

"Bian tholaqtumuuhaa"= ini bagi istri yang sudah "didukhul". Kalau belum maka laki-laki boleh mengambil setengah mas kawinnya.

Lain halnya dengan harta "gono-gini". Ia mesti dibagi dua. Kalau dia benar-benar didapat setelah berumah tangga. Kalau harta tersebut tetap diambil itu sama dengan zalim dan jahat.

Jangan sampai berkata, "Habis elu 'nggak enak' sih makanya gue ambil deh semua mas kawin".

"Jangan ngomong kayak gitu bang, kan udah sama-sama pernah ngerasain."

Cowok kayak gini bakal diolok-olok Allah."

- Cewek Pedati, Cewek Jinak-jinak Merpati, dan Cewek Sejati

Ada tiga tipe cewek. Pertama cewek pedati atau cewek "salome" (satu lobang rame-rame). Siapa punya ongkos boleh "naik".

Kedua cewek jinak-jinak merpati. Ini tipe cewek pengeretan, cewek matre. Sebagaimana merpati, roti kita diambil begitu mau ditangkap eh dia malah terbang jauh.

Ketiga adalah cewek yang dicari-cari setiap lelaki yaitu cewek sejati. Inilah satu makhluk yang sangat langka di masa kini.

Dia bagaikan bidadari yang diturunkan Tuhan ke bumi. Dia menjadi anugerah bagi suaminya. Menjadi teman menuju surga.

Aduh ada nggak yah tipe cewek sejati zaman sekarang? Karena kalau pacar atau istri kita tipe cewek pedati dan cewek jinak-jinak merpati lebih baik putuskan dan ceraikan.

Wanita-wanita yang Haram Dinikahi

Jumat, 060309

Wanita-wanita yang Haram Dinikahi

Merupakan tugas seorang pencatat pernikahan untuk benar-benar dan sungguh-sungguh dalam mencatat sebuah pernikahan agar pernikahan tersebut tidak rusak gara-gara ada "mani'" (penghalang). Karena tidak semua perempuan halal untuk dinikahi.

Nikah adalah bahasa yang lebih lembut karena memiliki syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Sedangkan kawin lebih kasar karena kawin mah siapa aja bisa tanpa syarat dan rukun.

"Nikah itu susah karena pakai surat. Yang gampang mah kawin cuma modal urat." kelakar seorang teman.

Pernikahan itu memakai: akad, mahar, wali, dan saksi. Sedangkan pernikahan yang tanpa akad itu disebut kawin atau zina.

"Janganlah kalian menikahi perempuan yang telah dinikahi oleh bapak kalian". Bagaimana kalau si perempuan belum "di goal"? Nggak boleh juga.

Bagaimana kalau si perempuan telah dizina bapak kita ("naudzubillahi min dzaalik")? Menurut Imam Syafi'i boleh dinikahi. Namun menurut Imam Abu Hanafi haram.

Lalu bagaimana kita menyikapi dua perbedaan pendapat dari kedua imam tersebut? Ada baiknya kita perhatikan ushul fiqh: "Idzaj tama'al halaal wal haroom qudimal haraam." kalau berkumpul dua pendapat, yang menghalalkan dengan yang mengharamkan maka dahulukanlah yang haram.

Mengapa? Karena kalau ternyata menikahi wanita yang telah dizinai bapak kita itu ternyata memang haram maka kita tidak melakukan dosa. Karena toh kita telah mendahului pendapat yang mengharamkan. Otomatis kita kan tidak mengerjakannya.

Tapi kalau ternyata hal itu hukumnya halal ya udah tidak apa-apa kita tidak mengerjakannya. Kan cuma halal bukan wajib.

Yang dimaksud dengan bapak di sini adalah garis nasab bapak kandung kita terus ke atas, kakek sampai kakek moyang kita.

Kedua, begitu juga bapak tidak boleh menikahi mantan istri anak kita (mantu perempuan). Ketiga, ibunya istri (mertua perempuan) juga haram dinikahi. Walaupun anaknya sudah meninggal dunia dan ibunya masih tampak cuantik.

Keempat, anak perempuan tiri kita haram dinikahi. Kecuali anak perempuan tiri istri kita itu boleh kita nikahi asalkan ibunya belum "didukhul".

Atau sebaliknya nikahi anak perempuan yang belum "didukhul" boleh menikahi ibunya. Dalam hal ini, Imam Malik menafsirkan "dukhul" adalah sudah digrepe-grepe, "taladzuz", udah enak-enakkan, meski belum disetubuhi.

Sedangkan menurut Imam Syafi'i yang dimaksud dengan "dukhul" di sini adalah sudah disetubuhi.

Sebelum Islam datang empat macam "pernikahan terlarang" yang sudah disebutkan di atas zaman dulu sering kali terjadi. Dulu masih diampunin karena belum sampai dakwah. Kalau sekarang "tiada maaf bagimu" karena telah sampai dakwah.

Sepupu halal dinikahi kecuali yang satu susuan. Kalau satu susuan dengan siapa pun menjadi haram dinikahi. Kalau kita tetap menikahi wanita-wanita yang haram dinikahi tersebut maka ketahuilah perjalanan yang demikian adalah perjalanan yang sangat jelek dan menjijikan.

Jumat, 06 Maret 2009

Al Bashiir dan Al Bashor

Selasa, 240209

Al Bashiir dan Al Bashor

Al Bashiir= Yang melihat luar dan dalam. Sedangkan Al Bashor= Yang melihat luar saja.

Ribet oleh Atribut

Jumat, 060309

Ribet oleh Atribut

Mengapa manusia lebih memilih untuk diribeti oleh atribut? Mau membela demokrasi sibuk mencari atribut yang berhubungan dengan demokrasi. Mau membela Pancasila sibuk dengan lambang-lambang yang kemudian ditempel di baju, tas, atau kendaraan.

Hendak menegakkan syari'at malah sibuk mencari sorban, peci, baju koko, dan atribut-atribut keagamaan yang formal lainnya.

Kalau mau memperjuangkan demokrasi, pancasila, apalagi agama ya udah berjuang saja. Nggak usah teribeti oleh atribut-atribut segala.

Mengapa untuk percaya bahwa kita ini pejuang demokrasi, pancasila, dan agama harus mencari-cari lebih dulu atribut? Tidak bisakah kita PD sedikit saja? Sehingga kita percaya dengan pemikiran dan karya kita sendiri tanpa atribut apapun.

Apalagi sampai memakai atribut partai. Waduh akan lebih ribet lagi urusannya. Karena kalau bicara partai, kita tidak terlebih dahulu disajikan bukti bahwa mereka memperjuangkan demokrasi, pancasila, atau agama secara konsisten.

Yang ada hanya janji dan iklan yang bertebaran di berbagai media massa yang tanpa rasa malu sedikit pun sampai bersumpah mengatasnamakan rakyat dan Tuhan. Dengan harapan untuk mendapat simpati dan suara rakyat sebanyak-banyaknya.

"Emang dulu waktu ente berkuasa ke mana aje Bos? Kok baru sekarang sih teriak-teriak mau membela rakyat?" ujar seseorang dalam lubuk hatinya yang terdalam.

Wilayah Privat dan Wilayah Publik

Jumat, 060309

Wilayah Privat dan Wilayah Publik

Kapan kita harus egois? Kapan kita harus toleransi? Egois itu wilayah pribadi kita yang orang lain tidak kita perkenankan masuk ke dalamnya. Kecuali bagi orang-orang tertentu saja yang kita izinkan.

Sedangkan toleransi adalah wilayah diri kita yang kita perkenankan bagi publik untuk mengetahuinya. Jadi ia wilayah sosial.

Orang harus bisa menempatkan kapan harus egois dan kapan harus toleran. Kita juga harus menegaskan siapa saja yang boleh memasuki wilayah ego kita dan siapa yang tidak boleh.

Ego itu wilayah privat kita. Dan, toleran itu wilayah publik. Kalau ada orang yang sudah dianggap "public figure" maka dia harus siap wilayah privat kita dikonsumsi oleh publik.

Namanya juga "public figure". Ya kalau wilayah privasimu tidak mau dimasuki oleh banyak orang jadi orang biasa saja.

Bukan berarti "public figure" tidak boleh memiliki wilayah privat. Hanya saja dia harus memiliki kelapangan hati bahwa wilayah privatnya sedikit-banyak akan diketahui oleh publik atau masyarakat umum.

Seorang artis atau tokoh masyarakat misalnya, ia tidak bisa seenaknya berkata ini masalah pribadi saya. Karena ketika ia sudah diklaim sebagai seorang artis atau tokoh masyarakat maka secara tidak langsung ia harus mempersiapkan diri bahwa wilayah privatnya akan dimasuki banyak orang.

Jadi jangan seenaknya berkata, "Sorry, no comments." Komentar seperti itu hanya menggambarkan bahwa dia tidak mengenal dirinya sendiri, sehingga tidak mampu mempertanggungjawabkan pilihan pribadinya di hadapan publik.

"Publik figure" harus mampu memberikan penjelasan atas langkah-langkah pribadinya di hadapan publik. Karena mau tidak mau langkah-langkahnya dilihat orang, ditiru orang, bahkan diteladani orang.

Rabu, 04 Maret 2009

Sinetron Kehidupan

Kamis, 050309

Sinetron Kehidupan

"Ngapain sih orang-orang pada getol banget nonton sinetron dan film? Buang-buang waktu aja. Emang nggak ada apa kerjaan lain yang lebih penting daripada menghabiskan waktu di depan TV berjam-jam lamanya?" ujar Stenly membuka pembicaraan.

"Bukankah ceritanya gitu-gitu aja? Bukankah yang disajikan hanya mimpi-mimpi yang sangat jauh dari realita masyarakat Indonesia yang sesungguhnya?" cerocosnya tanpa henti.

"Tapi ada kok satu-dua film dan sinetron karya anak bangsa yang bagus. Yang memberikan motivasi, yang berdedikasi tinggi, yang patut dijadikan pelajaran dan diambil hikmahnya." ungkap saya.

"Film dan sinetron apa saja tuh?" Stanley penasaran.

"Saya rasa masyarakat kita sekarang sudah lebih memiliki akses informasi, kecerdasan, dan kebersihan hati untuk menentukan mana film dan sinetron yang pantas ditonton dan mana yang tidak.

"Nggak perlu lagi lah mereka dilarang-larang dan disuruh-suruh mereka kan bukan anak kecil apalagi budak. Mereka kan sudah dewasa dan berpikiran jauh ke depan."

"Mengapa kita tidak sadar bahwa tiap episode dan babak dalam kehidupan nyata kita itu juga merupakan sebuah alur cerita yang sejak semula sudah disusun, ditata, dan dituliskan dengan rapi oleh Sang Sutradara yaitu Allah SWT."

"Mengapa kita tidak ciptakan saja cerita tentang kita sendiri dalam naskah yang kita catat sehari-hari dalam diary? Bukankah itu lebih mengena, mendalam, dan lebih bisa kita hayati serta apresiasi?"

"Aduh capek!" ujar yang lain.

"Males nulisnya!" ujar yang lainnya.

"Iya kita memang sudah sangat terbiasa dengan sesuatu yang instan, bermimpi, dan melamun yang enak-enak. Tanpa mau bersusah payah dan bercapek-capek menyusun, menuliskan, mengumpulkan, apalagi sampai mengambil kesimpulan tentang kehidupan yang kita jalani."