Selasa, 10 Maret 2009

Sang Pemimpin

Selasa, 100309

Sang Pemimpin

"Ar rijaalu qowwamuuna 'alan nisaa."

Ketika sebuah hubungan antara pria dan wanita harus berakhir maka tidak ada kesalahan sedikit pun bagi wanita atas perpisahan tersebut. Yang paling pantas untuk dipersalahkan, apapun alasannya adalah pihak laki-laki.

"Loh mengapa hanya pihak lelaki saja yang dipersalahkan? Bagaimana kalau istrinya yang selingkuh, gila harta, atau nggak becus ngurus keuangan, rumah tangga, dan anak-anak?"

Itu karena lelaki adalah pemimpin kapan dan di mana pun ia berada. Kalau memang secara kasat mata istri yang selingkuh atau nggak becus ngurus keluarga itu tetap yang dipersalahkan adalah pihak pria. Itu menandakan berarti dia tidak becus mendidik istrinya sendiri sehingga sang istri selingkuh dan maksiat.

Maka sebelum memutuskan untuk menikah seorang laki-laki hendaklah memfokuskan perhatian pada, apakah calon istrinya itu bersedia menerima yang benar atau hanya bersedia menerima kebenaran kalau disertai uang?

Artinya kalau kita lagi boke apakah kemudian ia berkata, "Alah udah deh nggak usah ceramahin gue melulu. Gue udah bosen dengerin ceramah lu tahu nggak. Udah yang penting sekarang cari uang sebanyak-banyaknya. Bagaimana pun caranya?"

Wanita kayak gini mending dari awal dijauhin. Karena hanya akan bikin sakit hati di kemudian hari. Penerimaan dia atas kebenaran yang kita sampaikan, ajakan, dan pendidikan yang kita berikan kepada dia hanya akan masuk ke otak dan hatinya, meresap ke dalam jiwanya kalau kita sedang banyak uang.

Kalau kita lagi nggak punya duit maka hilang semua wibawa kita. Tak satu kata kebenaran pun yang bisa ia cerna. Karena fokus hidupnya sesungguhnya bukanlah pada kebenaran ilmu Tuhan melainkan pada bagaimana ia menjadi kaya raya.

Adapun ilmu agama, dakwah, ceramah, menikah, dan kuliah hanyalah topeng dan kendaraan yang ia kibulin agar tercapai obsesinya di dalam mengumpulkan harta sebanyak mungkin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar