Selasa, 10 Maret 2009

Pengasuh Anak-anak

Selasa, 100309

Pengasuh Anak-anak

Setelah setahun di Madani Mental Health Care (MMHC), saya baru menyadari bahwa banyak para santri yang saya dampingi selama ini, yang umurnya sudah "kepala tiga" itu hanya secara bilangan angka saja.

Pada kenyataannya jiwa, mental, karakter, dan kepribadian mereka tidak lebih dewasa daripada anak-anak. Suka memaksakan kehendak dan tidak memahami kenyataan yang ada.

Kemarin, sebelum masuk MMHC, ketika masih di luar saat BT menghinggapi mereka tinggal masuk alam imajinasi mereka masing-masing melalui NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif lainnya).

Tapi kini mereka sedang berusaha lepas dari ketegantungan zat adiktif tersebut. Maka sangat wajar mereka belum terlalu siap menghadapi perasaan BT tanpa NAZA. Oleh karena itulah mereka sekarang berada di MMHC.

Salah satu tujuannya agar mereka merasakan bagaimana BT itu sebenarnya. BT itu bukan untuk dihindarkan. Apalagi dengan NAZA sebagai pelarian. Rasakanlah BT sebagai sebuah anugerah kehidupan. Temanilah ke-BT-anmu dengan kegiatan-kegiatan positif dan produktif.

Betapa keanak-anakkannya prilaku mereka. Kalau lagi pengen nonton film di bioskop hari Sabtu, mesti nonton hari Sabtu juga. Nggak bisa nanti, nggak pake lama, apa lagi mesti ditunda sampai besok harinya (hari Minggu).

Kalau malam hari, pukul 23.00 WIB hendak jajan padahal uang jajan udah habis tetep aja "keukeuh" minta jajan. "Uang jajannya udah abis pak!" ujar seorang konselor.

"Iya udah pake uang ustadz aja dulu. Ntar pagi baru minta gantinya ama bendahara." paksa seorang santri. Duh diperlukan berlipat-lipat kesabaran untuk menghadapi orang tua yang tak kunjung dewasa pikirannya.

Masih mending menghadapi santri yang masih ABG. Lebih mudah diatur. Meskipun mendampingi setiap santri memiliki tantangannya sendiri-sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar