Senin, 09 Maret 2009

Muslim, Mukmin, dan Muttaqin

Kamis, 250209

Muslim, Mukmin, dan Muttaqin

"Wamay yattaqillah yaj'al lahu makhroja wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib."

Marilah kita tingkatkan keislaman yang sudah ada menjadi keimanan. Dan, terus-menerus belajar dan mengkaji agar iman atau kepercayaan ini meningkat menjadi ketaqwaan.

Islam, iman, dan taqwa inilah yang kita jadikan sebagai sebuah sarana untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT.

Berkaitan dengan hal itulah maka perjalanan setiap manusia adalah menuju Allah, hidup kita di dunia adalah perjalanan yang sangat panjang. Sepanjang jatah umur yang telah Allah berikan kepada Kita.

Perjalanan panjang itu kemudian menempatkan kita pada tingkat-tingkat tertentu. Semua sangat tergantung dari seberapa besar niat kita untuk hanya mengabdikan diri kepada Allah SWT.

"Wa maa kholaqtul jinna wal ingsa illa li'buduun." (Dan, tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka hanya mengabdikan dirinya kepada-Ku).

Adapun tingkat pengabdian jin dan manusia itu ada tiga tingkatan:
Pertama, tingkat muslim
Kedua, tingkat mukmin, dan
Ketiga, adalah tingkat muttaqin.

Pertama yang dimaksud dengan tingkat muslim adalah tingkat di mana kita memasrahkan segala urusan hanya kepada Allah.

Sebagaimana asal kata "muslim" itu sendiri berasal dari kata: "aslama-yuslimu-islaaman-fa huwa muslimun".

Kedua tingkat mukmin (orang yang percaya dan yakin). Berasal dari kata "aamana-yuminu-imaanan-fa huwa mu_minun".

Sebagai sebuah ilustrasi yang sedikit-banyak saya harapkan mampu menggambarkan perbedaan muslim dan mukmin adalah: muslim itu ibarat jasad atau tubuh yang bisa kita lihat dengan mata kepala.

Atau muslim juga bisa kita katakan sebagai sebuah identitas yang membedakan kita dengan yang non-muslim.

Sedangkan mukmin itu adalah ruh dari jasad kita, nyawa dari tubuh kita, atau semangat yang berkobar di dalam identitas kemusliman kita.

Sebagai contoh kongkret misalnya kita melaksanakan sholat. Jika kita hanya pada tingkat muslim maka sholat hanya sebagai sholat.

Gugur kewajiban tanpa ada ruh keimanan yang mendorong kita untuk berpikir dan menghayati apa makna dan hikmah dari sholat yang kita lakukan sehari lima kali.

Maka seorang muslim yang sholat tanpa ada iman, tanpa ada pemaknaan, tanpa ada perenungan dan penghayatan dari hakikat sholat itu sama saja seperti badan tanpa nyawa.

Atau seperti identitas yang tertera di KTP (kartu tanda penduduk) namun tidak dilengkapi dengan keimanan yang kokoh.

Maka keislaman dan segala amal ibadah yang kita lakukan selama ini, namun tanpa ada penghayatan atau keimanan dari itu semua, jangan heran kalau kita mudah dipecah, gampang diprovokasi, dan sangat rentan untuk diadu domba oleh segala perbedaan pilihan yang secara alami pasti ada di dalam perjalanan hidup kita dalam bermasyarakat dan bertetangga.

Oleh karena itulah Allah tidak menjamin kita bersatu kecuali kita telah mencapai tingkat mukmin. "Innamal mu_minuuna ikhwah".(Yang bisa hidup rukun, damai, sentosa sebagai sesama saudara atau ikhwah hanyalah al mu_minuun bukan al muslimuun).

Oleh karena itu kalau tahap pengabdian kita sebagai manusia berhenti pada tingkat muslim, merasa cukup setelah menjadi orang Islam, tidak mau terus-menerus untuk belajar mengkaji untuk menghayati keislaman kita agar muncul keimanan, apalagi kita memilih untuk menjadi orang Islam yang merasa benar sendiri sedangkan golongan Islam yang lain kita anggap salah, maka jangan heran negara kita yang mayoritas muslim ini tidak akan pernah bersatu.

Setelah kita pahami dan laksanakan tingkat muslim dan mukmin, barulah kita bisa berharap menjadi muttaqin (orang yang bertakwa). Orang yang bertakwa adalah orang yang tahu kapan dia harus pasrah terhadap apa yang menimpanya dan kapan harus menyelesaikan masalah yang menimpanya dengan penuh keyakinan dan percaya diri.

Maka dengan begitulah ia paham untuk "imtitsaalu awaamirillah waj tinabun nawaahi". Menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Karena menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya ini sangat mudah untuk diucapkan namun sangat sulit untuk kita laksanakan.

Misalnya kita boleh saja mengi'tikadkan dari rumah, "nanti kalau saya sudah sampai masjid saya tidak akan tidur. Saya akan mendengarkan khutbah dengan seksama dan sungguh-sungguh."

Namun apa jadinya ketika kita sudah sampai di masjid? Sangat jarang orang yang benar-benar mampu melaksanakan kebaikan yang padahal telah dia i'tikadkan sebelumnya.

Maka sangat pantaslah bagi orang yang bertakwa ini mendapatkan dua bonus kehidupan dari Allah. Pertama, "yaj'al lahu makhrojan". Diberikan jalan keluar atau solusi dari setiap masalah yang menimpanya.

Dan, yang kedua, "wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib". Dan, Allah memberinya rezeki dari jalan yang tidak kita sangka-sangka.

Hidup kita adalah pengabdian sepenuhnya kepada Zat yang memang berhak untuk diabdi yaitu Allah SWT. Maka di mana pun posisi kita sekarang, baik sebagai muslim, mukmin, atau muttaqin maka persembahkanlah segala yang kita miliki, yang kita mampu, dan kita punya, apapun jenis pekerjaan kita sekarang maka niatkanlah itu sebagai sebuah jalan kita untuk mengabdi di jalan Allah.

Hanya dengan niat yang seperti itulah yang menjadikan kita tetap mampu bertahan apapun masalah yang kita hadapi sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar