Rabu, 28 Oktober 2009

Dan, Langit serta Bumi pun Terbelah

CBR,Senin,261009
Dan, Langit serta Bumi pun Terbelah
Oleh: Mohamad Istihori
Surat al Insyiqaq (Surat ke-84):

1. Idzas samaa-un syaqqot. (Apabila langit terbelah).

Lafadz idzaa memiliki 2 makna skaligus.Pertama,"apabila".Dan, kedua, "pasti". Maka sesuai dengan kedua makna tersebut maksud ayat di atas adl langit pasti terbelah.

Namun tdk ada jawabn dr"sumpah" ini. Hal tsb sengaja agar manusia membayangkan sendiri bagaimana keadaan ketika langit terbelah dan bumi rata oleh tanah.

Atau dengan kata lain, agar manusia bisa memperkirakan sendiri apa kira-kira yang terjadi ketika itu.

2. Wa adzinat lirobbihaa wa huqqot. (Dan, patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh).

Lafadz adzinat berasal dari udzun (telinga). Artinya adalah mendengarkan dan patuh akan perintah Tuhan. Bisa juga diartikan rela dan pasrah akan kehendak-Nya.

Itulah bedanya antara langit dan bumi dengan manusia. Langit dan bumi sangat patuh terhadap ketentuan Tuhan. Sedangkan manusia suka keluh kesah terhadap ketentuan Allah SWT.

Dalam al Quran atau Hadits kerap menggambarkan seakan-akan makhluk-makhluk seperti langit dan bumi yang tak bernyawa itu seperti makhluk yang bernyawa.

Itu artinya mereka juga membutuhkan pemeliharaan, perawatan, dan perhatian dari manusia. Kalau manusia merusak mereka maka suatu hari akibatnya manusia sendiri jua yang akan merasakannya.

3. Wa idzal ardhu muddat. (Dan, apabila bumi diratakan/dibentangkan).

Digambarkan oleh Quraish Shihab, bumi itu ibarat karpet. Kalau karpet itu ada "jendolan-jendolannya" maka karpet itu akan dibentangkan agar rata. Begitu juga dengan bumi yang dihamparkan ini akan dibentangkan oleh Allah sampai benar-benar rata.

4. Wa alqot maa fiihaa wa takhollat. (Dan, memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong).

5. Wa adzinat lirobbihaa wa huqqot. (Dan, patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh).

6. Yaa ayyuhal insaanu innaka kaadihun ilaa robbika kadhan famulaaqiih. (Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya).

Lafadz "kaadihun" makna asalnya adalah orang yang bekerja sampai tangannya lecet. Artinya ia bekerja keras dan sungguh-sungguh.

Ada dua pendapat mengenai dhomir (kata ganti) yang terdapat pada kalimat "famulaaqiih". Pendapat pertama mengatakan bahwa kembalinya dhomir pada kalimat tersebut adalah kepada Allah SWT sebagaimana terjemahan di atas.

Pendapat kedua mengatakan bahwa kembalinya dhomir pada kalimat tersebut adalah kepada hasil kerja keras manusia. Maka menurut qoul ini arti ayat keenam adalah "Hai manusia, sesunggguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui hasil dari kerja kerasmu itu."

Manusia itu sebenarnya memiliki daya/kekuatan. Karena kita adalah makhluk Allah yang sangat mulia yang diberikan kedewasaan, akal pikiran, dan hati nurani untuk memilih.

Berbeda dengan anak bayi. Kalau anak bayi itu makanan dan asupan gizinya yang lain dipilihin sama orang tuanya. Karena memang bayi mah belum memiliki perhitungan dan daya untuk menentukan mana makanan yang baik dan mana makanan yang buruk.

Beda dengan kita yang sudah dewasa yang diberikan kebebasan berdasarkan kedewasaan kita untuk memilih sesuatu yang kita yakini sebagai sebuah kebenaran dan meninggalkan apa saja yang kita yakini sebagai sesuatu yang buruk, jelek, dan salah.

7. Faammaa man uutiya kitaabahu biyamiinih. (Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanan).

Seorang mahasiswa bertanya pada Pak Quraish, "Apakah Allah membutuhkan waktu dalam memberikan 'rapor' (kitab) secara massal kelak di akhirat?"

Pak Quraish menjawab, "Batu jatuh ke bumi akibat tertarik oleh gaya gravitasi itu membutuhkan waktu. Kilat dari langit ke bumi juga membutuhkan waktu tapi lebih sedikit daripada batu. Dan, suara saya sampai ke telinga anda lebih cepat dari pada kilat sampai ke bumi.

Tapi jangan sekali-kali kita samakan Allah dengan makhluk. Laiisa kamitslihii syaiun. Tuhan itu nggak sama dengan apapun yang lain. Tuhan itu berbeda dengan makhluk. Kalau makhluk butuh waktu dan ruang, Tuhan tidak membutuhkan waktu dan ruang. Tuhan juga tidak bisa dibatasi oleh waktu dan ruang."

8. "Fasaufa yuhaasabu hisaabay yasiiroo. (Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah).

Kalau kita ke bandara dan melengkapi diri dengan segala persyaratan yang ditentukan, maka kita akan diperiksa dengan mudah oleh pihak bandara dan penerbangan kita pun bisa terlaksana.

Sama halnya dengan pemeriksaan di akhirat. Kalau kita ke akhirat dan melengkapi diri dengan segala persyaratannya maka kelak di akhirat kita akan mendapatkan pemeriksaan yang mudah, yang nggak ribet, dan nggak neko-neko (hisaabay yasiiroo).

9. Wa yangqolibu ilaa ahlihii masruuroo. (Dan, dia akan kembali kepada kaumnya dengan gembira).

Gambaran orang yang bertemu dengan Tuhan itu ada dua:

Pertama, seperti musafir yang bertemu keluarga. Setiap orang yang mengadakan perjalanan jauh begitu bersua lagi dengan keluarganya pasti kita diliputi hati bahagia dan berbunga-bunga karena bisa berkumpul kembali dengan keluarga.

Ayat di atas, yang menjelaskan bagaimana orang yang menerima kitab catatan amalnya dengan tangan kanan bertemu dengan Tuhannya, sama rasa gembira dan senangnya seperti musafir yang berkumpul kembali dengan keluarganya.

Kedua, orang yg bertemu dengan Tuhannya itu seperti penjahat yang kabur dari penjara. Ketika ia kembali lagi ke penjara maka ia merasa ketakutan & tersiksa.

Iman, Amal, dan Cinta

Cibubur, Sabtu, 241009

Iman, Amal, dan Cinta

Oleh: Mohamad Istihori

Iman harus dibarengi dengan amal sholeh (amal sosial). Nggak logis banget kan kalau kita ngaku orang beriman tapi cuek dengan penderitaan saudara sendiri? Ngakunya percaya sama Tuhan tapi tidak sholat? Katanya mau masuk surga tapi zalim kepada sesama?

Ada yang ngaku wakil rakyat tapi kenyataannya penindas rakyat. Ada yang berjanji akan mengabdikan dan mewakafkan dirinya demi kesejahteraan wong cilik tapi nggak tahunya cuma memperkaya diri sendiri.

Ada yang ngaku santri tapi kelakuan kayak (aduh mohon maaf) tahi. Ada juga yang mengikrarkan diri sebagai kiai bahkan dengan gegabah ngaku-ngaku syekh tapi kerjaannya cuma nikah sirri (sembunyi-sembunyi).

Suatu hari ada seorang sahabat yang berkata, "Ya Rosul sesungguhnya aku ini orang yang beriman." Maka Rosul bersabda, "Kamu belum iman tapi masih islam. Iman/kepercayaan/keyakinan itu bukan dilihat dari penyataan dan pertanyaan. Iman itu harus dibuktikan dalam kehidupan."

Percaya atau nggak, itu mah terserah lu pada. Fa man sya-a fal yu-min wa man sya-a fal yakfur. Kalau lu mau beriman, iya berimanlah. Kalau mau kufur iya monggo wae silahkan kufur. Tuhan sangat demokratis. Sama sekali nggak maksa manusia untuk beriman kepada-Nya.

Kalau pun ada manusia yang beriman pada Allah itu semata-mata atas kesadarannya sendiri bahwa memang seharusnya manusia hanya percaya pada Allah. Bukan yang selain Allah. Dan, melakukan semua pekerjaan semata-mata karena cintanya yang tak terhingga pada Tuhannya itu.

Selasa, 27 Oktober 2009

Jalan Menuju Kebahagiaan Hidup

Cibubur, Sabtu, 241009

Jalan Menuju Kebahagiaan Hidup

Oleh: Mohamad Istihori

Banyak orang disiksa. Tapi lebih banyak lagi orang yang tidak merasa bahwa dia sedang disiksa. Contoh orang yang banyak harta atau orang kaya. Sedikit saja ia salah dalam menyikapi harta dan segala kekayaan yang ia miliki maka ia akan merasa sangat tersiksa hidupnya.

Makanya jangan pikir orang kaya dan banyak harta itu sudah pasti bahagia. Kebahagiaan itu miliki orang yang mampu dengan tepat merespon dan menyikapi apa yang ia alami, baik kemiskinan maupun kekayaan.

Ada orang kaya yang justru masalah hidupnya lebih complicated, ruwet, runyam, setiap usaha untuk mencari jalan keluar/solusi selalu menemukan jalan buntu, punya masalah yang terus bertumpuk yang tak kunjung menemui jalan keluar, maju kena mundur kena, dan begini salah begitu kalah.

Sedangkan orang miskin di sebelah gedung mewahnya hidup tenang, damai, bersahaja, penuh canda tawa, penuh kebersamaan, kompak, harmonis, dan rukun.

Maka kekayaan sebenarnya bukan sebuah tujuan. Ia hanyalah merupakan salah satu jalan dari sekian banyak jalan/pilihan yang bisa ditempuh manusia untuk meraih kebahagiaan.

Hanya saja kita selalu beranggapan bahwa kebahagiaan pasti akan kita dapatkan kalau kita jadi orang kaya. Atau minimal kawin sama orang kaya sehingga kita dan keluarga kita jadi ikut sedikit menjilat kekayaan orang yang kita nikahi.

Sangat jarang orang zaman sekarang yang berpikir dan yakin dengan hidup miskin pun kita bisa meraih kebahagiaan. Justru dalam hidup miskin manusia tidak dipusingkan oleh bagaimana menjaga dan mengamankan harta. Apa yang mau dijaga orang harta aja dia nggak punya? Namanya juga orang miskin.

Tapi bukan berarti kita anti materi. Kita tetap harus giat bekerja untuk memenuhi kebutuhan kita. Mencari materi boleh asal jangan matrealistis apa lagi sampai pada tingkat matrealisme (suatu paham yang menganggap bahwa harta benda adalah satu-satunya hal yang bisa membuat manusia bahagia).

Ingat! Hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan bukan untuk mengejar keinginan. Kalau kita bekerja keras untuk mengejar keinginan maka hidup kita hanya akan dipenuhi dengan kecemasan dan kegelisahan.

Keinginan adalah sumber penderitaan (Iwan Fals). Dan, Tuhan pun memberikan apa yang dibutuhkan manusia. Bukan memberikan apa yang diinginkan manusia. Keinginan itu nggak bakal ada habisnya.

Semakin dikejar maka kita akan semakin merasa kekurangan seperti orang yang minum air laut. Semakin diminum semakin merasa haus. Ini larinya menjadi ambisi untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa menghitung halal atau haram, suci atau najis, dan bersih atau kotor.

Pendua Cinta dan Berbakti pada Orang Tua

Tafsir Jalalain: hal. 76-77

Cibubur, Jum'at, 231009

Pendua Cinta dan Berbakti pada Orang Tua

Oleh: Mohamad Istihori

Wa'budullaha wa laa tusyrikuu bihi syaiaw wa bilwaalidaini ihsaanaa..

Artinya: "Dan sembahlah (bertauhidlah) kepada Allah SWT. Dan, jangan sekutukan Ia dengan apa pun yang lain. Dan, berbuat baiklah (berbaktilah) kepada kedua orang tua.."

- Lafadz Syaian pada ayat di atas memiliki dua posisi:

1. Berposisi sebagai Maf'uul bih.
Ketika berposisi sebagai maf'uul bih maka setelah lafadz syaian ditafsirkan dan diperkirakan ada kalimat minal asy-yaai. Maka kalau diperinci ayat di atas menjadi: Wa laa tusyrikuu bihi syaiam (minal asy-yaa).

Artinya: "Dan, janganlah kamu sekalian menduakan cinta Tuhan dengan sesuatu apa pun dari segala sesuatu yang ada."

Tuhan pun sangat "cemburu" kalau cinta-Nya diduakan. Dan, pengkhianatan cinta seperti ini tidak akan mendapatkan maaf (ampunan) dari Allah.

Lain halnya dengan dosa yang lain. Sebesar apapun dosa dan kesalahan kita. Digambarkan seandainya dosa kita itu memenuhi langit dan bumi tapi kalau kita memiliki kesungguhan untuk memperbaiki diri (taubatan nasuha) dan selama nafas masih di kandung badan maka Allah senantiasa membuka pintu maaf/ampunan-Nya.

Tapi kalau kau duakan cinta-Nya dengan harta, jabatan, kedudukan, pasangan hidup, orang tua, dan apapun yang selain Dia maka "tiada maaf bagimu." Kalau kau menyembah Tuhan selain Aku (kata Tuhan dalam hadits Qudsi) silahkan hidup selain di langit dan bumi-Ku.

2. Berposisi sebagai Maf'uul muthlaq. Ketika berposisi sebagai maf'uul muthlaq maka setelah wa laa tusyrikuu bihi oleh Imam Jalalain ditafsirkan dengan menaqdirkan (dengan memperkirakan) ada lafadz isyrookan. Maka kalau dijabarkan menjadi: Wa laa tusyrikuu bihi (isyrookan) syai-aa. Artinya: "Dan, janganlah kamu sekalian menyekutukan Allah dengan yang lain."

Musyrik (mendua) itu sendiri ada dua:

Pertama, musyrik jahriyyah. Musyrik yang tampak, jelas, nyata, dan terang-terangan. Seperti menyembah kepada benda-benda.

Kedua, musyrik khofiyyah. Musyrik yang samar, sembunyi-sembunyi, tidak terasa, nggak sadar, atau "menusuk dari belakang". KH. Yana Jihadul Hidayah menyebutkan sifat riya sebagai salah satu contohnya.

"Mengapa riya dikatakan sebagai musyrik khofiyyah?" ujar Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah al Hidayah Cibubur Jakarta Timur itu pada pengajian umum Tafsir Jalalain malam ini di Mushollah al Hidayah.

Beliau melanjutkan, "Karena riya itu menyelewengkan niat ibadah kita yang semestinya hanya kepada Allah kepada selain Allah. Sepertinya ibadah tapi sebenarnya mengharapkan jabatan, kedudukan, harta, atau diambil menantu."

...

Wa bilwaalidaini ihsaanaa..(Dan, berbuat baiklah kepada kedua orang tua).

Allah SWT senantiasa berulang-ulang dalam al Quran memerintahkan dan menekankan kepada setiap anak agar berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua (ortu). Hal ini dikarenakan anak memiliki potensi untuk durhaka, ngelawan, ngelunjak, membangkang, dan nggak nurut sama ortunya.

Tapi tidak pernah Allah memerintahkan agar orang tua berbuat baik kepada anak-anaknya. Karena secara naluri saja setiap orang tua pasti sayang dan pasti berbuat baik kepada anak-anaknya. Sebangor apa pun anaknya senakal, sebader, atau sejelek apa pun anak, orang tua mah tetep aja sayang sama anak.

Kasih sayang ortu yang sejati itu tidak ada pamrih (interest). Apalagi kasih ibu, sepanjang masa. Nggak bakal ada ortu susah payah menafkahi kehidupan dan pendidikan anaknya tapi di balik susah payahnya itu ada pamrih/interest-nya. Kalau ada orang tua kayak gitu itu bukan orang tua namanya. Itu lebih pantas disebut orang gila.

Para ulama membagi tiga macam orang tua:
1. Yang melahirkan (ibu dan ayah)
2. Yang mengajarkan ilmu (guru), dan
3. Yang menikahkan (mertua).

Jadi orang tua itu bukan cuma ibu dan bapak kita. Tapi guru dan mertua kita sebenarnya juga adalah orang tua kita. Maka berbaktilah kepada mereka semua agar Allah semakin sayang pada kita.

Minggu, 25 Oktober 2009

Arjuna Mencari Cinta

CBS, Selasa, 20 Oktober 2009

Arjuna Mencari Cinta

Oleh: Mohamad Istihori

Kalau mau kenalan serius sama cewek itu jangan buru-buru. Jangan keburu nafsu. Nyantai aja lagi. Kenali dulu siapa dia sebenarnya. Jangan sampai salah pilih.

Kalau masalah ketemu iya ketemuan aja atau lu main ke rumahnya juga bolehlah, nggak apa-apa, nggak masalah, no problemo.

"Lalu apakah salah kalau sebelum ketemuan, kita tanya statusnya; masih sendiri (single)? Udah ada yang punya? Atau malah udah tunangan?"

Iya kalau nanya dan mau tahu statusnya sekarang iya nggak apa-apalah, tanyain aja kalau ente mau nanya mah. Kan kalau udah tahu statusnya dia yang sekarang kita bisa enak ngelanjutinnya, enak untuk ke depannya, enak untuk selanjutnya mau apa, dan kita pun sudah bisa "meraba-raba" untuk menentukan langkah berikutnya.

Jangan sampe ngegantung. Dibilang temenan kayak pacaran. Dibilang pacaran kok kayak temenan. Jadi orang itu yang jelas gitu loh. Kalau pacaran iya bilanglah pacaran. Kalau "cuma" mau temenan dan emang nggak mau pacaran jangan kemudian diterima sebagai pacar, kemudian dimanfaatkan, diambil keuntungan darinya untuk kemudian kita campakkan dia begitu saja.

Abis manis sepah dibuang. Ada uang abang disayang nggak punya uang abang ditendang. Sungguh malang nian nasib abang yang demikian kalau begitu jadinya.

Lagi pula dia juga pasti udah tahulah apa maksud lu. Kenapa tiba-tiba nggak ada petir, nggak ada hujan lu nelpon dia. Kalau nggak ada "udang di balik terigu" kan nggak mungkin juga gitu loh?

Yang pasti kita tinggal lihat aja apa respon dia dan keluarganya. Itu pun kalau kita udah ketemu sama dia. Iya semoga aja Tuhan merestui segala rencana kita. Tapi kalau seandainya pun nggak bisa ketemu pun nggak apa-apa. Jangan maksain.

Bukankah sesuatu yang dipaksa itu nggak enak? Kan lebih baik lu tunggu aja waktu yang tepat untuk ketemuan. Biar saja semua menjadi indah pada waktunya.

Dan biarkan Arjuna mencari cinta sejatinya. Kita sebagai penonton cukup mengambil pelajaran saja. Siapa tahu yang dialami Arjuna hari ini kita alami juga esok hari. Kalau pun kita sudah melewati fase ini minimalkan bisa menambah pengetahuan kita.

Sabtu, 24 Oktober 2009

Berpikir Matang

Cibubur, Ahad, 26 Oktober 2009

Berpikir Matang

Oleh: Mohamad Istihori

Hendaknya segala sesuatu itu dipikirkan dengan matang sebelum kita mengambil keputusan. Jangan gegabah ah. Jangan keburu nafsu dong. Jangan buru-buru. Al ajalatu minas syaithoon. Terburu-buru itu termasuk kepribadiannya setan.

Akhir dari segala ketergesaan adalah penyesalan. Maka agar tidak menyesal berpikir matanglah dulu. Kalau sudah yakin baru "jalan". Jangan jalan di atas keraguan. Berjalanlah dengan keyakinan dan optimisme. Kalau ragu mending ditinggalkan. Da maa yariibuka ilaa maa laa yariibuka. Tinggalkanlah yang meragukan menuju satu keyakinan.

Jangan terlalu cepat mengambil keputusan kecuali memang dalam keadaan darurat. Kalau nggak urgent-urgent amat mah nggak usah cepat-cepat. Slow but sure aja nanti juga akan sampai tujuan. "Alon-alon asal kelakon". Gembalakanlah proses. Kebanyakkan orang maunya buru-buru tidak punya kesabaran untuk mengembalakan proses yang ada.

Maunya cepet kaya. Maunya cepet wisuda. Maunya cepet nikah. Maunya cepet punya anak. Maunya..maunya..maunya..Maunya doang usaha mah kagak. Mana mau dapat?

Teori berpikir matang bukan berarti menafikan pekerjaan dan perbuatan. Bukan berarti kerjaan kita mikir mulu tanpa melakukan dan memperjuangkan sesuatu.

Kalau terlalu banyak mikir tanpa melakukan sesuatu juga bukan merupakan sesuatu yang dibenarkan. "Terus gimana dong?" Idealnya adalah terus melakukan sesuatu saja. Karena nanti di tengah perkerjaan itu kita pasti akan dituntut untuk berpikir.

Jangan juga kerja doang tapi nggak mikir. Itu nekat namanya. Belajarlah dari kesalahan. Trial and error. Mencoba, berusaha, berpikir, dan memperbaiki diri. Itulah saya rasa yang harus segera kita matangkan secara individu maupun kolektif, secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

Jumat, 23 Oktober 2009

Derita Hidup Pecandu NAZA

Cibubur, Jum'at, 231009

Derita Hidup Pecandu NAZA

Oleh: Mohamad Istihori

Kalau ada orang bilang bahwa NAZA, Narkotika, Narkoba, atau Napza itu merupakan kesenangan itu adalah kesalahan yang sangat besar. Hal ini karena NAZA memiliki efek atau akibat yang sangat serius.

Efek NAZA yang sangat utama adalah rusaknya sel-sel syaraf atau kalau saya pinjam bahasanya Prof. DR. dr. H. Dadang Hawari, psikiater, NAZA itu merusak jaringan neurotransmitter.

Orang yang make NAZA itu skill, kemampuan, dan intelektualitasnya akan turun secara drastis. Bohong kalau make NAZA itu bikin otak jadi canggih atau makin banyak inspirasinya.

Justru orang yang menjadi pecandu NAZA itu jadi oon dan membuat otak kita jadi lemot. Begitu berhenti mengkonsumsi NAZA maka kemampuannya meningkat sedikit demi sedikit. Begitu sudah normal barulah bisa memulai aktivitas kembali.

Penderitaan hidup seorang pecandu NAZA tidak berhenti di situ saja. Penderitaan bisa datang bertubi-tubi jika tak kunjung datang keinginan, tekad, dan motivasi yang kuat untuk berhenti.

Penderitaan bisa berlanjut menjadi masuk penjara, depresi, stres, kehilangan harta, keluarga, sampai kehilangan nyawa dan masih banyak lagi penderitaan yang bisa kita sebutkan akibat mengkonsumsi NAZA.

Saya jadi teringat oleh perkataan salah satu sahabat Madani, "Teman-teman sekarang masih beruntung tinggal di rehabilitasi Madani. Di sini ditangani oleh orang-orang yang memang ahli. Dicek dan diperiksa kesehatannya dengan stetoskop.

Coba kalau masuk 'rehabilitasi polisi'. Iya memang sih ditangani oleh ahli tapi diperiksanya bukan pake stetoskop tapi pake pistol. Sarapannya bukan pake nasi uduk atau bubur ayam tapi pake bogem mentah dan sejenisnya."

So berhentilah sekarang juga. Mari kita hidup sehat tanpa NAZA. Agar hidup tidak lagi menderita.

Minggu, 18 Oktober 2009

Ujian, Peringatan, dan Siksaan

CBS, Sabtu, 171009

Ujian, Peringatan, dan Siksaan

Oleh: Mohamad Istihori

Bagaimanakah seharusnya, sebaiknya, sepatutnya, dan semestinya kita menyikapi segala macam bencana alam yang akhir-akhir ini begitu akrab menyapa kita?

Berbagai macam bencana alam menimpa negeri ini. Ada tsunami, kebakaran hutan, tanah longsor, gempa bumi, banjir bandang, dan angin puting beliung. Apakah mereka yang terkena bencana sudah pasti adalah mereka yang menyalahi perintah Tuhan?

Apakah bisa dengan mudahnya kita bicara, "Gempa kemarin adalah sebuah siksa bagi yang merasakannya."? Atau apakah bencana sudah pasti azab, laknat, atau siksaan bagi mereka yang tertimpa?

Di sinilah kita perlu diskusikan kembali lebih dalam hal ihwal sebuah musibah. Musibah itu sendiri berasal dari khasanah bahasa Arab yang artinya yang menimpa. Segala yang menimpa dalam hidup kita baik yang menyenangkan, menyedihkan, menggembirakan, atau memilukan adalah musibah.

Orang yang bersabar, dalam al Quran disebutkan senantiasa mengucapkan, innalillahi wa inna ilaihi rooji'uun, ketika mereka tertimpa musibah.

Musibah berdasarkan kualitas orang yang tertimpanya ada tiga macam: pertama, musibah berupa ujian bagi orang beriman. Kedua, musibah berupa peringatan bagi orang yang lalai. Dan, ketiga, musibah berupa azab atau siksaan bagi orang kafir.

Nah, sekarang kalau ada apa saja yang menimpa dalam hidup, kita tinggal introspeksi diri kita sendiri apakah sebelum musibah terjadi kita adalah hamba yang taat, hamba yang cuek, atau hamba yang nggak tahu diri?

Kalau kita adalah hamba yang taat (beriman) maka musibah itu merupakan ujian bagi kita sebagai sebuah jalan meningkatnya derajat kita di hadapan Allah SWT.

Kalau kita adalah hamba yang lalai (cuek) maka musibah bagi kita adalah sebuah peringatan (warning, tanbih) agar kita segera kembali ke jalan yang benar.

Kalau kita adalah hamba yang baragajul, songong, nggak tahu diri, nggak tahu diuntung, dan suka maksiat barulah musibah yang kita dapat merupakan sebuah azab atau siksaan.

Maka jangan terlalu mudah mengecap dan menilai bahwa bencana yang terjadi di suatu tempat adalah siksaan bagi penduduknya. Kecuali memang kita sudah tahu dengan pasti, tanpa keraguan, dan dengan data yang valid bahwa penduduk kampung atau kota itu merupakan penduduk yang suka maksiat dan melanggar perintah Allah.

Kalau Padang kena gempa bumi misalnya, apakah itu sebuah ujian, peringatan, atau siksaan? Apakah kita punya data yang bisa dipercaya bahwa seluruh penduduk Padang adalah penduduk yang taat, lalai, atau kafir?

Kalau kita tidak tahu maka yang paling tepat adalah kita kembalikan saja kepada setiap individu penduduk Padang atau di daerah mana pun yang terkena gempa, apakah gempa bagi mereka merupakan ujian, peringatan, atau siksaan.

Yang pasti yang terbaik untuk manusia adalah melakukan introspeksi, muhasabah, dan mengevaluasi diri untuk bisa menyikapi dengan tepat segala musibah yang menimpa hidup kita.

Sabtu, 10 Oktober 2009

Selamat (dari) Gempa!

Cibubur, Jum'at, 02.10.2009

Selamat (dari) Gempa!

Oleh: Mohamad Istihori

Sore ini Kiai Jihad membuka pengajian kehidupannya dengan mencoba menggali hikmah dari gempa yang terjadi di Pulau Sumatera kemarin.

"Kalau seandainya kita adalah salah satu korban yang selamat dari gempa, maka apa yang akan kita lakukan setelah peristiwa itu?

Apakah kita kemudian berusaha menjadi seorang muslim yang lebih taat beragama sebagai rasa syukur kita kepada Allah karena Ia telah menyelamatkan kita dari bencana?

Atau kita biasa-biasa saja karena kita merasa kita selamat dari gempa itu tidak ada urusannya dengan Tuhan kecuali atas usaha kita yang memang sudah sangat lihai berkelit dan untuk selamat dari bencana?"

Kiai Jihad bicara panjang lebar tentang gempa tanpa memperhatikan para santri yang asyik molor. Melihat para santrinya molor ia pun naik pitam, "Hey kalian diajak ngaji kerjaannya malah pada molor aja! Nanti kalau dikasih gempa baru deh pada bangun, pada inget Tuhan, dan pada menolong antar sesama.

Tapi setelah beberapa tahun bencana kita lupa untuk kemudian pada molor lagi. Pada kagak mau ngaji, ogah merenung, dan enggan bertafakur alam."

"Lalu Pak Kiai mengapa Jakarta, misalnya, yang selama ini kita kenal sebagai kota yang molor dan lalai nggak kena gempa?" tanya seorang santri.

"Oh jangan kamu pikir mereka yang nggak kena gempa disayang Tuhan terus yang kena gempa dibenci-Nya. Kita harus memiliki "kaca mata" akal dan hati multidimensi untuk memahami gempa atau bencana." ujar Kiai Jihad.

"Maksud Kiai?"

"Bisa saja orang yang kena musibah, gempa, kemiskinan, susah cari kerja, sulit cari jodoh, dan ditinggal akibat kematian justru mereka adalah orang yang sangat dicintai dan disayangi oleh Allah.

Mereka diuji agar kalau mereka mau bersabar dan lulus maka derajat mereka akan lebih tinggi dari sebelumnya dan mereka bisa lebih dekat dengan Allah.

Dan, di saat lain ada Jakarta berserta beberapa kota besar lainnya yang kata banyak orang banyak kelalaiannya untuk mengingat Tuhan sampai hari ini cenderung aman dari bencana alam.

Bisa saja kita sedang di-istidraj (diantepin, dibiarin oleh Tuhan dalam kemaksiatan dan diberikan sedikit kenikmatan dunia itu pun kenikmatan yang semu bukan kenikmatan abadi).

Nah sekarang kan gampang kita pilih mana, kita diingetin saat salah atau kita didiemin saat salah?" tanya Kiai Jihad.

Setelah terdiam beberapa saat, seorang santri berkata, "Iya di mana-mana kita maunya diingetin saat salah."

"Iya itukan maunya kita. Tapi apakah nanti ketika kita benar-benar mengalami peringatan itu kita siap? Ketika nanti peringatan itu sudah ada, sudah di depan mata kita, dan sudah kita rasakan sendiri apakah kita akan bersyukur, mengeluh, atau protes sama Tuhan? Dengan berkata misalnya,

'Tuhan kok tega banget sama saya. Saya udah rajin ibadah, sholat lima waktu nggak pernah kelewat selalu berjama'ah, puasa full, zakat lunas, haji udah, infaq, dan shodaqoh nggak pernah putus eh malah dikasih gempa, tsunami, banjir, dan tanah longsor.

Tapi kok mereka yang kerjaannya maksiat, dugem tiap malem, pake narkoba, melacur, dan berjudi malah semakin menanjak karirnya, semakin makmur dunianya, dan semakin luas jaringan usahanya? Heran saya?"

Keras di Dalam, Lembut di Luar

Cibubur, Jum'at, 09.10.2009

Keras di Dalam, Lembut di Luar

Oleh: Mohamad Istihori

Metode mengajar ala Kiai Jihad sangat menakutkan. Sangat bertentangan dengan metode pendidikan dan pengajaran modern zaman sekarang. Kalau tidak ingin ada penghapus, kapur, spidol, atau kitab tebal mampir ke jidat atau wajah maka jangan sekali-kali anda ngantuk, tertidur, apalagi sampai molor saat Kiai Jihad mengajar.

Disiplin ketat diterapkan oleh Kiai Jihad ketika proses belajar mengajar. Ada saja hukuman bagi mereka yang datang terlambat, ngobrol saat pemberian materi, atau mengambar-gambar nggak jelas saat belajar.

Hukumannya mulai dari keliling lapangan sepak bola sebanyak lima kali setelah dhuhur berjama'ah, push up, ngepel, nyapu halaman pondok, sampai motongin rumput.

Maka tak heran banyak santri yang tidak kerasan berguru dengan Kiai Jihad. Ada yang minta pulang baik-baik atau ada juga santri yang kabur di tengah malam.

Tapi "kekerasan" Kiai Jihad hanya di dalam kelas. Ketika pelajaran usai, ketika berada di luar kelas dia sesungguhnya adalah orang yang sangat lembut, penuh toleransi, dan egaliter. Kiai Jihad tidak sungkan-sungkan ngobrol, ngopi, dan ngerokok bareng dengan santri-santrinya.

Pernah seorang santri berkata setelah pelajaran usai, "Pak Kiai saya masih belum paham dengan penjelasan anda barusan."

"Ya udah nanti setelah makan siang kita bahas aja di kantin sambil ngobrolin hasil pertandingan Babak Kualifikasi Piala Dunia. Jangan lupa rokok dan kopinya." ujar Kiai Jihad pada santrinya itu.

Kiai Jihad adalah sosok yang selalu dirindukan oleh setiap orang. Kalau ia sedang ceramah ke luar suasana menjadi sepi dan ngebetein. Humor-humornya sangat cerdas dan penuh hikmah. Level Kiai Jihad adalah "manusia wajib" di tengah konflik dan permasalahan yang terjadi di masyarakat.

Kiai Jihad melakukan hal tersebut bukan tanpa alasan. Prinsip "keras di dalam, lembut di luar" juga bisa kita tafsirkan dengan pengertian bahwa kalau mau keras, disiplin, atau kejam maka berlakukan hal tersebut pada dirimu sendiri.

Tapi ketika kita keluar, bergaul dengan orang lain, bersosialisasi sebagai sesama manusia maka berlakulah lembut, penuh toleransi, dan kasih sayang.

Bukan bersikap sebaliknya ("lembut di dalam, keras di luar"). Terhadap diri sendiri lembek, tidak berani tegas, dan plin-plan. Tapi sama orang lain kita ajak mereka untuk berdisiplin atau kita sangat tegas kalau ke luar diri kita tapi mencla-mencle kalau ke dalam diri kita.

Sebaik-baiknya orang bukan orang yang tegas apalagi sampai keras. Sebaik-baiknya orang juga bukan yang lembut apalagi mencla-mencle. Sebaik-baik orang adalah orang yang tahu kapan dia harus tegas kapan dia harus lembut dan toleran.

Dan, ilmu semacam itu adalah ilmu kehidupan. Gurunya adalah masyarakat dan alam. Anda tidak akan mendapatkan ilmu semacam ini kalau hanya mengandalkan cara belajar formal gaya orang sekarang.

Minggu, 04 Oktober 2009

Sumpah Serapah Para Jama'ah Fesbukiyah

Cibubur, Ahad, 04.10.2009

Sumpah Serapah Para Jam'ah Fesbukiyah

Oleh: Mohamad Istihori

Kami para Jama'ah Fesbukiyah, berjanji akan online di mana pun dan kapan pun kami berada. Rela menghabiskan waktu, pulsa, dan tenaga untuk berlama-lama di depan monitor komputer atau HP kami.

Rela menyisihkan gaji atau uang jajan kami untuk pergi ke warnet sebelah rumah, kredit laptop, atau ngutang BB untuk mendukung aktivitas peribadatan kontemporer kami berupa FB-an.

Rela mengisi pulsa berapa saja atau rela bela-belain begadang sampai larut malam bahkan sampai pagi hari sehingga di sekolah, kampus, atau kantor kami merasa sangat ngantuk bukan main/ngantuk minta ampun hanya untuk menunjukkan eksistensi kami melalui status yang selalu kami perbarui.

Kami para Jama'ah Fesbukiyah berjanji akan selalu memberikan komentar-komentar kepada para teman FB kami tanpa harus peduli apakah komentar kami berbobot atau tidak. Karena yang terpenting adalah terjaganya kemesraan dan keakraban antar teman FB.

Bahkan justru komentar-komentar lucu, aneh, dan uniklah yang selama ini dengan segenap pemikiran dan tenaga coba kami ciptakan untuk kemudian kami persembahkan kepada teman-teman sekalian.

Kami akan selalu menambah teman FB baru tanpa babibu, tanpa peduli dia kenal atau tidak, dan tanpa ada diskriminasi. Pokoknya siapa pun yang nge-add akan kami confirm sebagai bukti loyalitas kami atas komunitas baru kami yang bernama Jama'ah Febukiyah. Dan, yang tak kalah pentingnya lagi adalah teman FB kami bisa terus bertambah. Hingga tak terhitung jumlahnya.

Wanita Tua

CBS, Sabtu, 03.10.2009

Wanita Tua

Oleh: Mohamad Istihori

Dulu jamu gendong
Sekarang jamu dorong
Dulu kamu masih berondong
Sekarang gigimu sudah ompong

Kamu wanita tua
Sudah ratusan tahun di dunia
Banyak pahala
Mungkin juga dosa

Tapi kami selalu berdoa
Semoga dia
Sehat dan aman sentosa
Lancar rizkinya

Memang usia tak akan berdusta
Walau kau operasi wajah dengan biaya
Yang jumlahnya berjuta-juta
Seperti King of Pop yang sudah tiada

Suaminya tercinta
Sudah lama tiada
Telah pergi darinya angkara dan murka
Yang tersisa tinggal cinta

Anak-anaknya banyak jadi orang kaya
Beberapa anak hidup miskin papa
Kini ia hanya tinggal menunggu
Malaikat maut datang bertamu