Sabtu, 10 Oktober 2009

Keras di Dalam, Lembut di Luar

Cibubur, Jum'at, 09.10.2009

Keras di Dalam, Lembut di Luar

Oleh: Mohamad Istihori

Metode mengajar ala Kiai Jihad sangat menakutkan. Sangat bertentangan dengan metode pendidikan dan pengajaran modern zaman sekarang. Kalau tidak ingin ada penghapus, kapur, spidol, atau kitab tebal mampir ke jidat atau wajah maka jangan sekali-kali anda ngantuk, tertidur, apalagi sampai molor saat Kiai Jihad mengajar.

Disiplin ketat diterapkan oleh Kiai Jihad ketika proses belajar mengajar. Ada saja hukuman bagi mereka yang datang terlambat, ngobrol saat pemberian materi, atau mengambar-gambar nggak jelas saat belajar.

Hukumannya mulai dari keliling lapangan sepak bola sebanyak lima kali setelah dhuhur berjama'ah, push up, ngepel, nyapu halaman pondok, sampai motongin rumput.

Maka tak heran banyak santri yang tidak kerasan berguru dengan Kiai Jihad. Ada yang minta pulang baik-baik atau ada juga santri yang kabur di tengah malam.

Tapi "kekerasan" Kiai Jihad hanya di dalam kelas. Ketika pelajaran usai, ketika berada di luar kelas dia sesungguhnya adalah orang yang sangat lembut, penuh toleransi, dan egaliter. Kiai Jihad tidak sungkan-sungkan ngobrol, ngopi, dan ngerokok bareng dengan santri-santrinya.

Pernah seorang santri berkata setelah pelajaran usai, "Pak Kiai saya masih belum paham dengan penjelasan anda barusan."

"Ya udah nanti setelah makan siang kita bahas aja di kantin sambil ngobrolin hasil pertandingan Babak Kualifikasi Piala Dunia. Jangan lupa rokok dan kopinya." ujar Kiai Jihad pada santrinya itu.

Kiai Jihad adalah sosok yang selalu dirindukan oleh setiap orang. Kalau ia sedang ceramah ke luar suasana menjadi sepi dan ngebetein. Humor-humornya sangat cerdas dan penuh hikmah. Level Kiai Jihad adalah "manusia wajib" di tengah konflik dan permasalahan yang terjadi di masyarakat.

Kiai Jihad melakukan hal tersebut bukan tanpa alasan. Prinsip "keras di dalam, lembut di luar" juga bisa kita tafsirkan dengan pengertian bahwa kalau mau keras, disiplin, atau kejam maka berlakukan hal tersebut pada dirimu sendiri.

Tapi ketika kita keluar, bergaul dengan orang lain, bersosialisasi sebagai sesama manusia maka berlakulah lembut, penuh toleransi, dan kasih sayang.

Bukan bersikap sebaliknya ("lembut di dalam, keras di luar"). Terhadap diri sendiri lembek, tidak berani tegas, dan plin-plan. Tapi sama orang lain kita ajak mereka untuk berdisiplin atau kita sangat tegas kalau ke luar diri kita tapi mencla-mencle kalau ke dalam diri kita.

Sebaik-baiknya orang bukan orang yang tegas apalagi sampai keras. Sebaik-baiknya orang juga bukan yang lembut apalagi mencla-mencle. Sebaik-baik orang adalah orang yang tahu kapan dia harus tegas kapan dia harus lembut dan toleran.

Dan, ilmu semacam itu adalah ilmu kehidupan. Gurunya adalah masyarakat dan alam. Anda tidak akan mendapatkan ilmu semacam ini kalau hanya mengandalkan cara belajar formal gaya orang sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar