Selasa, 27 Oktober 2009

Pendua Cinta dan Berbakti pada Orang Tua

Tafsir Jalalain: hal. 76-77

Cibubur, Jum'at, 231009

Pendua Cinta dan Berbakti pada Orang Tua

Oleh: Mohamad Istihori

Wa'budullaha wa laa tusyrikuu bihi syaiaw wa bilwaalidaini ihsaanaa..

Artinya: "Dan sembahlah (bertauhidlah) kepada Allah SWT. Dan, jangan sekutukan Ia dengan apa pun yang lain. Dan, berbuat baiklah (berbaktilah) kepada kedua orang tua.."

- Lafadz Syaian pada ayat di atas memiliki dua posisi:

1. Berposisi sebagai Maf'uul bih.
Ketika berposisi sebagai maf'uul bih maka setelah lafadz syaian ditafsirkan dan diperkirakan ada kalimat minal asy-yaai. Maka kalau diperinci ayat di atas menjadi: Wa laa tusyrikuu bihi syaiam (minal asy-yaa).

Artinya: "Dan, janganlah kamu sekalian menduakan cinta Tuhan dengan sesuatu apa pun dari segala sesuatu yang ada."

Tuhan pun sangat "cemburu" kalau cinta-Nya diduakan. Dan, pengkhianatan cinta seperti ini tidak akan mendapatkan maaf (ampunan) dari Allah.

Lain halnya dengan dosa yang lain. Sebesar apapun dosa dan kesalahan kita. Digambarkan seandainya dosa kita itu memenuhi langit dan bumi tapi kalau kita memiliki kesungguhan untuk memperbaiki diri (taubatan nasuha) dan selama nafas masih di kandung badan maka Allah senantiasa membuka pintu maaf/ampunan-Nya.

Tapi kalau kau duakan cinta-Nya dengan harta, jabatan, kedudukan, pasangan hidup, orang tua, dan apapun yang selain Dia maka "tiada maaf bagimu." Kalau kau menyembah Tuhan selain Aku (kata Tuhan dalam hadits Qudsi) silahkan hidup selain di langit dan bumi-Ku.

2. Berposisi sebagai Maf'uul muthlaq. Ketika berposisi sebagai maf'uul muthlaq maka setelah wa laa tusyrikuu bihi oleh Imam Jalalain ditafsirkan dengan menaqdirkan (dengan memperkirakan) ada lafadz isyrookan. Maka kalau dijabarkan menjadi: Wa laa tusyrikuu bihi (isyrookan) syai-aa. Artinya: "Dan, janganlah kamu sekalian menyekutukan Allah dengan yang lain."

Musyrik (mendua) itu sendiri ada dua:

Pertama, musyrik jahriyyah. Musyrik yang tampak, jelas, nyata, dan terang-terangan. Seperti menyembah kepada benda-benda.

Kedua, musyrik khofiyyah. Musyrik yang samar, sembunyi-sembunyi, tidak terasa, nggak sadar, atau "menusuk dari belakang". KH. Yana Jihadul Hidayah menyebutkan sifat riya sebagai salah satu contohnya.

"Mengapa riya dikatakan sebagai musyrik khofiyyah?" ujar Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah al Hidayah Cibubur Jakarta Timur itu pada pengajian umum Tafsir Jalalain malam ini di Mushollah al Hidayah.

Beliau melanjutkan, "Karena riya itu menyelewengkan niat ibadah kita yang semestinya hanya kepada Allah kepada selain Allah. Sepertinya ibadah tapi sebenarnya mengharapkan jabatan, kedudukan, harta, atau diambil menantu."

...

Wa bilwaalidaini ihsaanaa..(Dan, berbuat baiklah kepada kedua orang tua).

Allah SWT senantiasa berulang-ulang dalam al Quran memerintahkan dan menekankan kepada setiap anak agar berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua (ortu). Hal ini dikarenakan anak memiliki potensi untuk durhaka, ngelawan, ngelunjak, membangkang, dan nggak nurut sama ortunya.

Tapi tidak pernah Allah memerintahkan agar orang tua berbuat baik kepada anak-anaknya. Karena secara naluri saja setiap orang tua pasti sayang dan pasti berbuat baik kepada anak-anaknya. Sebangor apa pun anaknya senakal, sebader, atau sejelek apa pun anak, orang tua mah tetep aja sayang sama anak.

Kasih sayang ortu yang sejati itu tidak ada pamrih (interest). Apalagi kasih ibu, sepanjang masa. Nggak bakal ada ortu susah payah menafkahi kehidupan dan pendidikan anaknya tapi di balik susah payahnya itu ada pamrih/interest-nya. Kalau ada orang tua kayak gitu itu bukan orang tua namanya. Itu lebih pantas disebut orang gila.

Para ulama membagi tiga macam orang tua:
1. Yang melahirkan (ibu dan ayah)
2. Yang mengajarkan ilmu (guru), dan
3. Yang menikahkan (mertua).

Jadi orang tua itu bukan cuma ibu dan bapak kita. Tapi guru dan mertua kita sebenarnya juga adalah orang tua kita. Maka berbaktilah kepada mereka semua agar Allah semakin sayang pada kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar