Jumat, 31 Juli 2009

Takut Pada Rasa Takut

30 Juli 2009
Takut Pada Rasa Takut
(Mohamad Istihori)

Seusai sholat berjama'ah Kiai Jihad langsung menghadapkan wajahnya ke seluruh santri. Ia pun berkata: "Para santriku yang tercinta apakah yang paling kalian takuti dalam hidup?"

Santri A menjawab, "Wanita Kiai." "Loh kenapa bisa kamu takut sama wanita?" tanya Pak Kiai. "Iya Kiai kan menurut sebuah penelitian mengatakan bahwa seorang lelaki akan memikirkan hal yang tidak2 setiap 7 detik kalau sedang dekat dengan wanita." ujar santri A.

"Tapi kiai pimpinan pondok pesantren sebelah nggak kayak gitu-gitu amat." "Masa?" "Iya kiai pimpinan pondok pesantren sebelah mengatakan bahwa dia merasa gimana2 ketika dekat dengan wanita bukan lagi tiap 7 detik tetapi tiap detik." kata Kiai Jihad.

"Kalau kamu apa yang paling kamu takuti dalam hidup?" tanya Kiai Jihad lagi sambil menunjuk santri B. "Karena dulu saya seorang 'Junkies', maka yang saya takuti adalah terjerumus lagi ke lembah nista naza." ujar santri B.

Ia masih melanjutkan pembicaraannya setelah menghela nafas sejenak, "Apalagi menurut sebuah teori seorang 'junkies' itu akan merasa klik (merasa hasrat mau make lagi) per 12 detik. Kalau setelah 12 detik tidak ada aktivitas yang bisa mengalihkan kemauan saya untuk make lagi, saya khawatir akan melakukan hal2 yang sangat tidak diharapkan."

Kiai Jihad pun bernasehat, "Kalau di hadapanmu ada orang tua apakah kamu terima wanita nakal masuk rumahmu? Apakah kamu iyakan rayuan gombal sang bandar naza? Tentu tidak bukan? Nah sekarang Allah selalu berada di depan kita di mana pun wajah dihadapkan. Kalau ini saja kita yakin maka sebesar apapun godaan yang hadir di depan hidung kita yang mancung ke dalam itu niscaya kita tidak akan berani macem2 karena kita tahu ada Allah di hadapan."

"Kalo kamu?" tanya Kiai Jihad kepada santri C. "Yang paling aku takuti dalam hidup adalah iblis yang berwujud wanita dan naza." kata santri C. "Berarti ketakutan A+ketakutan B=ketakutan C." Simpul Kiai Jihad. Rupanya Kiai Jihad hendak menanyakan para santri yang berada di shof (baris) pertama. Pimpinan Ponpes al Jihad itu pun melanjutkan dialognya kepada santri D, "Kalau kamu D?"

"Yang paling saya takuti dalam hidup adalah orang tua saya Kiai." ujar Santri D. "Mana yang paling kamu takuti, bapak atau ibumu?" tanya Kiai Jihad. "Kedua-duanya." "Mengapa kamu sangat takut kepada kedua orang tuamu sendiri?"

Santri D tidak menjawab. Ia diam membisu seribu bahasa. Kiai Jihad pun tidak memaksa D untuk menjawab pertanyaannya itu sekarang. Namun ia tetap menyimpan rasa penasaran yang menyebabkan santri D takut kepada kedua orang tuanya. Suatu hari nanti ia berharap akan mendapatkan jawabannya.

"Kalau kamu E?" Kiai Jihad melanjutkan pertanyaannya kepada santri E. "Saya paling takut atas bisikan-bisikan yang menghantui malam2 saya Kiai." ujar santri asal ibu kota itu. "Apakah gerangan bisikanmu itu wahai E?" tanya Kiai berkumis tipis itu. "Di tengah malam saya kerap mendapat bisikan untuk berkelahi. Bisikan itu juga kadang mencemooh, menghina, merendahkan, dan meremehkan saya." ujar santri yang berobsesi ingin menjadi pemusik itu.

"Kadang bisikan itu bersuara wanita, kadang juga pria," lanjut santri yang terkenal suka menyendiri itu. "Selain datang ke dokter yang memang mampu menangani bisikan itu secara medis, kamu juga bisa mengalihkan bisikan itu dengan zikir. Selain itu kamu juga harus banyak belajar bergaul dengan teman-temanmu yang lain. Baik utk sekedar ngobrol, berbagi cerita, berdiskusi, atau apa saja yg penting kamu hrs bersosialisasi. Tentu saja sosialisasi yg kamu bangun mestilah mengarah pada hal2 positif.

"Baik Kiai," ujar santri E. Kini giliran santri F yang mendapat pertanyaan yg sama dr Kiai Jihad. Ia pun berkata, "Saya sangat takut saya tidak sembuh dari penyakit yang sekarang saya idap Kiai." "Bukankah kamu yakin bahwa setiap penyakit ada obatnya kecuali tua." "Saya yakin Kiai."

"Asalkan kamu minum obat dan mengikuti sgl saran dokter serta senantiasa berdoa agr Allah segera mengangkat penyakitmu maka kau akan segera sembuh." "Kalau kamu G?" tanya Kiai Jihad kepada santri G yg berada di ujung shaf. Santri G tidak menjawab. Ia seperti tdk menyimak pembicaraan dari awal. Tatapannya kosong mengarah ke langit2 mushollah al Jihad.

Kiai Jihad pun ikut memandangi langit2 & semua santri yang hadir saat itu pun ikut memandang. Semua yang hadir pun sama sekali tidak mengetahui dengan pasti apa gerangan yang ada dlm pikiran santri D & apa juga yang ia takuti dalam hidupnya. Semua hanya menerka2. Stl menunggu beberapa saat, Kiai Jihad berkata, "Allah berfirman, laa takhof wa laa tahzan innallaha ma'anaa, jangan takut & jangan bersedih sesungguhnya Allah bersama kita.

Ada kolerasi antara ketakutan & kesedihan. Kalau kita takut maka muncul kesedihan. Dengan kata lain, seseorang bersedih pertanda ia mengkhawatirkan sesuatu atau sedang takut sesuatu.

Maka jangan pernah takut. Bergembiralah kalian semua karena segala kesengsaraan, kesusahan, penyakit, dan penderitaan hidup yang sekarang mungkin menimpa hidup kita ketahuilah kita tidak sendiri.

Yakin ada Allah yang senantiasa setia menemani kapan dan di mana saja. Maka minta saja segala apa yang menjadi kebutuhanmu kepada Allah langsung, kalau kamu yakin akan hal ini niscaya Allah akan mengijabah segala pinta." ujar Kiai Jihad.

Para santri dan Kiai Jihad bershalawat & bersalaman. Mereka pun kembali ke asrama mereka masing2 dgn penuh kebahagiaan & hati berbunga2. Sedang Kiai Jihad ke ruang baca untuk menuliskan semua yang telah ia alami barusan.

Rabu, 29 Juli 2009

Mahalnya Harga Sebuah Kepercayaan

Rabu, 29 Juli 2009

Mahalnya Harga Sebuah Kepercayaan

Oleh: Mohamad Istihori

Dalam menjalin hubungan cinta atau silaturahmi ada pola cinta segi tiga antara aku, kita (orang yang aku cintai baik dalam konsep cinta rohman ataupun cinta rohim), dan Tuhan.

Ketika aku menjalin hubungan dan berkomitmen untuk setia maka konsep cinta segi tiga berlaku dengan maksud aku dan kita (cinta rohman atau cinta sosial aku dengan siapa saja, dengan semua manusia, cinta dalam makna yang seluas-luasnya) maka aku tidak akan berani menyakiti cinta rohmanku karena aku tahu bahwa Tuhan tidak suka itu.

Demikian juga pasangan cinta rohmanku dijamin tidak akan menzalimiku karena Tuhan akan mengazab masyarakat yang menyakiti setiap individu.

Hal ini juga berlaku ketika aku dengan pasangan cinta rohimku (cinta khusus, cinta spesial, atau cinta individual). Aku percaya di mana pun cinta rohimku berada dia tidak akan mendua, tidak akan mendusta karena aku tahu bahwa ia juga punya Tuhan yang memantau setiap gerak-gerik dan langkahnya ketika dia tidak sedang bersama denganku.

Pun begitu dengan aku. Aku juga harus sangat belajar untuk tetap care dan setia padanya karena meski cinta rohimku tidak tahu apa yang aku kerjakan ketika tidak bersama dengannya tapi selalu ada Tuhan di mana pun aku hadapkan wajahku.

Maka rasa saling percaya itu bukan karena kita sudah tahu. Sehingga seorang sahabat pernah berkata pada saya, "Gua nggak akan percaya sama dia kecuali gua udah tahu siapa dia sebenarnya."

Maka ku katakan padanya, "Kalau kita sudah tahu buat apa kita percaya. Iman atau rasa percaya itu justru dibutuhkan saat kita tidak tahu. Misalnya ketika seorang istri tidak tahu apa saja yang dikerjakan suaminya yang sedang pergi ke luar kota maka di situlah dia harus percaya kepada suaminya."

Suami yang dipercaya istrinya akan tenang bekerja daripada kalau dia selalu dicurigai saat dinas ke luar kota. Harga sebuah kepercayaan itu sangat mahal. Maka jangan sekali-kali menyelewengkan kepercayaan yang sudah kita dapatkan justru untuk menyakiti perasaan orang yang sudah seratus persen mempercayai kita.

Contoh lain orang yang menyalahgunakan kepercayaan adalah seorang anak yang terjerumus ke dalam lembah nista Naza atau orang awam menyebutnya dengan istilah nakotika atau narkoba.

Dulu, sebelum ketahuan orang tua si anak kan minta apa aja dikasih. Minta mobil dikasih, mau kuliah ke luar negeri diturutin, mau kos yang mewah diiyain sama orang tuanya. Eh ternyata anaknya malah menyalahgunakan kepercayaan orang tuanya yang nun jauh di sana, yang tidak tahu apa saja yang dikerjakan anaknya.

Ketika orang tua tahu bahwa anaknya adalah seorang pemakai ("Junkie") maka hancur leburlah kepercayaan orang tua kepada anak yang dulu ia cintai itu. Sekarang orang tua merasa sangat kecewa karena anaknya nggak tahu diri. Di kuliahin ke luar negeri biar pinter, pandai, cerdas, dan sholeh eh malah terlibat "lingkaran setan Naza".

Ketika itu orang tua pun dipastikan akan mengubah sikapnya kepada anak. Orang tua akan cenderung lebih protektif,bahkan over protectif, ketat waktu, disiplin peraturan, dan jadi nuntut ini-itu. Anak yang tidak tahu diri, nggak mau kunjung introspeksi, enggan muhasabah atau evaluasi diri pasti akan merasa terkekang, dan merasa tidak disayang.

Nah kalau tidak ada pihak penengah yang mampu memahami keadaan dan situasi seperti ini maka benturan antara orang tua dan anak sudah dipastikan tidak akan bisa dihentikan lagi.

Ia ibarat bom waktu yang siap meledak kapan saja tanpa ada pihak yang benar-benar bisa mengetahui kapan persisnya "bom waktu ketegangan" antara anak dengan orang tua itu meledak. Na'udzubillahi min dzaalik.

Selasa, 28 Juli 2009

Asrama Asmara

Rabu, 29 Juli 2009

Asrama Asmara

Oleh: Mohamad Istihori

Aku serukan kepada engkau semua wahai para pecinta. Segera daftarkan diri anda, bergabung, dan masuklah ke dalam asrama asmara. Sebuah kompleks perumahan yang penghuninya siapa saja.

Segala makhluk Tuhan ada mulai dari manusia, jin, iblis, setan, dan malaikat. Dari segala macam suku, bangsa, ras, daerah, negara, dan agama bergandengan tangan dalam sebuah asrama yang dipenuhi dengan kasih sayang, kelembutan, saling pengertian, dan cinta.

Dalam asrama asmara kita tidak izinkan secuilpun memasukkan unsur kebencian ke dalamnya. Yang masih ada dendam di hatinya silahkan segera pergi. Yang masih saja curiga satu sama lain monggo get out from here.

Asrama asmara dibangun dengan pondasi keikhlasan dan dihiasi dengan suasana yang penuh canda dan senda gurau. Kekurangan disabari bersama dan kelebihan disyukuri bersama. Saya sangat berharap asrama asrama itu bernama Indonesia Raya. Semoga..

Hard to Say Good Bye

Senin, 27 Juli 2009

Hard to Say Good Bye

Oleh: Mohamad Istihori

(Diambil dari "Pagi Jakarta" di O Channel dengan pembicara Roslina Verauli M. Psi dengan tema Hard to Say Good Bye pada Senin, 27 Juli 2009)

Poin-poin penting yang bisa saya tangkap antara lain:

- Dalamnya laut bisa diduga, tingginya langit bisa dikira-kira tapi dalamnya hati siapa yang tahu.

- Orang yang in time akan selalu one hundred persen. Dia tidak hidup di masa lalu dengan selalu mengenang pengalaman pahit yang sudah terjadi dan ia tidak hidup di masa depannya dengan terlalu panjang angan-angan dan terlalu berandai-andai.

Namun bukan berarti kita tidak boleh mengingat masa lalu yang pahit. Boleh saja demikian jika kita hendak mengambil pelajaran dari masa lalu.

- Tanyakan pada diri anda: "Kepada siapa cinta ini layak anda berikan?" Kalau dia pergi begitu saja meninggalkan anda maka bersyukurlah dengan berkata, "Oh berarti dia memang tidak layak mendapatkan cinta saya. Maka biarkan dia pergi karena toh dia tidak pantas mendapatkan cinta ini. Jangan tangisi ia lagi."

Lagian buat apa tangisi dia itu hanya buang-buang waktu kita yang berharga. Sedangkan dia di sana sudah bersama dengan pilihannya dan belum tentu masih memikirkan kita.

- Keluarkanlah semua emosi kekecewaan yang anda miliki tapi bukan menceritakan orang yang meninggalkan anda tetapi betul-betul tentang emosi yang sekarang sedang anda rasakan. Maka energi anda pasti akan terkumpul kembali.

- Berhentilah bersikap on-off, on-off (putus-nyambung, putus-nyambung) karena itu hanya akan menyakitkan diri anda sendiri. Ketika sudah berpisah maka berpisahlah dengan baik-baik karena dia memang sudah punya alasan untuk berpisah dengan kita.

- Katakanlah pada pasangan anda, "Memang banyak wanita cantik, banyak lelaki tampan tapi kamulah yang terbaik."

- Fokuskan energi anda dengan pasangan atau pekerjaan anda sekarang. Jangan mengurai energi untuk mantan atau "rumput tetangga yang lebih hijau."

Atau kalau pekerjaan jangan ingat-ingat kantor yang dulu atau jangan berpikir kalau gue kerja di sini enak kali iya? Fokuslah dengan pasangan atau pekerjaan anda sekarang karena hanya dengan berpikir seperti itulah anda akan be hundred persen.

Jumat, 24 Juli 2009

Panjang Kali Lebar Sama dengan Luas

Sabtu, 25 Juli 2009

Panjang Kali Lebar Sama dengan Luas

Oleh: Mohamad Istihori

Dalam menjalin dan mengamalkan cinta rahman dan rahim diperlukan rumus atau formula yang bisa membuat kita lebih meresapi makna cinta rahman dan rahim. Melalui pengajian Kiai Jihad dini hari ini saya mendapat inspirasi untuk mengembangkan dan mengeksplorasi rumus matematika yang -kalau tidak salah- kita sudah mendapatkannya di bangku sekolah dasar.

Rumus yang saya maksud adalah bahwa panjang kali lebar sama dengan luas berarti panjang mewakili kevisioneran sebuah hubungan. Dalam menjalin sebuah hubungan hendaklah kita berpikir panjang dan jauh ke depan. Bukan hanya mencari senangnya saja. Begitu senang hubungan solid bin kompak eh pas ada sedikit masalah malah bubaran.

Sifat panjang harus "dikawinkan" dengan lebar. Lebar menggambarkan bahwa kita tidak mengekang pasangan kita untuk melebarkan sayapnya meraih asa dan citanya. Dengan sifat lebar ini maka kita tidak akan mudah dan gampang curigalah, cemburulah, atau khawatirlah ketika kita berjauhan dengannya.

Apalagi sisi perempuan adalah kebebasan. Maka sebagai pasangan seorang lelaki hendaknya memberikan kebebasan, kelebaran, atau kelonggaran kepada pasangannya untuk menjadi dirinya sendiri.

Kalau rumus panjang kali lebar ini benar-benar dikalikan, di-combine, diracik, diramu, dimasak, untuk kemudian dimatangkan maka sebuah hubungan akan melahirkan keluasan, kelapangan, dan kenyamanan.

Setiap orang butuh ruangan yang cukup luas untuk mengekspresikan dirinya, mengeksplor bakat alaminya yang mungkin saja akan terus-menerus terpendam kalau tidak diberi ruang, dan juga butuh ruang yang luas agar ia mendapatkan cukup oksigen untuk bernafas.

Demikianlah matematika cinta dasar dari Kiai Jihad yang bisa dijadikan fondasi untuk melanggengkan sebuah ikatan pertalian cinta rahman dan rahim.

Sebagai Orang Tua

Jum'at, 24 Juli 2009

Sebagai Orang Tua

Oleh: Mohamad Istihori

Sebagai orang tua, kita tidak dibenarkan menuruti ego kita dengan mengorbankan kebahagiaan anak kita sendiri. Karena itu sama saja mencakar dan mencabik daging dalam tubuh kita sendiri.

Sebagai orang tua kita bukan tidak pernah punya salah. Namun sebagai orang tua kita memang sudah semestinya mengakui kesalahan kita sendiri untuk kemudian memperbaiki diri. Bukan sudah salah eh malah melakukan pmbelaan.

Sebagai orang tua kita tidak semestinya bersikap semena-mena. Memaksakan kehendak kepada anak tanpa berusaha terlebih dahulu untuk semaksimal mungkin mengkomunikasikan, mencocokkan, mendialogkan, dan mendiskusikan keinginan kita dengan keinginan anak.

Iya kalau keinginan kita dengan keinginan anak klop, bagaimana kalau apa yang kita inginkan ternyata kontradiktif dengan keinginan anak? Apa iya kita memaksakan keinginan kita atau ego kita tanpa peduli keinginan anak?

Harus dicari jalan tengah dan solusi yang disepakati kedua belah pihak. Tidak boleh ada pihak yang memaksa dan merasa terpaksa dalam menjalankan kesepakatan yang dihasilkan melalui jalan musyawarah itu.

I Love You Full ya Rosul

Jum'at, 240709

I Love You Full ya Rosul

Oleh: Mohamad Istihori

Ada orang cinta Rosul kemudian membuktikan cintanya dengan sangat formal, tanpa mempelajari latar belakang budaya mengapa Rosul demikian.

Mereka pun membuktikan cintanya dengan memelihara jenggot sampai sangat panjang, memakai sorban atau baju gamis ke mana-mana, kalau di zaman Rosul khutbah Jum'at tidak menggunakan mix karena memang pada zaman Rosul mix belum ada maka sekarang mereka juga ikut tidak menggunakan mix.

Dan, seandainya di Indonesia ada onta maka dijamin ke mana-mana mereka pasti akan lebih memilih pake onta daripada mengendarai kendaraan bermotor karena mereka tahu bahwa pada masa hidupnya Rosul selalu menunggangi onta ke mana-mana.

Mereka adalah para pecinta yang tidak memaksimalkan metode ijtihad (perjuangan pemikiran). Kalau idolanya memakai A mereka serta-merta ikut memakai A. Tanpa benar-benar terlebih dahulu mempelajari sejarah dengan bertanya misalnya apakah latar belakang budaya dan sejarah sehingga kita harus mengikuti idola kita itu?

Ada lagi orang yang mencintai Rosul yang secara formal mereka berpakaian sebagaimana adat dan budaya di tempat mereka tinggal. Namun bukan mereka tidak mencintai Rosul.

Mereka belajar memahami budaya sendiri untuk mereka lengkapi dengan ajaran Rosul. Sebenarnya masih banyak lagi ekspresi umat dalam menunjukkan bahwa mereka sangat mencintai Ibnu Abdullah itu yang tentu saja sangat beragam dan sangat variatif.

Maka sebagai umat yang dewasa tentu sudah sepatutnya kita saling menghargai apapun bentuk ekspresi kecintaan saudara kita terhadap Baginda Rosul.

I love you full ya Rosul.

Minggu, 19 Juli 2009

Meraih Sukses Melalui Peringatan Isra Mi'raj

Ahad, 190709

Meraih Sukses Melalui Peringatan Isra Mi'raj

Oleh: Mohamad Istihori

(Diambil dari Ceramah Agama KH. Khozin Mahmud dalam rangka memperingati Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW 1430 H/2009 M di Masjid al Istiqomah Cibubur Jakarta Timur pada Ahad, 19 Juli 2009)

Peristiwa Isra Mi'raj yang kita peringati setiap tahun harus benar-benar kita maknai. Kalau pemaknaan ini tidak kita lakukan maka peringatan Isra Mi'raj hanya sekedar seremonial atau ritual belaka tanpa membawa perubahan apa-apa setelah kita selesai memperingatinya.

Sebelum di-Isra Mi'raj-kan Rosulullah belumlah mencapai puncak kesuksesan. Namun setelah Allah meng-Isra Mi'raj-kan beliau maka kesuksesan dan kegemilangan hidup beruntun menghampiri kehidupan al Ma'sum itu.

Ini merupakan gambaran bahwa setelah kita memperingati Isra Mi'raj maka esok harinya kita mampu memotivasi diri kita sendiri untuk menjadi lebih sukses, lebih unggul, dan lebih berkualitas.

Ada beberapa peristiwa sejarah yang terjadi menjelang dan ketika Isra Mi'raj yang bisa kita hikmahi untuk meraih kesuksesan dunia-akhirat.

Pertama sebelum Rosul Isra dan Mi'raj, Malaikat Jibril membelah dada Rosul di Multazam. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan semua penyakit hati yang ada dalam hati Rosul (tazkiyatun nufus).

Maka pelajaran pertama untuk meraih kesuksesan adalah hilangkan semua penyakit hati seperti: benci, dendam, marah, cemburu, iri hati, sombong, takabur, merasa paling benar, merasa paling suci, riya, hasad, wa akhowaatuhaa.

Kedua, peristiwa Isra diawali di masjid (Masjidil Haram) dan berakhir di masjid (Masjidil Aqsho). Jadi from masjid to masjid. Hal ini mengandung pelajaran bahwa kalau kita mau sukses maka hati kita harus selalu online sama masjid di mana pun kita berasa dan berada.

Ketiga, kejadian Isra adalah perjalanan di waktu malam. Namun tidak semua yang melakukan perjalanan malam disebut Isra. Maling beserta saudara profesinya kan kebanyakkan berjalan dan beroperasi di waktu malam.

Maka kita pun sebagai umat muslim harus rajin bangun malam untuk kemudian melakukan apa saja yang positif dan terutama aktivitas apa saja yang membawa untuk lebih dekat pada Allah.

Tantangan Tuhan

Ahad, 190709

Tantangan Tuhan

Oleh: Mohamad Istihori

Dua peristiwa yang terjadi dalam satu malam, yaitu Isra dan Mi'raj merupakan tantangan Tuhan bagi segenap umat muslim di dunia, apakah mereka akan percaya (iman) terhadap perjalanan Rosul dari Masjidil Haram di Mekah menuju Masjidil Aqsho di Yerussalem (Isra).

Perjalanan kemudian ilanjutkan dari Masjidil Aqsho menuju langit ketujuh (sidrhotul Muntaha) lalu kembali ke Mekah (mi'raj) hanya dalam satu malam yang kalau dihitung oleh akal manusia normal merupakan suatu hal yang sangat tidak masuk akal.

Ketika Rosul "menceritakan" pengalamannya tersebut maka manusia ketika itu terbagi menjadi tiga golongan: pertama orang yang iman. Kedua orang munafik (di hadapan Rosul mengaku iman namun begitu pulang mereka kafir).

Golongan ketiga adalah kafir yaitu mereka yang tidak mengakui Isra Mi'raj karena bagi mereka isra mi'raj merupakan peristiwa yang mustahil dan sama sekali nggak masuk akal.

Tantangan Tuhan bernama Isra Mi'raj ini tentu saja juga berlaku pada kita dan umat Islam sampai akhir zaman. Bukan hanya berlaku bagi umat yang hidup pada zaman Rosul.

So apakah anda termasuk orang yang merasa tertantang dengan peringatan Isra dan Mi'raj yang kita laksanakan setiap tahun?

Jumat, 17 Juli 2009

Menyikapi Istri yang Ngambek

Jum'at, 170709

Menyikapi Istri yang Ngambek

Oleh: Mohamad Istihori

(Diambil dari Pengajian Tafsir Jalalain KH. Nana Juhana di Musholah al Hidayah Cibubur Jakarta Timur pada Jum'at, 17 Juli 2009)

Allah SWT berfirman dalam penggalan surat an Nisa ayat 34: "...wallaatii takhoofuuna nusyuzahunna fa'idzuuhunna wahjuruuhunna fil madhooji'i wadhribuuhunna fain atho'nakum falaa tabghuu 'alaihinna sabiilaa innallaha kaana 'aliiyyan kabiiro."

"...perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz (ngambek, meninggalkan kewajiban selaku istri, seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya), hendaklah kamu memberi nasehat kepada mereka, pisahkanlah (dirimu) dari tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Maka jika mereka telah taat kepadamu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan (untuk menyusahkannya). Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar."

Dalam kehidupan berumah tangga tidak selamanya bertabur bunga. Namun juga tidak selamanya bertabur dengan duri. Kadang masalah datang dari istri, kadang dari suami, dan kadang juga datang dari kedua belah pihak secara bersamaan.

Alangkah baiknya kalau di dalam suatu rumah tangga muslim mengembalikan semua permasalahan kepada al Quran. Salah satu masalah rumah tangga yang di dalam al Quran dibeberkan tahapan-tahapan penyikapannya adalah masalah nusyuz (istri yang sedang ngambek , bt, atau marah).

Di antara indikasi umum seorang istri nusyuz: pertama, istri menolak diajak "berperang melawan 70 Yahudi terutama di malam Jum'at)". Kedua, istri keluar dari rumah tanpa izin suami.

Lalu bagaimanakah cara marah yang bijak bagi seorang suami. Al Quran sebagai pedoman hidup, termasuk pedoman hidup berumah tangga memberikan tahapan-tahapan marah yang bijak menghadapi istri yang lagi ngambek sesuai dengan surat an Nisa ayat 34:

Pertama, fa'idzuuhunna, berikanlah mereka (istri-istrimu yang lagi ngambek) nasihat, petuah, atau kata-kata hikmah. Nasihatilah mereka dengan penuh cinta dan kasih sayang. Penuh hikmah dan bisa diterima logika sang istri.

"Nasihat yang bagaimana Bro?" tanya seorang suami dengan rasa penuh penasaran.

Nasihat pertama adalah targhib, yaitu nasihat yang penuh cinta. Nasihat yang kedua yaitu tarhib, adalah nasihat yang "nakuti-nakutin." Contoh: "Yang neraka itukan panasnya berlipat-lipat ganda dari api dunia. Maka iya udah dong jangan marah lagi iya).

Rumah tangga itukan bukan hanya memenuhi kebutuhan biologis saja tapi terutama adalah untuk beribadah kepada Allah.

Kedua, kalau masih ngambek juga maka sikap kedua adalah wahjuruuhunna fil madhooji'i , palingkanlah mukamu darinya, cuekin dia, atau pisah ranjang.

Ketiga, kalau masih ngambek juga maka sikap selanjutnya adalah wadhribuuhunna, pukullah dengan pukullah yang penuh cinta dan kasih sayang sehingga tidak menimbulkan bekas luka di tubuhnya, tidak memukul wajah, dan memukul dengan sapu tangan bukan dengan tangan langsung.

Nah ketiga tahapan ini harus dilakukan secara tertib. Tidak boleh langsung ke tahap nomor kedua apalagi langsung mau pukul. Namun ketika istri kita adalah seorang istri yang taat jangan juga kemudian diperintah untuk melakukan pekerjaan yang ia tidak mampu, Fain atho'nakum falaa tabghuu 'alaihinna sabiila.

Toh Allah Yang 'Aliiyan kabiiro, Yang Maha Tinggi dan Maha Besar saja tidak pernah memerintahkan kita untuk melakukan amal yang tidak kita mampu. Masa kita baru jadi suami bersikap sewenang-wenang kepada istri dengan memerintahkan dia untuk melakukan pekerjaan yang ia tidak mampu? Wallahu 'a-lam bi muroodihi bi dzaalik.

Allah: "Aku Sayang Kamu"

Kamis, 160709

Allah: "Aku Sayang Kamu"

Oleh: Mohamad Istihori

Bagi saya antara cinta dan sayang sama saja alias itu-itu saja. Bagai satu benda yang diungkapkan dengan bahasa yang berbeda, misalnya seperti pisang dengan cawu. Namun siang ini melalui pengajiannya, Kiai Jihad mencoba memberikan pengertian baru dan lebih mendalam mengenai cinta dan sayang.

Bagi Kiai Jihad sayang itu lebih luas maknanya daripada cinta. "Sayang itu adalah salah satu sifat Allah yang 99 yaitu ar Rohiim." ujar Kiai Jihad.

"Allah sangat sayang kepada kita. Buktinya Allah tidak pernah lelah untuk senantiasa mengingatkan kita dengan segala kejadian dan peristiwa yang menimpa kita. Hanya kita saja yang kurang berminat untuk belajar membaca kehendak-Nya atas hidup kita."

Kiai Jihad pun memberikan gambaran sayangnya Allah kepada manusia, "Kata Allah, dengan meminjam salah satu bahasa suku yang ada di Indonesia, 'Lu mau berbuat apa aja silahkan. Lu mau melakukan apa saja monggo.

Toh nanti pulangnya lu nggak bakalan ke mana-mana. Lu pulangnya juga ntar ke rumah-rumah gua juga. Sekarang mah gua nggak bakalan nyiksa lu. Sekarang mah gua cuma ngingetin lu aja. Tapi tunggu nanti siksaan gua di neraka.

Lu mau terima peringatan gua syukur, nggak terima juga nggak apa-apa. Fa insya-a fal yu-min wa in sya-a fal yakfur.' " ujar Kiai Jihad.

Al Mar-atush Shoolihah

Kamis, 160709

Al Mar-atush Shoolihah

Oleh: Mohamad Istihori

(Diadaptasi dari Terapi Agama Ust. Fuad di Madani Mental Health Care Jakarta)

Mencari teman yang mau diajak susah itu jumlahnya seribu satu di dunia. Ibarat mencari jarum di padang pasir. Sangat sulit tapi bukan juga sesuatu yang mustahil sehingga kita berputus asa untuk terus-menerus belajar mencarinya.

Ia membutuhkan mental seorang pengembara yang pantang menyerah dan tak kenal lelah untuk menyusuri dan menempuh perjalanan panjang yang tak tahu akan berakhir di mana.

Tapi kalau mencari teman yang mau diajak senang-senang (nonton, makan, minum, jalan-jalan, main PS, belanja, dugem, main atau mendengarkan musik, dan karokean) sangatlah mudah. Kita dengan sangat gampang mengajak siapa saja orang yang bertemu dengan kita di jalan untuk senang-senang.

"Lah iyalah. Secara gitu loh! Siapa sih orang yang nggak mau diajak bersenang-senang?" ujar seseorang melakukan pembelaan diri.

Istri yang kita gauli setiap malam saja belum tentu mau diajak susah.

"Yang penting gua senang. Jatah belanja gua selama sebulan tercukupi. Kosmetik dibeliin. Kendaraan dilengkapin. 'Dihajiin'. Gua nggak peduli dan nggak mau tahu bagaimana suami gua cari uang. Halal atau haram.

Yang penting dapur ngebul dan anak-anak sekolah di sekolah yang elit kalau perlu sekolah ke luar negeri sekalian. Meski uang itu didapat suami gua dari hasil korupsi tapi bagi gua itu lebih mulia daripada hidup susah dan miskin.

Bagi gua hidup miskin adalah kehinaan. Maka gua halalkan segala macam cara untuk mencapai puncak kekayaan. Emang siapa sih yang mau diajak susah? Gua kan lulusan perguruan tinggi masa kalah tajir sama tetangga gua yang sekolah aja nggak?" demikian ujar seorang istri yang tidak mau diajak hidup susah dengan suaminya sendiri.

Suami kayak gini paling pas main film "Suami-suami Takut Istri"(SSTI). Gambaran suami yang tidak mampu mendidik istrinya sehingga si istri terus-menerus meyakini prinsip bahwa lebih mulia hidup jadi orang kaya meski memperoleh harta dengan cara yang haram (dari hasil korupsi, menipu, merampok, menyakiti orang lain, berbohong, atau memanfaatkan orang lain untuk memperkaya diri sendiri) daripada hidup miskin dengan harta yang halal.

"Iya tentu saja semua orang maunya hidup senang. Masalahnya adalah apakah kita mau menerima dengan lapang dada dan tetap setia menemani pasangan kita saat hidup susah dan miskin?" ujar suami sambil mengambil nafas panjang yang menggambarkan betapa lelah hidupnya karena meski punya istri tapi dia belum menemukan teman sejati.

Maka dalam Islam ukuran wanita sebagai sebaik-baiknya perhiasan dunia bukan terutama karena kecantikkannya, kepandaiannya, intelektualitasnya, keturunannya, prestasinya, karirnya, pekerjaannya, dan profesinya. Namun yang menjadikan seorang wanita sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah kesholehahannya.

Istri yang sholehah adalah istri yang bisa menempatkan kapan dia bisa bersikap sebagai ibu dari anak-anaknya, kapan dia bisa bersikap sebgaia istri, kapan dia bersikap sebagai teman kehidupan, partner belajar, dan teman diskusi yang saling mengisi kelemahan dan kekurangan bukan malah saling menyalahkan dan menjatuhkan.

Kamis, 16 Juli 2009

BT-BT Ah..BT-BT Ah..

Kamis, 160709

BT-BT Ah..BT-BT Ah..

Oleh: Mohamad Istihori

Kegiatan yang berulang menimbulkan kebetean. Aktivitas yang itu-itu saja setiap hari bisa menyebabkan kejenuhan. Program yang kita jalani secara rutin akan melahirkan kebosanan.

Sebagai manusia normal hal itu bisa kita anggap wajar. Namun kebetean, kejenuhan, dan kebosanan tidak boleh berlarut-larut, berkerak, dan berakar.

Manusia harus kreatif dan inovatif untuk mengatasi kejenuhan jiwanya. Salah satu metode yang coba penulis tawarkan di sini adalah bagaimana mengatasi kebetean akibat aktivitas yang berulang-ulang melalui pemaknaan.

Iya! Pemaknaan adalah metode paling ampuh dalam mengatasi kesumpekan kehidupan. Apapun kegiatan yang kita lakukan meski berulang-ulang, kalau kita terus-menerus memaknainya maka kita akan menemukan kenikmatan dari setiap jejak yang kita langkahkan.

Dalam berzikir, misalnya, meski pun kalimat yang kita ucapkan berulang-ulang, seperti kalimat subhanallah, kalau kita mampu memaknai kalimat tasbih tersebut maka kita akan semakin menikmatinya.

Namun sebaliknya, ketika kita tidak mampu menghayati makna kalimat tasbih maka kita akan merasa jenuh untuk kemudian merasa ngantuk dan tertidur.

Kalau kita tidak mampu memaknai rutinitas atau kita tidak mampu memaksimalkan akal (dengan berpikir), diseimbangkan oleh hati (dengan berzikir), dan mengendalikan nafsu (dengan "berpuasa") maka kebetean akan menjadi sesuatu yang tidak bisa terelakkan.

Maka orang-orang zaman sekarang cenderung mencari pelarian dengan mengkonsumsi Naza atau pergi ke tempat-tempat dugem dengan biaya yang sangat mahal untuk sekedar menghilangkan kepenatan mereka.

Ketika kita sudah kehilangan semangat belajar untuk memaknai rutinitas hidup atau semakin kita menggeluti pekerjaan yang sedang kita jalani, setiap hari kita semakin kehilangan makna hidup, semakin terasing, dan semakin tidak mengenal dirinya sendiri, maka kita akan semakin merasa jenuh, menjadi semakin gampang marah, mudah curiga, negative thingking, mudah tersinggung, dan pada puncak kesumpekan hidup orang bisa nekad bunuh diri.

"Lalu bisakah Pak Kiai memaknai hidup saya?" tanya saya kepada Kiai Jihad. Karena kebetulan Kiai jihad kini sedang berada di sini. Jadi langsung saja saya tanyakan masalah ini kepadanya.

"Setiap orang memiliki tugas untuk memaknai dirinya sendiri. Saya, meskipun gurumu, tidak akan mampu memaknai hidupmu. Kamu harus terus-menerus belajar memaknai hidup dengan segala aktivitasmu saat ini sepanjang hidupmu.

Paling-paling yang bisa kita lakukan adalah saling bertukar makna kehidupan untuk saling melengkapi dan mengisi. Bukan malah saling menyalahkan dan menjatuhkan. Dari situlah kita bisa berharap akan tercipta sebuah harmoni." jelas kiai nyentrik itu.

Selasa, 14 Juli 2009

Budaya Cium Tangan

Selasa, 140709

Budaya Cium Tangan

Oleh: Mohamad Istihori

Saya tak menyangka kalau Kiai Jihad hadir pada pengajian saya malam ini. Padahal dia adalah kiai tersohor di kampungnya. Tapi dia masih mau mendengarkan pengajian saya yang sebenarnya adalah muridnya.

Yang membuat saya lebih kaget lagi, setelah pengajian selesai, dia kemudian menghampiri saya dan mencium tangan saya. Saya berusaha menolak sekuat tenaga tapi dia terus memaksa dan akhirnya guru besar saya itu pun mencium tangan saya.

Sungguh ini adalah peristiwa yang sangat mustahil dalam kamus hidup saya. Di mana seorang kiai sekaliber Kiai Jihad mencium tangan saya. Setelah para jama'ah pulang saya pun menghampiri beliau yang tengah asyik menghisap rokoknya.

"Pak Kiai mengapa mencium tangan saya?"

"Loh emang kenapa? Emang nggak boleh saya mencium tangan kamu?"

"Bukan nggak boleh Pak Kiai. Saya cuma heran plus bingung saja, masa ada kiai mencium tangan santrinya."

"Kamu jangan GR dulu, ketika ada seseorang mencium tangan kamu."

"Emangnya kenapa kiai?"

"Karena ada banyak alasan seseorang mencium tangan kita."

"Bolehkah saya tahu apa sajakah alasan itu pak kiai?"

"Pertama ada orang yang mencium tangan kita karena memang ia memuliakan ilmu kita. Bukan memuliakan diri kita. Maka baginya, siapapun orangnya; mau yang lebih muda kek, lebih kecil kek, mau guru mencium tangan muridnya kek, mau kiai mencium tangan santrinya kek, itu bukan karena dia melihat diri kita tapi memang dia melakukan hal itu karena dia telah mengakui keabsahan ilmu yang kita miliki.

Kedua, ada juga orang yang mencium tangan kita karena hanya menghormati kita. Hal itu karena mungkin kita lebih tua umurnya dibandingkan dia. Maka dia pun mencium tangan kita tanpa melihat terlebih dahulu seberapa dalam ilmu kita.

Ketiga, karena nggak enak sama orang lain. Bisa saja loh ada orang yang mencium tangan kita bukan karena kita punya ilmu yang ia anggap mumpuni atau karena kita pantas dia hormati. Golongan ketiga ini biasanya mencium tangan kita karena ia melihat orang lain selain dia semua mencium tangan kita jadi dia kan nggak enak kalau dia sendiri yang nggak ikut mencium tangan kita. Jadi dia hanya ikut-ikutan orang lain mencium tangan kita.

Keempat, ada juga orang yang mencium tangan kita semata-mata karena terpaksa. Bukan datang dari kesadaran dirinya. Sehingga hal itu ia lakukan bukan karena memang ia mau melakukannya melainkan ada pihak-pihak tertentu yang mendorong dirinya untuk melakukan hal itu. Pihak yang memaksanya mencium tangan kita mungkin orang tuanya, kakaknya, gurunya, dan lain-lain.

Maka tak sepantasnya kita GR duluan ketika ada orang yang mencium tangan kita. Karena bisa saja alasan mencium tangan dalam pikiran dia dengan pikiran kita saat itu berbeda."

Kiai Jihad malam ini telah membantu saya dalam memahami budaya cium tangan yang berlaku di masyarakat. Tapi ia belum puas memberikan penjelasannya itu. Maka ia pun melanjutkan.

"Tentu saja masih banyak alasan lain selain keempat alasan tersebut. Dan, keempat alasan tersebut pun bisa kita variasikan antara satu poin dengan poin yang lain sehingga melahirkan poin turunan. Semua sangat tergantung dari bagaimana kita memahami dan menafsirkannya."

Dzoolimul li Nafsih, Muqtashidun, dan Tsaabiqum bil Khoeroot

Selasa, 140709

Dzhoolimul li Nafsih, Muqtashidun, dan Tsaabiqum bil Khoeroot

Oleh: Mohamad Istihori

Allah SWT berfirman dalam surat Fatir ayat 32, "Tsumma awrotsnal kitaabal ladziinash thofainaa min 'ibaadinaa faminhum dzhoolimul linafsihi wa minhum muqtashidun wa minhum saabiqum bil khoerooti biidznillahi dzaalika huwal fadzlul kabiir."

Artinya "Kemudian kitab (al Quran) itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan, dan ada pula yang lebih dulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar."

Ayat 32 surat 35 ini menjelaskan tentang tiga golongan manusia dalam menyikapi dan mengamalkan Al Quran. Sebelumnya Allah menjelaskan bahwa umat Nabi Muhammad SAW memiliki keunggulan dibandingkan umat nabi yang lain karena umat Nabi memiliki al Quran. Dengan bacaan yang sangat berkualitas bernama al Quran tersebut maka otomaticly umat Nabi menjadi umat yang diunggulkan dibandingkan umat Nabi sebelumnya.

Itulah mengapa kualitas manusia cenderung bergantung pada apa yang dibacanya. Meskipun kenyataannya tidak selalu demikian. Orang yang bacaanya berkualitas maka ia akan memiliki pemikiran yang berkualitas pula. Namun bila yang dibaca adalah bacaan yang penuh dengan kebohongan maka semakin tidak berkualitas pulalah pemikiran dan hidupnya.

Golongan pertama dari umat Nabi Muhammad dalam menyikapi dan mengamalkan al Quran adalah dhoolimul li nafsih, orang yang menzalimi dirinya sendiri. Golongan pertama ini adalah golongan yang lebih banyak melanggar perintah al Quran dan hanya sesekali saja mentaati aturan kehidupan yang ditetapkan dalam al Quran. Maka mereka disebut sebagai golongan yang menzalimi diri mereka sendiri.

Bagaimana tidak dikatakan menzalimi diri sendiri, padahal Allah sudah memberikan aturan dalam al Quran agar dirinya hidup bahagia dunia-akhirat, eh dia malah melanggar aturan al Quran. Maka meranalah jiwanya karena perbuatan dia sendiri.

Golongan kedua adalah muqtashidun, adalah mereka yang berada di level pertengahan. Dibilang pembangkan iya bukan. Dibilang orang yang taat iya juga nggak. Ketaatannya tidak maju tidak mundur. Ibadahnya cenderung statis, nggak ada kemajuan, dan berjalan di tempat.

Golongan ketiga adalah tsaabiqum bil khoeroot, mereka yang berlomba di dalam melaksanakan ketaatan menjalankan pedoman kehidupan yang ia pelajari dalam al Quran. Namun mereka bukanlah golongan egois yang hanya peduli sama diri mereka sendiri, mereka bukan golongan yang mau masuk surga sendiri.

Maka selain terus-menerus belajar memahami al Quran ia juga sedikit-sedikit mengajarkan al Quran kepada mereka yang memang membutuhkan sebagai sebuah aplikasi atas kepeduliannya untuk mengajak manusia agar berjalan di atas rel Tuhan yang bernama al Quran.

Kita mungkin sekarang masih berada di level muqtashidun, kita mungkin masih berada di level pertengahan dan bukan -insya Allah - termasuk ke golongan dzoolimul li nafsih, tapi kita juga tidak bisa menyombongkan diri begitu saja dengan mengaklaim bahwa kita sekarang sudah masuk golongan tsaabiqum bil khoiroot.

Dan, untuk mencapai tingkat tsaabiqum bil khoiroot kita harus mempelajari, mendalami, memahami, merenungkan, dan mengamalkan al Quran dengan sungguh-sungguh. Bagaimana kita bisa memahami al Quran lah wong memperlajarinya saja kita sambil main-main, tidak konsisten, dan setengah-setengah.

Senin, 13 Juli 2009

Musik Kehidupan

Selasa, 140709

Musik Kehidupan

Oleh: Mohamad Istihori

Musik adalah kehidupan. Tanpa musik tak akan ada kehidupan. Kehidupan tanpa musik sama saja kematian. Hembusan angin adalah musik. Gemericik angin, suara petir yang bergemuruh, omelan istri yang cerewet, atau marahnya dosen killer adalah musik kehidupan.

"Mana bisa semua hal yang masuk telinga kita adalah musik yang bisa kita nikmati?"

Bisa! Sangat bisa. Semua tergantung bagaimana kita mengomposisikan semua itu menjadi harmonisasi yang mengalun dalam jiwa kita.

Manusia itukan kholifatun fil ardh, manusia adalah komposer kehidupan. Jadi hidupnya tidak bergantung pada keadaan. Namun keadaanlah yang bergantung padanya.

Maka saya sangat heran kepada orang yang mengharamkan musik. Mengapa musik diharamkan? Betulkah ia membuat orang lain lalai dari mengingat Allah? Bagi mereka yang tidak bisa mengkomposeri setiap bunyi yang bertamu ke telinganya, tentu saja musik bisa membuat ia lalai dari mengingat Allah.

Namun bagi mereka yang memang bisa mengkomposeri setiap bunyi, dari mana pun asalnya ia malah akan menjadi semakin dekat dengan Tuhan. Karena baginya justru dengan musik sendiri itulah ia bisa lebih mengenal Tuhannya.

So let's play your music, mainkan musikmu, susunlah nada-nada kehidupanmu, maka meskipun berisik kita bisa tetap asyik tanpa merasa terusik.

Banjir Kebencian

Senin, 130709

Banjir Kebencian

Oleh: Mohamad Istihori

Banjir air yang menimpa kota Jakarta setahun sekali sudah pasti membuat susah dan derita kehidupan penduduk ibu kota negara ini. Namun -disadari atau tidak- ada banjir lain yang kerap kali menimpa Jakarta, yaitu banjir kebencian.

Banjir ini lebih bahaya daripada banjir air. Contoh nyata banjir kebencian yang dialami masyarakat Jakarta sehari-hari misalnya, mereka yang mengendarai motor kerap membenci pengedara mobil, "Nih mobil ngalingin jalan gue aja sih."

Yang mengendarai mobil seringkali mengungkapkan kebencian mereka pada para pengendara motor dengan berkata, "Nih motor nyelap-nyelip aja seenaknya. Ntar kalo ketabrak nyalahin gue dah."

Yang miskin membenci yang kaya karena si kaya terus berfoya-foya tanpa peduli jerit kelaparan si miskin di sebelah perumahannya. Si kaya terus-menerus menyalahkan si miskin karena kendaraan mereka kerap hilang dan pencurinya selalu hilang di kampung si miskin.

Ketika ada orang pertama kali berbuat baik malah dimanfaatkan kebaikannya sehingga untuk berbuat baik lagi dia kapok karena toh ternyata ia hanya dimanfaatkan. Sehingga akan sering kita dengar ujaran, "Lu jadi orang baik-baik amat sih. Padahal udah berapa kali lu disakitin, dikhianatin, dan dikecewain."

Maka jangan heran kalau orang Jakarta sangat ragu kalau ada orang datang meminta bantuan kepadanya karena takut si yang minta tolong tidak benar-benar meminta tolong melainkan mau berbohong, memeras, atau memperkaya diri sendiri.

Unsur kebencian begitu mendominasi kehidupan masyarakat Jakarta. Paguyuban hilang. Semangat gotong-royong musnah. Sikap saling peduli tak ada lagi.

Tapi saya yakin masyarakat Jakarta masih memiliki hati nurani. Sehingga tidak ada kata menyerah untuk terus-menerus menyebarkan virus cinta dan perdamaian antara mereka. Selagi kita mau peduli dengan siapa saja yang ada di sekeliling kita, tidak cuek, dan tidak acuh maka kita akan menemukan kenyamanan hidup di Jakarta. Semoga..

Minggu, 12 Juli 2009

Kelembutan, Keperkasaan, dan Kebijaksanaan

Ahad, 120709

Kelembutan, Keperkasaan, dan Kebijaksanaan

Oleh: Mohamad Istihori

Lambang wanita adalah kelembutan. Sedangkan lambang lelaki keperkasaan. Namun demikian jangan sekali-kali menyamaratakan antara kelembutan dengan kelemahan. Kelembutan dan kelemahan adalah dua variabel yang berbeda dan sama sekali tidak ada hubungannya.

Maka wanita yang lembut bukan berati lemah. Wanita dengan segala potensi kelembutan yang Allah karunikan kepadanya, kalau ia mau memaksimalkan kelembutannya itu justru itu bisa menjadi kekuatan hidupnya dan bisa menjadi "senjata utama" yang bisa ia manfaatkan untuk mengalahkan dan menaklukan siapa saja.

Wanita lemah tidak semua lembut. Ada wanita yang "kasar", judes, galak, dan sangar (wah pokoknya pas banget kalau dia masuk ROMUSA alias "Rombongan Muka Sangar") namun itu semua justru ia lakukan untuk menutup-nutupi kelemahannya.

Dan, keperkasaan tidak selamanya merupakan keunggulan. Jika keperkasaan yang dimiliki lelaki tidak disikapi dengan kerendahan hati maka itu justru menunjukkan kekerdilan karakter dan pribadinya.

Jika kelembutan dan keperkasaan ini bisa dikombinasikan dengan ukuran dan takaran yang pas maka kita akan menemukan kebijaksaan. Maka wanita yang lembut sudah semestinya belajar tentang keperkasaan lelaki. Dan, lelaki yang -katanya- perkasa juga harus belajar dari kelembutan wanita.

Jika setiap wanita mau belajar dengan setiap lelaki, dan begitu pun sebaliknya, setiap lelaki mau belajar kepada setiap wanita maka kehidupan manusia akan dipenuhi dengan kebijaksanaan.

Kehidupan yang penuh dengan kebijaksanaan akan melahirkan perdamaian dan kenyamanan hidup. Maka tidak heran kalau lelaki dan wanita seperti ini kelak dipersatukan Allah dalam suatu ikatan abadi yang bernama pernikahan maka ia akan sangat mudah untuk mengaplikasikan rumus sakinah, mawaddah, dan rohmah dalam kehidupan rumah tangga mereka.

Jumat, 10 Juli 2009

Anak Laut

Kepulauan Seribu, Jum'at, 100709

Anak Laut

Oleh: Mohamad Istihori

Aku anak laut. Sehari-hari pulang-pergi dari satu pulau ke pulau. Dari Pulau Pramuka, Pulau Air, Pulau Semak Daun, dan pulau-pulau lain di Kepulauan Seribu.

Ikan adalah sahabat karib kami. Apapun jenisnya. Laut adalah taman tempat kami bermain dan bersendau gurau dengan gelombang ombak.

Di saat orang-orang kota itu ketakutan ketika perahu kayu bergoyang, kami justru merasa gembira. Goyangan ombak seperti goyangan ayunan seperti kami tidur ketika kecil dulu.

Di saat orang-orang kota direpotkan dengan pelampung, kaca mata renang, dan selang untuk bernafas di dalam air kami cukup dengan peralatan seadanya untuk mengarungi lautan luas.

Sungguh air semilir di tengah lautan membuat kami tertidur nyenyak. Sedangkan orang-orang kota itu boro-boro bisa tidur, bernafas saja mereka sesak menahan ngeri mereka.

Laut kami adalah hamparan kekayaan alam yang tak terkirakan. Ombak kami adalah lambaian persaudaraan yang penuh dengan kedamaian. Kepada siapa saja kami meminta, jagalah kelestarian laut kami. Jangan dikotori, jangan dieksploitasi, dan jangan dimakan sendiri.

Laut kami adalah lautmu juga, laut kita bersama. Adalah menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai anak bangsa untuk menjaga dan tetap melestarikannya.

Rabu, 08 Juli 2009

Lautan dan Langit Cinta

Kamis, 090709

Lautan dan Langit Cinta

Oleh: Mohamad Istihori

Cinta adalah lautan ilmu. Begitu dalam dan penuh dengan kekayaan alam. Siapa saja bisa menyelaminya. Tapi kalau kau tidak punya ilmu yang cukup tentangnya kau akan tenggelam dalam gelombangnya.

Cinta adalah langit cakrawala pengetahuan. Siapa saja bisa melihat dan merasakannya. Tapi tidak semua orang bisa menggapai dan meraih hakikatnya.

Untuk meraih hakikat cinta kita membutuhkan sepasang sayap cinta yang bernama kekasih. Pasangan hidup kitalah "yang menggengam dan membawa" kita menuju hidup yang sempurna.

Terima kasih cinta telah kau buka kedua mata. Telah kau hidangkan keindahan dan ilmu pengetahuan dalam hidup kami. Tanpa hadirmu kami tidak akan mampu memaknai hidup yang kami jalani.

Terima kasih cinta karena kau telah setia menemani hidup kami. Kau beri kami warna yang kombinasinya lebih indah dari taman bunga di belahan dunia mana pun.

Sabtu, 04 Juli 2009

Tuhan Engkau Dikucilkan

Bandar Lampungg, Kamis, 020709

Tuhan Engkau Dikucilkan

Oleh: Mohamad Istihori

Sungguh sebuah kejadian yang sangat miris dan menyedihkan. Dalam sebuah pusat perbelanjaan, sebuah mushollah dihancurkan, tempat karokean pun didirikan. Dalam alam pemikiran orang sekarang mendirikan mushollah tidak akan mendatangkan keuntungan. Lebih menggiurkan kalau mendirikan tempat karokean atau tempat hiburan.

Mushollah tempat kami menyembah kini telah pindah ke basement. Ruangannya sangat sempit. Hanya mampu menampung maksimal satu imam dan enam makmum. Setiap yang sholat di situ pasti akan merasa tidak nyaman. Selain karena tempatnya kini berada tepat di sebelah parkiran sehingga berisik, kami pun merasa sangat kegerahan, kepanasan, dan yang pastinya keringetan. Belum lagi bau aroma toilet yang sangat menyengat.

Kalau pada suatu hari anda diberi anugerah oleh Tuhan untuk berkunjung ke tempat tinggal saudara-saudara kita yang ada di desa sana. Maka perhatikanlah mushollah dan masjid di sana. Saudara-saudara kita yang di desa, sebagaimana yang kerap saya jumpai di beberapa daerah, meski pendapatan mereka sudah pasti tidak lebih besar daripada pendapatan kita yang tinggal di kota namun kampung mereka ada mushollah atau masjid yang layak, nyaman, dan indah.

Setiap pagi dan sore penduduknya meramaikan dengan segala aktivitas ibadah dengan penuh kekhusyuan dan tanpa pamrih apa-apa. Tidak seperti tempat ibadah kita di kota yang penuhnya hanya ketika Ramadhan saja. Begitu Ramadhan berlalu masjid dan mushollah pun sepi kembali kayak kuburan. Yang datang paling-paling aki-aki sama nini-nini. Sedangkan yang mudanya? Entah iya pada ke mana?

Sebagian berkata, “Kita masih muda masa udah sibuk di mushollah? Nantilah kalo udah pensiun dan tua baru deh saya mau jadi pengurusnya.”

Dalam kehidupan manusia Tuhan begitu sering dikucilkan. Dianggap tidak penting. Kecuali ketika manusia membutuhkan demi reputasi diri, memperoleh jabatan/kekuasaan, kehormatan, atau saat menikah barulah ramai manusia meminta kepada Tuhan, berkunjung ke tempat-tempat ibadah yang mereka kira Tuhan hanya ada di sana, atau berkunjung ke beberapa rumah atau pondok pesantren kiai-kiai besar yang ada di daerah namun setelah mereka mendapat apa yang mereka cari lalu Pak Kiai ditinggalkan dan dilupakan begitu saja.

Untungnya Tuhan adalah Zat yang Maha Sabar sehingga pusat perbelanjaan itu tidak serta-merta Ia hancurkan. Tuhan begitu sayang kepada kita. Dia selalu memberi kesempatan kepada siapa saja dari hamba-Nya yang mau mendekat kepada-Nya.

Tuhan begitu sabarnya Engkau. Meski kami kucilkan, Kau tetap menyayangi kami, menyantuni kami, tak berkurang sedikit pun rizki Kau beri. Kami saja yang lupa mensyukuri.

Kami sungguh tak layak Kau sebut sebagai hamba-Mu (pengabdi-Mu). Derajat kami masihlah pedagang. Yang menjalin hubungan berdasarkan selera, untung-rugi, enak-nggak enak, dan suka-tak suka.

Atau level keislaman kami masih level budak yang menjalankan segala perintah-Mu dan menjauhi segala larangan-Mu hanya berdasarkan rasa takut kami akan siksa-Mu di dunia dan apalagi di akhirat.