Jumat, 31 Juli 2009

Takut Pada Rasa Takut

30 Juli 2009
Takut Pada Rasa Takut
(Mohamad Istihori)

Seusai sholat berjama'ah Kiai Jihad langsung menghadapkan wajahnya ke seluruh santri. Ia pun berkata: "Para santriku yang tercinta apakah yang paling kalian takuti dalam hidup?"

Santri A menjawab, "Wanita Kiai." "Loh kenapa bisa kamu takut sama wanita?" tanya Pak Kiai. "Iya Kiai kan menurut sebuah penelitian mengatakan bahwa seorang lelaki akan memikirkan hal yang tidak2 setiap 7 detik kalau sedang dekat dengan wanita." ujar santri A.

"Tapi kiai pimpinan pondok pesantren sebelah nggak kayak gitu-gitu amat." "Masa?" "Iya kiai pimpinan pondok pesantren sebelah mengatakan bahwa dia merasa gimana2 ketika dekat dengan wanita bukan lagi tiap 7 detik tetapi tiap detik." kata Kiai Jihad.

"Kalau kamu apa yang paling kamu takuti dalam hidup?" tanya Kiai Jihad lagi sambil menunjuk santri B. "Karena dulu saya seorang 'Junkies', maka yang saya takuti adalah terjerumus lagi ke lembah nista naza." ujar santri B.

Ia masih melanjutkan pembicaraannya setelah menghela nafas sejenak, "Apalagi menurut sebuah teori seorang 'junkies' itu akan merasa klik (merasa hasrat mau make lagi) per 12 detik. Kalau setelah 12 detik tidak ada aktivitas yang bisa mengalihkan kemauan saya untuk make lagi, saya khawatir akan melakukan hal2 yang sangat tidak diharapkan."

Kiai Jihad pun bernasehat, "Kalau di hadapanmu ada orang tua apakah kamu terima wanita nakal masuk rumahmu? Apakah kamu iyakan rayuan gombal sang bandar naza? Tentu tidak bukan? Nah sekarang Allah selalu berada di depan kita di mana pun wajah dihadapkan. Kalau ini saja kita yakin maka sebesar apapun godaan yang hadir di depan hidung kita yang mancung ke dalam itu niscaya kita tidak akan berani macem2 karena kita tahu ada Allah di hadapan."

"Kalo kamu?" tanya Kiai Jihad kepada santri C. "Yang paling aku takuti dalam hidup adalah iblis yang berwujud wanita dan naza." kata santri C. "Berarti ketakutan A+ketakutan B=ketakutan C." Simpul Kiai Jihad. Rupanya Kiai Jihad hendak menanyakan para santri yang berada di shof (baris) pertama. Pimpinan Ponpes al Jihad itu pun melanjutkan dialognya kepada santri D, "Kalau kamu D?"

"Yang paling saya takuti dalam hidup adalah orang tua saya Kiai." ujar Santri D. "Mana yang paling kamu takuti, bapak atau ibumu?" tanya Kiai Jihad. "Kedua-duanya." "Mengapa kamu sangat takut kepada kedua orang tuamu sendiri?"

Santri D tidak menjawab. Ia diam membisu seribu bahasa. Kiai Jihad pun tidak memaksa D untuk menjawab pertanyaannya itu sekarang. Namun ia tetap menyimpan rasa penasaran yang menyebabkan santri D takut kepada kedua orang tuanya. Suatu hari nanti ia berharap akan mendapatkan jawabannya.

"Kalau kamu E?" Kiai Jihad melanjutkan pertanyaannya kepada santri E. "Saya paling takut atas bisikan-bisikan yang menghantui malam2 saya Kiai." ujar santri asal ibu kota itu. "Apakah gerangan bisikanmu itu wahai E?" tanya Kiai berkumis tipis itu. "Di tengah malam saya kerap mendapat bisikan untuk berkelahi. Bisikan itu juga kadang mencemooh, menghina, merendahkan, dan meremehkan saya." ujar santri yang berobsesi ingin menjadi pemusik itu.

"Kadang bisikan itu bersuara wanita, kadang juga pria," lanjut santri yang terkenal suka menyendiri itu. "Selain datang ke dokter yang memang mampu menangani bisikan itu secara medis, kamu juga bisa mengalihkan bisikan itu dengan zikir. Selain itu kamu juga harus banyak belajar bergaul dengan teman-temanmu yang lain. Baik utk sekedar ngobrol, berbagi cerita, berdiskusi, atau apa saja yg penting kamu hrs bersosialisasi. Tentu saja sosialisasi yg kamu bangun mestilah mengarah pada hal2 positif.

"Baik Kiai," ujar santri E. Kini giliran santri F yang mendapat pertanyaan yg sama dr Kiai Jihad. Ia pun berkata, "Saya sangat takut saya tidak sembuh dari penyakit yang sekarang saya idap Kiai." "Bukankah kamu yakin bahwa setiap penyakit ada obatnya kecuali tua." "Saya yakin Kiai."

"Asalkan kamu minum obat dan mengikuti sgl saran dokter serta senantiasa berdoa agr Allah segera mengangkat penyakitmu maka kau akan segera sembuh." "Kalau kamu G?" tanya Kiai Jihad kepada santri G yg berada di ujung shaf. Santri G tidak menjawab. Ia seperti tdk menyimak pembicaraan dari awal. Tatapannya kosong mengarah ke langit2 mushollah al Jihad.

Kiai Jihad pun ikut memandangi langit2 & semua santri yang hadir saat itu pun ikut memandang. Semua yang hadir pun sama sekali tidak mengetahui dengan pasti apa gerangan yang ada dlm pikiran santri D & apa juga yang ia takuti dalam hidupnya. Semua hanya menerka2. Stl menunggu beberapa saat, Kiai Jihad berkata, "Allah berfirman, laa takhof wa laa tahzan innallaha ma'anaa, jangan takut & jangan bersedih sesungguhnya Allah bersama kita.

Ada kolerasi antara ketakutan & kesedihan. Kalau kita takut maka muncul kesedihan. Dengan kata lain, seseorang bersedih pertanda ia mengkhawatirkan sesuatu atau sedang takut sesuatu.

Maka jangan pernah takut. Bergembiralah kalian semua karena segala kesengsaraan, kesusahan, penyakit, dan penderitaan hidup yang sekarang mungkin menimpa hidup kita ketahuilah kita tidak sendiri.

Yakin ada Allah yang senantiasa setia menemani kapan dan di mana saja. Maka minta saja segala apa yang menjadi kebutuhanmu kepada Allah langsung, kalau kamu yakin akan hal ini niscaya Allah akan mengijabah segala pinta." ujar Kiai Jihad.

Para santri dan Kiai Jihad bershalawat & bersalaman. Mereka pun kembali ke asrama mereka masing2 dgn penuh kebahagiaan & hati berbunga2. Sedang Kiai Jihad ke ruang baca untuk menuliskan semua yang telah ia alami barusan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar