Selasa, 14 Juli 2009

Dzoolimul li Nafsih, Muqtashidun, dan Tsaabiqum bil Khoeroot

Selasa, 140709

Dzhoolimul li Nafsih, Muqtashidun, dan Tsaabiqum bil Khoeroot

Oleh: Mohamad Istihori

Allah SWT berfirman dalam surat Fatir ayat 32, "Tsumma awrotsnal kitaabal ladziinash thofainaa min 'ibaadinaa faminhum dzhoolimul linafsihi wa minhum muqtashidun wa minhum saabiqum bil khoerooti biidznillahi dzaalika huwal fadzlul kabiir."

Artinya "Kemudian kitab (al Quran) itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan, dan ada pula yang lebih dulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar."

Ayat 32 surat 35 ini menjelaskan tentang tiga golongan manusia dalam menyikapi dan mengamalkan Al Quran. Sebelumnya Allah menjelaskan bahwa umat Nabi Muhammad SAW memiliki keunggulan dibandingkan umat nabi yang lain karena umat Nabi memiliki al Quran. Dengan bacaan yang sangat berkualitas bernama al Quran tersebut maka otomaticly umat Nabi menjadi umat yang diunggulkan dibandingkan umat Nabi sebelumnya.

Itulah mengapa kualitas manusia cenderung bergantung pada apa yang dibacanya. Meskipun kenyataannya tidak selalu demikian. Orang yang bacaanya berkualitas maka ia akan memiliki pemikiran yang berkualitas pula. Namun bila yang dibaca adalah bacaan yang penuh dengan kebohongan maka semakin tidak berkualitas pulalah pemikiran dan hidupnya.

Golongan pertama dari umat Nabi Muhammad dalam menyikapi dan mengamalkan al Quran adalah dhoolimul li nafsih, orang yang menzalimi dirinya sendiri. Golongan pertama ini adalah golongan yang lebih banyak melanggar perintah al Quran dan hanya sesekali saja mentaati aturan kehidupan yang ditetapkan dalam al Quran. Maka mereka disebut sebagai golongan yang menzalimi diri mereka sendiri.

Bagaimana tidak dikatakan menzalimi diri sendiri, padahal Allah sudah memberikan aturan dalam al Quran agar dirinya hidup bahagia dunia-akhirat, eh dia malah melanggar aturan al Quran. Maka meranalah jiwanya karena perbuatan dia sendiri.

Golongan kedua adalah muqtashidun, adalah mereka yang berada di level pertengahan. Dibilang pembangkan iya bukan. Dibilang orang yang taat iya juga nggak. Ketaatannya tidak maju tidak mundur. Ibadahnya cenderung statis, nggak ada kemajuan, dan berjalan di tempat.

Golongan ketiga adalah tsaabiqum bil khoeroot, mereka yang berlomba di dalam melaksanakan ketaatan menjalankan pedoman kehidupan yang ia pelajari dalam al Quran. Namun mereka bukanlah golongan egois yang hanya peduli sama diri mereka sendiri, mereka bukan golongan yang mau masuk surga sendiri.

Maka selain terus-menerus belajar memahami al Quran ia juga sedikit-sedikit mengajarkan al Quran kepada mereka yang memang membutuhkan sebagai sebuah aplikasi atas kepeduliannya untuk mengajak manusia agar berjalan di atas rel Tuhan yang bernama al Quran.

Kita mungkin sekarang masih berada di level muqtashidun, kita mungkin masih berada di level pertengahan dan bukan -insya Allah - termasuk ke golongan dzoolimul li nafsih, tapi kita juga tidak bisa menyombongkan diri begitu saja dengan mengaklaim bahwa kita sekarang sudah masuk golongan tsaabiqum bil khoiroot.

Dan, untuk mencapai tingkat tsaabiqum bil khoiroot kita harus mempelajari, mendalami, memahami, merenungkan, dan mengamalkan al Quran dengan sungguh-sungguh. Bagaimana kita bisa memahami al Quran lah wong memperlajarinya saja kita sambil main-main, tidak konsisten, dan setengah-setengah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar