Sabtu, 10 Juli 2010

Disiplin Waktu

Sukabumi, Jum'at, 9 Juli 2010

Disiplin Waktu

Oleh: Mohamad Istihori

Mengapa bangsa kita begitu susah untuk tepat waktu? Kalau janji pukul 07.00 WIB, paling cepat datangnya pukul 08.00. Bisa pukul 09.00. Kadang bisa sampai pukul 12.00. Tapi mengapa hal itu kita anggap biasa-biasa wae?

Ketika masih menjadi salah satu penduduk PM. Darussalam saya begitu menikmati kehidupan yang tepat waktu. Kalau acara pukul 10.00, maka segenap santri sudah siap berada di tempat pukul 09.30.

Bel besar di depan aula pertemuan (qoo'atul ijtima) menjadi semacam alarm yang menjadi "urat nadi" setiap aktivitas para santri. Waktu berganti dan berdenyut tanpa terasa.

Tak ada sedetik waktu pun yang disia-siakan. Kami diajarkan untuk menghargai sekaligus menepati waktu.

Hal itulah yang saya yakini sampai sekarang yang menjadi salah satu kunci sukses pesantren besar yang berada di Ponorogo itu sehingga sampai saat ini ia masih tetap eksis.

Saking pentingnya waktu, sampai-sampai Allah kerap bersumpah "demi waktu" dalam beberapa firman-Nya. Wal ashri, wad dhuhaa, dan wal laili idzaa saja adalah beberapa ayat yang menunjukkan hal tersebut.

Sumpah Allah dengan menggunakan waktu menunjukkan bahwa waktu memilki hal yang sangat penting. Sama halnya dengan ketika kita bersumpah demi Allah, hal itu menunjukkan bahwa Allah adalah unsur terpenting dalam hidup kita.

Kalau orang di bagian barat sana saja begitu menghargai dan menyadari betapa pentingnya waktu, maka mengapa kita tidak bisa melakukan hal yang demikian?

Bukankah kita juga bisa belajar dari mereka? Bukankah kita juga bisa belajar dari siapa saja? Bahkan dari apa saja? Asalkan apa yang kita pelajari itu bisa lebih mendekatkan kita kepada Allah SWT.

Maka kalau hidup kita mau lebih maju, mulai sekarang mulailah disiplin waktu.

Penulis Cerita Fiksi

Sukabumi, Sabtu, 10 Juli 2010

Penulis Cerita Fiksi

Oleh: Mohamad Istihori

Seperti yang kita ketahui bahwa cerita fiksi adalah cerita yang tidak sesuai dengan kenyataan, cerita yang hanya berasal dari khayalan atau imajinasi penulisnya belaka.

Di antara cerita fiksi yang kita kenal adalah cerita tentang Kapten Tsubasa, Rambo, atau Sundel Bolong.

Namun bagi saya cerita fiksi bukan hanya yang seperti itu. Cerita fiksi bisa juga ditafsirkan adalah ketika si penulis sama sekali bukanlah pelaku dari hal yang ia tuliskan. Atau ia hanya mengandaikan tanpa pernah merasakan secara langsung apa yang ia tuliskan.

Misalnya ada orang yang menulis tentang pentingnya sholat berjama'ah, tapi ia sendiri kalau sholat tidak pernah mau berjama'ah. Hal itu berarti tulisannya tentang pentingnya sholat berjama'ah adalah fiksi.

Ada juga orang yang menulis tentang kejujuran. Tapi pada kenyataannya ia adalah seorang koruptor atau pembohong.

Coba ada perhatikan dengan seksama latar belakang dan kehidupan sehari-hari setiap penulis yang sok menceramahi dan mengajak pada kebaikan.

Kalau mereka ternyata cuma keren doang dalam menuangkan gagasan intelektual atau saat menulikan buku tentang tema akhlak, tapi tenyata kelakuannya baragajul, maka sebut saja ia penulis cerita fiksi.

Bukan hal yang ia tuliskan yang fiksi, namun yang fiksi adalah dirinya yang tidak sesuai dengan kebaikan yang ia tuliskan.

"Puisi Curhat" Tamu Kiai Jihad

Sukabumi, Kamis (Malam Jum'at), 8 Juli 2010

"Puisi Curhat" Tamu Kiai Jihad

Oleh: Mohamad Istihori

Malam ini begitu dingin. Setiap yang tidur menyelimuti tubuhnya rapat-rapat dengan selimut. Tak terkecuali Kiai Jihad.

Namun tidur nyenyaknya malam ini terganggu oleh kedatangan seorang tamu. Kiai Jihad tidak menatap wajah tamunya itu. Ia hanya mendengarkan dengan seksama "puisi curhat" yang dibacakannya dengan penuh kesungguhan.

Demikianlah kira-kira "puisi curhat" tamu Kiai Jihad:

Batinku menangis.
Hatiku tersiksa.
Hasrat bercinta yang sangat ingin ku tumpahkan malam ini ternyata tak menjadi sebuah realita.

Semua hanya tinggal angan kosong belaka.
Atau hanya menjadi penghias mimpi malam ini saja?

Aku ingin marah.
Tapi marah sama siapa?
Akhirnya ku ambil HP-ku.
Ku tuliskan apa saja yang ku rasa.

Kalau anak-anak sekolah libur pada senang.
Tapi kalau aku sekarang sedang libur "ngeng-ngeng" tidak senangnya luar biasa.
Kepala pusing tujuh keliling.

Perasaan kesal tidak jelas juntrungannya.
Emosi menggebu-gebu.
Bagai merapi yang sebentar lagi akan meletus dan mengeluarkan lahar yang sangat panas.

Hai engkau mengertilah.
Atau justru aku saja yang memang tidak tahu diri.
Egois.
Cuma mikirin kebutuhan sendiri saja.
Tanpa memikirkan istri yang sudah kecapean dan pusing.

Duh gusti Nu Agung.
Kalau bukan kepada Engkau.
Kepada siapa lagi aku tumpah semua isi hati ini.

Zzzz..Zzzz..Zzzz..
Aku lihat ia tertidur.
Pulas sekali.
Sedang aku tak bisa pulas.
Boro-boro pulas.
Tidur aja nggak.

Usai mendengarkan "puisi curhat" tamunya itu Kiai Jihad berpesan:

"Jika engkau ingin dipahami pasanganmu, pahamilah pasanganmu itu dulu. Jangan menuntut pengertian pasangan hidupmu. Pelajarilah saja ia, agar kau bisa benar-benar memahami pasangan hidupmu.

Cintailah ia sepenuh hati dan jiwamu. Dan, jangan sekali-kali menuntut balas atas segala pengorbanan cintamu. Karena sesungguhnya cinta yang tulus itu tidak menuntut apa-apa kecuali kebahagiaan hati pasangan hidupnya.

Jangan merasa apalagi sampai mengklaim bahwa kamu adalah orang yang baik dan benar. Biarlah pasangan hidupmu yang memberikan penilaian objektif apakah kamu pasangan yang baik dan benar hatinya."

Sang tamu pun pulang. Tinggal Kiai Jihad sendiri kini. Ia tidak mampu untuk melanjutkan tidurnya meski dingin merasuki tulang-belulangnya.

Ia didesak oleh segala apa yang ia dapat dari pembicaraannya dengan tamunya malam ini. Sehingga ia pun menuliskannya dengan penuh konsentrasi ditemani "234" dan segelas kopi.

Samen

Sukabumi, Sabtu, 10 Juli 2010

Samen

Oleh: Mohamad Istihori

Segenap warga di kampung ini menyambut dengan antusias samen. Saya sendiri baru kali ini akan menyaksikan secara langsung acara tahunan tersebut.

Samen adalah acara perpisahan siswa sekolah dasar sampai menengah atas dan madrasah. Acara dimulai sekitar pukul 07.00 sampai dengan 00.00 WIB.

Di dalamnya ada beberapa pagelaran dan pementasan seni juga ada karnaval. Saya beserta istri tercinta menunggu iring-iringan di depan sebuah gang di pinggir jalan.

Setelah menunggu beberapa menit, kami melihat rombongan sepeda motor. Dengan penumpang yang beragam. Ada yang rambutnya dicat dengan pilox, ada sepasang suami-istri, ada yang masih pacaran, dan berbagai macam jenis pengendara sepeda motor.

Beberapa sepeda motor menggeber knalpotnya dengan suara yang sangat bising. Ada juga yang membawa bendera sangat besar dengan tiga warna: kuning, merah, dan hijau. Ada juga motor yang membawa bendera salah satu klub kebanggaan warga Jawa-Barat.

Di belakang rombongan sepeda motor, ada rombongan siswa-siswi madrasah kelas satu sampai kelas enam yang menaiki mobil gandeng mirip kereta api.

Namun tidak semua siswa-siswi berada di dalam mobil. Sebagian dari mereka ada yang berjalan membentuk barisan dengan barisan terdepannya membawa "tanda kelas".

Di belakangnya lagi ada segerombolan pemain drum band. Para penonton terlihat sangat antusias menyaksikan gerombolan berseragam putih-biru dengan alat musik yang amat beragam itu.

Tak lupa para pedagang menjajakan barang dagangannya kepada setiap penonton. Ada pedagang es krim, mainan anak, rujak mangga, es pisang-coklat, dan lain sebagainya.

Setelah gerombolan pemain drum band lewat, kini giliran berbagai jenis karnaval. Ada yang berperan sebagai ibu-ibu posyandu, ada yang membawa piala dunia dengan segerombolan ibu-ibu berseragam sepak bola mengiringinya.

Ada juga beberapa mobil dan tak lupa Pak Polisi yang menjaga keamanan dan kelancaran acara samen kali ini.

Setelah sampai ke Cibaraja, seluruh rombongan kembali ke sekolah. Di sekolah inilah kemudian digelar beberapa atraksi hiburan. Seperti penampilan beberapa siswa yang melantunkan lagu Wali "Cari Jodoh" dan beberapa lagu pop lainnya dengan diringi musik drum band.

Aku beserta istri tersayang menikmati bakso dan Pop Ice setelah kemudian kami pun kembali ke rumah.

Kami tahu acara belum selesai. Sebenarnya ada beberapa siswa yang akan menampikan pidato sampai datang waktu sholat Dzhuhur. Tapi kami terlalu lelah dan capek untuk mengikuti semua acara.

Kami pun sepakat akan kembali lagi nanti setelah sholat Ashar. Dan, sekarang adalah waktunya "maksiat" alias makan, sholat, dan istirahat.

SETELAH ASHAR
Sebagaimana yang telah kami rencanakan sebelumnya, bahwa setelah Ashar kami akan kembali ke samen. Kami pun berangkat ke samen sore ini.

Sesampai di tujuan kami disuguhkan oleh tarian India yang penarinya adalah anak-anak kecil yang sangat lucu, imut, dan menggemaskan.

Setelah "penari India cilik itu", berturut-turut penari cilik dengan berbagai macam latar musik yang mengiringinya, ada lagu "Mojang Priangan", "Mr. John" versi Indonesia, "Senyum Adalah Ibadah".

Waktu hampir Maghrib, kami pun bergegas pulang. Acara tari-tarian pun selesai. Menurut sumber informasi setelah Maghrib akan ada acara pembagian hadiah dan tablighul islamiyah yang akan dibawakan oleh penceramah yang berasal dari daerah Pelabuhan Ratu.

Itulah sedikit gambaran tentang acara Samen yang sudah menjadi tradisi masyarakat Sukabumi-Jawa Barat.

Selasa, 06 Juli 2010

Bangun Malam

Cibubur, Jum'at, 25 Juni 2010

Bangun Malam

Oleh: Mohamad Istihori

Itulah mengapa Allah "hampir-hampir saja" mewajibkan sholat malam kepada kita.

Mengapa demikian?

Karena di antara seabrek keuntungan, fadhilah, atau hikmah yang bisa kita dapatkan dengan bangun malam adalah kita memiliki banyak waktu luang untuk membaca, menulis (istilah-istilah, opini, dan berbagai macam berita), atau kegiatan positif apapun saja yang tidak bisa kita lakukan/garap di siang hari.

Atau kegiatan yang kalau kita kerjakan di siang hari, waktu kita bisa sangat terbatas untuk menunaikannya.

Menyikapi Kebaikan dan Keburukan

Cibubur, Jum'at, 25 Juni 2010

Menyikapi Kebaikan dan Keburukan

(TJ: 82/ An Nisa: 78)

Oleh: Mohamad Istihori

Lanjutan Surat An Nisa ayat 78:

"...Wa in tushibhum hasanatuy yaquuluu haadzihi min ingdillaah. Wa ingtushibhum sayyiatuy yaquluu haadzihi min ingdika. Qul kullum min ingdillaahi. Famaali haaulaail qoumi laa yakaaduuna yafqohuuna hadiitsaa."

Artinya:

"...Dan, apabila kebaikan itu (kesuburan dan kelapangan rezeki) menimpa orang-orang munafik, mereka berkata, 'Ini adalah dari Allah'. Namun apabila nasib jelek menimpa, mereka berkata,'Ini berasal darimu wahai Muhammad.'

Katakanlah wahai Muhammad, 'Sesungguhnya baik yang menguntungkan maupun yang mendatangkan kerugian, seluruhnya adalah berasal dari Allah.'

Maka hampir saja mereka tidak memahami ucapan." (An Nisa:78)

- Ayat ini masih menceritakan sifat jelek orang munafik/Yahudi. Kalau Yahudi mah sudah jelas musuh orang Islam. Yang susah itu adalah ketika kita menghadapi orang munafik. Karena mereka itu bagaikan musuh di dalam selimut.

- Bagaimanakah sikap orang munafik terhadap kebaikan dan kerugian yang menimpa mereka? Atau dengan kata lain, bagaimanakah orang munafik menyikapi keuntungan dan kerugian yang mereka dapatkan dalam kehidupan?

- Wa in tushibhum hasanatun.

Kata hasanatun mengandung dua makna:
1. Khoshobun: Kesuburan.
2. Wasi'atun: Kelapangan rezeki.

- Yaquuluu haadzihi min ingdillaah.

Orang munafik atau orang Yahudi itu suka melupakan hal yang menjadi penyebab mereka mendapat kebaikan dalam kehidupan. Padahal Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW agar mereka mengenal kebaikan.

Namun emang dasarnya kelakuan orang munafik itu kerap melupakan kebaikan Muhammad yang memberikan perubahan yang sangat signifikan terhadap kemajuan peradaban bangsa Arab ketika itu.

- Tapi begitu mereka mendapatkan keburukan barulah mereka berkata:

"Wa in tushibhum sayyiatuy yaquuluu haadzihi min ingdika."

Namun ketika nasib buruk menimpa, mereka berkata, "Ini gara-gara Muhammad. Dasar manusia pembawa sial!"

Itulah sikap mereka terhadap Muhammad, ketika mendapat keuntungan, melupakan jasa dan perjuangan Muhammad di dalam menyebarkan ajaran tauhid, namun ketika mendapatkan kerugian justru mereka nyalahin Muhammad.

- "Qul kullum min ingdillaah."

Kita harus berterima kasih kepada orang yang menyebabkan kita bisa mendapatkan kebaikan dan bersyukur kepada Allah. Sebagaimana Allah mengajarkan kepada Muhammad, Katakanlah wahai Muhammad sesungguhnya kebaikan dan keburukan, semuanya berasal dari Allah SWT.

Sebagai sebuah perumpamaan, ketika kita berhasil menyeberangi sungai dengan bantuan jembatan, maka sudah semestinyalah kita "berterima kasih" kepada jembatan dan bersyukur kepada orang yang telah membuat jembatan tersebut.

Begitu juga dengan kehadiran Muhammad yang sesungguhnya telah menghadirkan keberkahan tersendiri terhadap kemajuan peradaban masyarakat Mekah dan Madinah.

Atas jasa Muhammad mereka bisa mengenal Tuhan yang sebenarnya dan kehidupan mereka menjadi lebih damai dari sebelumnya.

Tapi emang dasarnya orang munafik yang benci dan iri kepada Muhammad, mereka membalikan fakta dengan mengatakan, "Haadzihi min ingdillah." "Sesungguhnya ini adalah berasal dari Allah, bukan atas perjuangan, jasa, dan pengorbanan Muhammad."

Padahal Imam Ali bin Abi Tholib (Karomallaahu Wajhahu) saja pernah berkata, "Ana 'abdunil ladzii 'allamanii walau kaana harfan." "Aku adalah hamba dari orang yang mengajarkan ilmu kepadaku walaupun hanya sebentar atau walaupun hanya satu huruf."

- Famaali haaulaail qoumi laa yakaaduuna yafqohuuna hadiitsaa.

Tapi nggak tahu deh, apakah mereka paham apa tidak terhadap ayat ini? Maka perkara apa bagi kaum munafik ini sehingga hampir-hampir saja mereka tidak memahami ucapan?

Kata tanya (istifham) dalam ayat ini adalah istifham lit ta'jiib atau kata tanya yang mengandung ketakjuban/keheranan atas ketidakpahaman/keacuhan/kecuekan mereka terhadap firman-firman Tuhan.