Selasa, 06 Juli 2010

Menyikapi Kebaikan dan Keburukan

Cibubur, Jum'at, 25 Juni 2010

Menyikapi Kebaikan dan Keburukan

(TJ: 82/ An Nisa: 78)

Oleh: Mohamad Istihori

Lanjutan Surat An Nisa ayat 78:

"...Wa in tushibhum hasanatuy yaquuluu haadzihi min ingdillaah. Wa ingtushibhum sayyiatuy yaquluu haadzihi min ingdika. Qul kullum min ingdillaahi. Famaali haaulaail qoumi laa yakaaduuna yafqohuuna hadiitsaa."

Artinya:

"...Dan, apabila kebaikan itu (kesuburan dan kelapangan rezeki) menimpa orang-orang munafik, mereka berkata, 'Ini adalah dari Allah'. Namun apabila nasib jelek menimpa, mereka berkata,'Ini berasal darimu wahai Muhammad.'

Katakanlah wahai Muhammad, 'Sesungguhnya baik yang menguntungkan maupun yang mendatangkan kerugian, seluruhnya adalah berasal dari Allah.'

Maka hampir saja mereka tidak memahami ucapan." (An Nisa:78)

- Ayat ini masih menceritakan sifat jelek orang munafik/Yahudi. Kalau Yahudi mah sudah jelas musuh orang Islam. Yang susah itu adalah ketika kita menghadapi orang munafik. Karena mereka itu bagaikan musuh di dalam selimut.

- Bagaimanakah sikap orang munafik terhadap kebaikan dan kerugian yang menimpa mereka? Atau dengan kata lain, bagaimanakah orang munafik menyikapi keuntungan dan kerugian yang mereka dapatkan dalam kehidupan?

- Wa in tushibhum hasanatun.

Kata hasanatun mengandung dua makna:
1. Khoshobun: Kesuburan.
2. Wasi'atun: Kelapangan rezeki.

- Yaquuluu haadzihi min ingdillaah.

Orang munafik atau orang Yahudi itu suka melupakan hal yang menjadi penyebab mereka mendapat kebaikan dalam kehidupan. Padahal Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW agar mereka mengenal kebaikan.

Namun emang dasarnya kelakuan orang munafik itu kerap melupakan kebaikan Muhammad yang memberikan perubahan yang sangat signifikan terhadap kemajuan peradaban bangsa Arab ketika itu.

- Tapi begitu mereka mendapatkan keburukan barulah mereka berkata:

"Wa in tushibhum sayyiatuy yaquuluu haadzihi min ingdika."

Namun ketika nasib buruk menimpa, mereka berkata, "Ini gara-gara Muhammad. Dasar manusia pembawa sial!"

Itulah sikap mereka terhadap Muhammad, ketika mendapat keuntungan, melupakan jasa dan perjuangan Muhammad di dalam menyebarkan ajaran tauhid, namun ketika mendapatkan kerugian justru mereka nyalahin Muhammad.

- "Qul kullum min ingdillaah."

Kita harus berterima kasih kepada orang yang menyebabkan kita bisa mendapatkan kebaikan dan bersyukur kepada Allah. Sebagaimana Allah mengajarkan kepada Muhammad, Katakanlah wahai Muhammad sesungguhnya kebaikan dan keburukan, semuanya berasal dari Allah SWT.

Sebagai sebuah perumpamaan, ketika kita berhasil menyeberangi sungai dengan bantuan jembatan, maka sudah semestinyalah kita "berterima kasih" kepada jembatan dan bersyukur kepada orang yang telah membuat jembatan tersebut.

Begitu juga dengan kehadiran Muhammad yang sesungguhnya telah menghadirkan keberkahan tersendiri terhadap kemajuan peradaban masyarakat Mekah dan Madinah.

Atas jasa Muhammad mereka bisa mengenal Tuhan yang sebenarnya dan kehidupan mereka menjadi lebih damai dari sebelumnya.

Tapi emang dasarnya orang munafik yang benci dan iri kepada Muhammad, mereka membalikan fakta dengan mengatakan, "Haadzihi min ingdillah." "Sesungguhnya ini adalah berasal dari Allah, bukan atas perjuangan, jasa, dan pengorbanan Muhammad."

Padahal Imam Ali bin Abi Tholib (Karomallaahu Wajhahu) saja pernah berkata, "Ana 'abdunil ladzii 'allamanii walau kaana harfan." "Aku adalah hamba dari orang yang mengajarkan ilmu kepadaku walaupun hanya sebentar atau walaupun hanya satu huruf."

- Famaali haaulaail qoumi laa yakaaduuna yafqohuuna hadiitsaa.

Tapi nggak tahu deh, apakah mereka paham apa tidak terhadap ayat ini? Maka perkara apa bagi kaum munafik ini sehingga hampir-hampir saja mereka tidak memahami ucapan?

Kata tanya (istifham) dalam ayat ini adalah istifham lit ta'jiib atau kata tanya yang mengandung ketakjuban/keheranan atas ketidakpahaman/keacuhan/kecuekan mereka terhadap firman-firman Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar