Jumat, 15 Mei 2009

Musibah, Antara Objektivitas dan Subjektivitas

Jum'at, 150509

Musibah, Antara Objektivitas dan Subjektivitas

Oleh: Mohamad Istihori

Apakah kita merasa sudah menjadi mukmin (orang yang beriman) sedangkan Allah belum menguji?

Salah satu ujian yang Allah timpakan kepada kita adalah berupa musibah yang diturunkan untuk meningkatkan derajat keimanan kita dihadapan Allah SWT.

Secara objektif musibah adalah murni sebuah musibah. Namun ketika memasuki ruang subjektivitas, kita kerap mengklaim bahwa kita tidak sepantasnya mendapat musibah.

Padahal yang memutuskan apakah sebuah musibah pantas untuk kita dapatkan atau tidak hanya Allah SWT?

Ketika manusia tidak mampu menyikapi dengan tepat kenyataan pahit dalam hidupnya maka ia akan stres, menyalahkan orang lain, dendam, dan energi negatif lainnya akan mengalir dalam jiwa dan mentalnya.

Bagi mereka yang mampu menyikapi musibah dengan tepat maka dengan segala musibah yang ia terima seseorang akan semakin matang, dewasa, bijak, dan menjadi tambah imannya kepada Allah SWT.

Maka jangan heran kalau ada dua orang yang secara objektif ditimpakan oleh suatu musibah dengan kadar yang sama, namun karena secara subyektif setiap orang memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap suatu musibah maka orang pertama akan jatuh terpuruk atas musibah tersebut.

Sedangkan orang kedua, dengan musibah yang sama, menjadi pribadi yang lebih kuat dari sebelumnya. Menjadi mukmin sejati (orang yang semakin percaya bahwa apapun yang menimpa hidupnya, pasti ada hikmah di dalamnya).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar