Senin, 20 Mei 2013

Pengertian Menyerupai Orang Kafir



Sering kita jumpai di banyak kasus dengan mengatakan, bahwa amalan ini menyerupai orang kafir dan ini dan itu. Pengharaman amalan tersebut dengan mengikutsertakan Hadits Nabi salah satunya:

“Barang siapa yang menyerupai suatu Kaum, maka dia termasuk dari mereka.”

Namun sebagaimana hadits-hadits yang lain tidak serta merta secara dzahir dapat dijadikan sebuah dalil atas amalan dalam banyak kasus, sebab telah masyhur di kalangan Kaum Muslimin bahwa ayat maupun hadits itu bisa menjadi dalil setelah di tangan para ahlinya, inti daripada maksud ayat atau hadits harus dicari dan ditentukan tujuan dan maknanya.

Ulama seluruh dunia memang telah sepakat dengan keharaman menyerupai orang kafir, namun kita perlu tahu apa yang dimaksud menyerupai orang kafir?

Dalam dunia yang global seperti sekarang ini, di mana sebuah identitas telah berbaur, bahkan antara laki-laki dan perempuan sudah sangat tipis perbedaannya dalam hal penampilan, masih mungkinkah kita sebagai Ummat Islam untuk mempertahankan identitas asli baik dalam pakaian, logat, bahasa, makanan, kendaraan, tingkah laku dan lain-lain? Sementara yang di luar Islam juga berbaur dalam segala hal?

Agar tidak menimbulkan opini yang miring dan persepsi yang menyudutkan sebaiknya kita tahu menyerupai yang bagaimana yang dilarang dalam agama.

Kita lihat saja fatwa Syaikh Ibnu Utsaymin, yang pertama ini sengaja saya ambil untuk membuka mata pemikiran Salafi yang suka menuduh amalan tertentu dengan alasan “menyerupai orang kafir”, misalnya dalam hal sedekah mayyit dikatakan sebagai ajaran yang menyerupai ajarannya Ummat Hindu atau dalam kasus maulid yang dikatakan menyerupai natalannya Ummat Nasrani dan lain-lain.

Dalam Majmuu’ Duruus wa Fataawaa Al-Haraam Al-Makkiy oleh Syaikh Shalih bin ‘Utsaimain dikatakan:

التثبه بالكفار يكون في المظهر واللباس والمأكل وغير ذلك لأنه كلمة عامة،

“Tasyabbuh (menyerupai) terhadap orang-orang kafir bisa terjadi pada penampilan, pakaian, makanan dan yang lainnya; karena ia merupakan kata yang masih (bersifat) umum.

ومعناها أن يقوم الإنسان بشيء يختص به الكفار بحيث يدل من رآه أنه من الكفار. وهذا هو الضابط،

Maknanya adalah seseorang melakukan sesuatu yang menjadi ciri khas orang-orang kafir dimana itu ditunjukkan ketika ada orang lain melihatnya, maka orang tersebut menyangkanya sebagai orang kafir. Demikianlah persisnya.

أما إذا كان الشيء قد شاع بين المسلمين والكفار فإن التشبه يجوز، وإن كان أصله مأخوذا من الكفار ما لم يكن محرما لعينه

Namun jika ada sesuatu yang telah umum tersiar di kalangan kaum muslimin dan orang-orang kafir, maka tasyabbuh itu diperbolehkan; meskipun asal sesuatu itu terambil dari orang-orang kafir selama statusnya tidak haram.

Di sini sangat jelas jikapun sebuah perkara itu berasal dari orang kafir, namun telah masyhur di kalangan orang-orang muslim bahwa itu adalah kegiatan atau amalan Muslimin, maka hal itu diperbolehkan.

Cobalah untuk berlaku adil dalam menyikapi kebudayaan yang ada manfaatnya dengan kebudayaan yang dilarang. Adakah seorang Nasrani atau Muslimin, ketika ada acara Maulid digelar mereka menyangka bahwa kegiatan itu adalah acara natalan? Dan itulah kenapa Syaikh ‘Utsaimin melarang menghukumi haram atas amalan tertentu.

Baiklah untuk menguatkan pendapat di atas, sebagai ‘ulama yang mungkin saja bisa salah, kita lihat saja komentar ‘ulama yang lain, yaitu terdapat dalam Kitab Fathulbari oleh Imam Ibnu Hajar al-’Atsqolani 6/521 cet Beirut Dal al Fikr:

قال الشيخ أبو محمد ابن أبي حمزة نفع الله به ما ملخصه: اللقظ الزجر غن التشبه في كل شيئ

“Kesimpulan dari pendapat Syaikh Abu Muhammad Ibnu Abi Hamzah adalah: Pengertian dzahir dari lafadl (hadits tersebut) adalah mencegah dari menyerupai dalam segala hal.

لكنعرف من الأدلة الأخرى أت المراد التشبه قي الزي وبعض الصفات ونحوها لاالتشبه فب أمور الخير

Namun yang dipahami dari dalil-dalil lain, yang dimaksud adalah menyerupai dalam atribut, sebagian sifat-sifat orang kafir dan semisalnya. Bukan menyerupai dalam hal kebaikan.”

Sementara dalam Bughyah al Mustarsydin oleh Abdurrahman Ba’alawi (Mesir: Musthafa al Halabi, 1371H/1952M) hal 248:

(
مسألة ي) حاصل ما ذكره العلماء في التزي بزي الكفار أنه إما أن يتزيى بزيهم ميلا ا إلى دينهم وقاصدا التشبهبهم قي شعار الكفار أو يمشي معهم ‘لى متعبداتهم فيكفر بذالك بهما

“Kesimpulan dari pernyataan para ulama tentang memakai atribut orang-orang kafir adalah jika dalam memakai atribut itu karena rasa suka kepada Agama mereka dan bertujuan untuk bisa serupa dengan mereka dalam syi’ar-syi’ar kafir atau agar bisa berpergian bersama mereka ke tempat-tempat peribadatan mereka, maka dalam dua hal tersebut orang itu menjadi kafir,

وإما أن لايقصد كذالك بل يقصد التشبه بهم في شعاى العيد أو التوصل إلى معاملة جائزة معهم فيأثم وإما أن يتفق له من غير قصد فيكره كشد الرداء في الصلاة

Namun jika tidak punya tujuan seperti itu, yakni hanya sekedar bisa menyerupai mereka dalam syi’ar-syi’ar hari raya atau sebagai media agar bisa bermuamalah/berhubungan dengan mereka dalam hal-hal yang diperkenankan, maka ia hanya berdosa atau ia secara kebetulan memakai atribut orang kafir tanpa bertujuan apapun, maka hukumnya makruh seperti mengikat selendang dalam sholat.”

Demikianlah sekelumit komentar dari para ahli dalam masalah menyerupai orang kafir di atas. Jadi yang dimaksud menyerupai orang kafir itu ialah seperti memakai pakaian yang menjadi ciri khas untuk golongan itu sendiri, sekalipun pakaian atribut jelek seperti memakai lencana salaib (+) dan berpakaian yang menunjukkan bahwa itu bukan pakaian Orang Islam, juga seperti menutup toko pada Hari Ahad dan lain sebagainya. Entahlah jika logo “Illuminaty” sama dengan logo Polisi Syari’ah Arab Saudi itu dikatakan tasyabbuh apa tidak?

Pada intinya sesungguhnya yang dilarang adalah menyerupai dalam pakaian atau atribut, bukan dalam hal yang baik. Jikapun ketika menghukumi amalan-amalan orang lain dengan bid’ah, sebaiknya juga ditinjau dari Pengertian Bid’ah menurut Empat Imam Madzhab, agar dalam beragama tidak hanya berdasarkan dugaan pribadinya saja.

Salam Warkop

Sumber: http://warkopmbahlalar.com/2185/pengertian-menyerupai-orang-kafir/, Kamis, 20 Oktober 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar