Selasa, 16 Februari 2010

Derita Kaum Saba

Cibubur, Jum'at, 29 Januari 2009

Saba (34): 19

Derita Kaum Saba

Oleh: Mohamad Istihori

Faqooluu robbanaa baa'id baina asfaarinaa wa dzolamuu anfusahum faja'alnaahum ahaadiitsa wa mazzaqnaahum kulla mumazzaq. Inna fii dzaalika la-aayaatil likulli shobbaarin syakuur. (Saba: 19).

Faqooluu robbanaa baa'id=> "Maka para penduduk Saba berkata, "Wahai Robb kami jauhkanlah..."

Asfaarinaa=> "...Jarak perjalanan kami."

Penduduk Saba sangat mengharapkan agar perjalanan dagang mereka, dari Saba (Yaman) ke Syam (Suriah) itu menempuh perjalanan yang jauh.

"Loh mengapa demikian? Mengapa Kaum Saba memilih dan sangat berharap kepada Allah agar Allah menjadikan jarak antara Saba (Yaman) dengan Syam (Suriah) jauh?"

Hal ini dikarenakan, kan kalau orang hendak pergi jauh untuk berdagang mereka akan membutuhkan banyak bekal dan membutuhkan banyak persediaan air.

Kalau para pedagang ini membutuhkan perbekalan, air, atau penginapan maka mereka bisa membuka toko atau warung yang menyediakan kebutuhan para pedagang dan bisa juga membuka penginapan.

Hal ini tentu saja akan menjadi lahan pekerjaan dan secara tidak langsung bisa menambah kesejahteraan para penduduk mereka sendiri.

Itulah sebabnya mereka sangat berharap agar perjalanan antara Saba dengan Syam bisa menempuh perjalanan sejauh mungkin. Bukan dekat.

Dan, mereka juga tahu karena sepanjang perjalanan niaga (Saba-Syam) ini sangat aman. Sehingga sangat memungkinkan bagi mereka untuk membuka usaha rumah makan atau penginapan.

Wa dzolamuu anfusahum=> Dan, limpahan SDA dan perekonomian yang melaju sangat pesat itu tidak mampu mereka sikapi dengan tepat, maka semua rezeki itu membuat mereka berbuat zalim dan aniaya terhadap diri mereka sendiri.

Apakah yang dimaksud dengan zalim? Zalim adalah wadh'u syai-in fii ghori mahallihi (meletakkan sesuatu yang tidak pada tempatnya).

Aturankan kalau mereka diberikan nikmat melimpah mereka bersyukur. Eh ini mah bukannya bersyukur malah kufur. Itu namanya menganiaya diri sendiri. Disebabkan mereka tidak mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya.

Lawan kata zalim adalah adil. Adil adalah wadh'u syai-in fii mahallihi (meletakkan sesuatu pada tempatnya).

Faja'alnaahum ahaadiits=> Maka kami jadikan mereka ahadiits atau bahan omongan, buah bibir, buah mulut, dan ejekan orang-orang setelah mereka.

Dari kata ahaadiits ini kita bisa mendapatkan beberapa pelajaran. Pertama, kata ahaadiits menunjukkan bahwa kelakuan mereka hanya menjadi bahan pembicaraan orang-orang setelah mereka.

Tepatnya setelah peradaban kaum Saba dihancurkan dengan jebolnya bendungan yang menghancurkan dan menenggelamkan kebun-kebun dan harta benda mereka.

Jadi tak ada satu orang pun saat itu yang berani untuk membicarakan kekufuran Kaum Saba. Apalagi untuk merubah, membicarakan saja mereka tidak berani.

Ini adalah kekufuran kolektif. Tidak ada satu orang pun yang berinisiatif mengubah keadaan mereka yang kufur.

Maka oleh karena itulah...wa mazzaqnaahum kulla mumazzaq...Dan kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya.

Inna fii dzaalika...Sesungguhnya pada yang demikian itu.

La-aayaatin...Sungguh terdapat ayat atau pelajaran.

Likulli shobbaarin...Pertama, (yang bisa mengambil pelajaran itu) adalah bagi orang yang sabar.

Syakuur...Kedua, orang yang bisa mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut adalah orang yang bersyukur.

Dari ayat la-aayaatin, bisa kita ketahui bahwa Allah memberikan ayat atau bisa juga kita sebut sebagai firman Allah.

Maka ayat/firman Allah adalah ada tiga: 1. Manusia dan segala perilakunya. 2. Alam dan semua gejalanya. Dan, 3. Al Quran dan Hadits.

Kejadian yang menimpa Kaum Saba adalah firman Allah berupa manusia dan alam. Dan, orang yang bisa mengambil pelajaran dari firman Allah tersebut adalah pertama orang-orang yang sabar (shobbaar).

Rosulullah saw bersabda, ash shobru 'inda shodmatil uwlaa, "Sabar itu terletak pada peristiwa yang pertama."

Kalau suatu hari, kaki kita terinjak orang lain, baik sengaja atau tidak, terus kita marah terhadap orang tersebut. Lalu ada orang yang mengingatkan kita, "Sabar pak! Sabar!" Lalu kita sabar.

Itu mah bukan sabar atau belum termasuk sabar. Karena sabar itu 'inda shodmatil uwlaa, saat peristiwa pertama menimpa kita. Bukan setelah itu atau bukan setelah ada orang yang mengingatkan dan menasehatkan kita agar bersabar.

Saat Rosulullah berkunjung ke Thoif, beliau dilempari batu hingga keningnya berdarah dan dilempari kotoran unta. Tindakan apa yang pertama kali dilakukan beliau? Apakah Rosulullah marah?

Apakah beliau mengabulkan permintaan Malaikat Jibril yang sakit hati melihat Rosul dilempari batu dan kotoran unta sehingga ia hendak membalikkan tanah Kota Thoif?

Tidak! Yang pertama kali dilakukan Rosul adalah justru mendo'akan mereka dengan do'a: Allahummahdii qoumin fainnahum laa ya'lamuun.

Ya Allah berilah mereka (penduduk/kaum Thoif) ini hidayah-Mu atau petunjuk-Mu. Mereka melakukan ini kepada aku semata-mata karena mereka tidak mengetahui.

Oleh karena itu, kalau kita memang mau mengambil pelajaran dari peristiwa Kaum Saba ini maka bersabarlah.

Karena hanya dengan sabarlah satu persatu dan sedikit demi sedikit, peristiwa yang terjadi kita akan mendapatkan hikmah, pelajaran, atau ayat dari semua peristiwa.

Baik peristiwa yang langsung menimpa kita atau peristiwa-peristiwa yang dialami umat sebelum kita.

Syarat kedua dari orang yang bisa mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah adalah orang-orang yang bersyukur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar