Jumat, 06 Maret 2009

Wilayah Privat dan Wilayah Publik

Jumat, 060309

Wilayah Privat dan Wilayah Publik

Kapan kita harus egois? Kapan kita harus toleransi? Egois itu wilayah pribadi kita yang orang lain tidak kita perkenankan masuk ke dalamnya. Kecuali bagi orang-orang tertentu saja yang kita izinkan.

Sedangkan toleransi adalah wilayah diri kita yang kita perkenankan bagi publik untuk mengetahuinya. Jadi ia wilayah sosial.

Orang harus bisa menempatkan kapan harus egois dan kapan harus toleran. Kita juga harus menegaskan siapa saja yang boleh memasuki wilayah ego kita dan siapa yang tidak boleh.

Ego itu wilayah privat kita. Dan, toleran itu wilayah publik. Kalau ada orang yang sudah dianggap "public figure" maka dia harus siap wilayah privat kita dikonsumsi oleh publik.

Namanya juga "public figure". Ya kalau wilayah privasimu tidak mau dimasuki oleh banyak orang jadi orang biasa saja.

Bukan berarti "public figure" tidak boleh memiliki wilayah privat. Hanya saja dia harus memiliki kelapangan hati bahwa wilayah privatnya sedikit-banyak akan diketahui oleh publik atau masyarakat umum.

Seorang artis atau tokoh masyarakat misalnya, ia tidak bisa seenaknya berkata ini masalah pribadi saya. Karena ketika ia sudah diklaim sebagai seorang artis atau tokoh masyarakat maka secara tidak langsung ia harus mempersiapkan diri bahwa wilayah privatnya akan dimasuki banyak orang.

Jadi jangan seenaknya berkata, "Sorry, no comments." Komentar seperti itu hanya menggambarkan bahwa dia tidak mengenal dirinya sendiri, sehingga tidak mampu mempertanggungjawabkan pilihan pribadinya di hadapan publik.

"Publik figure" harus mampu memberikan penjelasan atas langkah-langkah pribadinya di hadapan publik. Karena mau tidak mau langkah-langkahnya dilihat orang, ditiru orang, bahkan diteladani orang.

Rabu, 04 Maret 2009

Sinetron Kehidupan

Kamis, 050309

Sinetron Kehidupan

"Ngapain sih orang-orang pada getol banget nonton sinetron dan film? Buang-buang waktu aja. Emang nggak ada apa kerjaan lain yang lebih penting daripada menghabiskan waktu di depan TV berjam-jam lamanya?" ujar Stenly membuka pembicaraan.

"Bukankah ceritanya gitu-gitu aja? Bukankah yang disajikan hanya mimpi-mimpi yang sangat jauh dari realita masyarakat Indonesia yang sesungguhnya?" cerocosnya tanpa henti.

"Tapi ada kok satu-dua film dan sinetron karya anak bangsa yang bagus. Yang memberikan motivasi, yang berdedikasi tinggi, yang patut dijadikan pelajaran dan diambil hikmahnya." ungkap saya.

"Film dan sinetron apa saja tuh?" Stanley penasaran.

"Saya rasa masyarakat kita sekarang sudah lebih memiliki akses informasi, kecerdasan, dan kebersihan hati untuk menentukan mana film dan sinetron yang pantas ditonton dan mana yang tidak.

"Nggak perlu lagi lah mereka dilarang-larang dan disuruh-suruh mereka kan bukan anak kecil apalagi budak. Mereka kan sudah dewasa dan berpikiran jauh ke depan."

"Mengapa kita tidak sadar bahwa tiap episode dan babak dalam kehidupan nyata kita itu juga merupakan sebuah alur cerita yang sejak semula sudah disusun, ditata, dan dituliskan dengan rapi oleh Sang Sutradara yaitu Allah SWT."

"Mengapa kita tidak ciptakan saja cerita tentang kita sendiri dalam naskah yang kita catat sehari-hari dalam diary? Bukankah itu lebih mengena, mendalam, dan lebih bisa kita hayati serta apresiasi?"

"Aduh capek!" ujar yang lain.

"Males nulisnya!" ujar yang lainnya.

"Iya kita memang sudah sangat terbiasa dengan sesuatu yang instan, bermimpi, dan melamun yang enak-enak. Tanpa mau bersusah payah dan bercapek-capek menyusun, menuliskan, mengumpulkan, apalagi sampai mengambil kesimpulan tentang kehidupan yang kita jalani."

Anugerah Allah Itu Bernama Penyakit

Rabu, 040309

Anugerah Allah Itu Bernama Penyakit

"Robbana maa kholaqta haadza baatila subhaanaka faqinaa adzaab bannaar".

Ya Allah tidak ada satu pun dan segala apa pun di dunia ini yang merupakan ciptaan-Mu adalah sia-sia. Maka kami semua, ya Allah, berlindung dari adzab api neraka.

Banyak orang menyalahkan Allah ketika mereka diberi penyakit. Orang menganggap orang yang terserang suatu penyakit harus dijauhi. Padahal mereka harus tetap kita temani sampai mereka benar-benar sembuh.

"Sakit kok disyukuri? Pola pikir macam apa itu?"

Loh barangkali saja dengan penyakit yang sekarang kita derita, kita malah menjadi lebih dekat dengan Allah ketimbang orang-orang yang selama ini diberikan kesehatan.

Sebagaimana orang miskin yang lebih kuat menghadapi kehidupan daripada orang kaya misalnya. Meski pun tidak semua orang miskin kuat menjalani derita kehidupan.

Karena barang kali kehidupan sebagai orang kaya lebih membawa derita dari pada hidup sebagai orang miskin. Dan, banyak juga orang kaya yang kuat menghadapi penderitaan hidup.

Dengan menderita suatu penyakit kita dilatih untuk sabar melewati tahap-tahap penyembuhan sampai kita benar-benar dinyatakan sembuh total oleh ahlinya.

Kalau sembuh maka kita akan bersyukur. Dan, kalau pun penyakit tersebut tidak bisa kita sembuhkan sampai meninggal dunia, kita tinggal pasrah saja pada Allah SWT. Asalkan kita telah semaksimal mungkin berobat.

"Iya ngomong mah gampang banget. Tapi coba kalau lu yang berada di pihak yang sakit, apa lu bisa mengambil sikap seperti itu?"

Saya sendiri tidak tahu apakah saya bisa. Tapi yang pasti saya akan belajar untuk mengambil langkah setepat mungkin seandainya saya berada di posisi itu.

Manusia hanya berobat. Allah-lah yang menyembuhkan. Ponari, dokter, atau siapapun hanya bisa mengobati. Tapi perkenan sembuh atau tidak sepenuhnya berada di tangan Allah SWT.

Selasa, 03 Maret 2009

Harapan

Kamis, 190209

Harapan

Selama masih ada harapan dalam jiwa maka manusia akan tetap memiliki motivasi untuk menjalani kehidupan ini. Hanya manusia yang telah benar-benar putus asalah yang tidak lagi memiliki harapan dalam jiwanya.

Dengan harapan manusia akan terus-menerus meningkatkan kualitas dan kuantitas dirinya atau dengan kata lain agar menjadi lebih baik dari hari sebelumnya.

Nabi Muhammad saw telah bersabda bahwasanya manusia itu terbagi menjadi tiga golongan:
Pertama: Orang celaka
Kedua: Orang rugi, dan
Ketiga: Orang beruntung

Pertama adalah orang yang celaka. Orang yang celaka yaitu orang yang hari ini lebih buruk daripada hari yang kemarin.

Kedua orang yang rugi. Adalah orang yang hari ini sama saja dengan hari kemarin. Nggak ada perubahan. Hidupnya stag di situ-situ saja. Kasur, sumur, dapur. Tidur, mandi, makan. Lu lagi lu lagi.

"Masih kayak gitu lagi, kayak gitu lagi. Kapan majunya sih?"

Dan, ketiga orang beruntung. Merupakan perwujudan dari orang yang hari ini lebih baik dari hari kemarin.

Hanya dengan senantiasa dan terus-menerus berusaha, belajar, dan berdoalah manusia akan beruntung, hari kita menjadi lebih baik lagi dari hari kemarin.

Ada yang mau jadi orang yang rugi apalagi celaka di sini? Pasti tidak akan ada yang mau.

Ada yang mau menjadi orang yang beruntung? Pasti semua mau.

Oleh karena itu marilah kita terus mengi'tikadkan dalam hati dan melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Jangan hanya mau di mulut. Tapi usaha tidak mau. Itu sama saja tong kosong nyaring bunyinya.

Marilah kita pompa terus diri kita dengan segala macam harapan yang positif agar terlahir energi yang positif. Karena dengan harapan dan energi yang selalu positif inilah akan lahir gerakan-gerakan yang positif dalam hidup kita.

Jangan sampai kita hilang harapan, sehingga lahir energi-energi negatif yang membuat gerak dan langkah kita menjadi negatif juga.

Hitungan Materil dan Moril

Rabu, 250209

Hitungan Materil dan Moril

Dalam memahami hubungan antar manusia baik itu relationship, persahabatan, atau suami-istri, dan umumnya semua hubungan yang dilakukan umat manusia sampai tingkat global-internasional berlaku hitungan materil dan moril.

Ilustrasi kedua hubungan tersebut adalah: secara hitungan materil kalau kita punya ongkos hanya untuk naik bus non AC maka jangan memaksakan diri untuk naik bus AC. Karena secara perhitungan materil kita pasti akan diturunkan oleh kenek atau supir di tengah jalan karena ongkos kita kurang.

Kecuali supir atau kenek memiliki perhitungan moril maka meski ongkos kita kurang maka kita akan tetap diperbolehkan naik bus sampai tujuan. Misalnya karena kita sudah saling mengenal dengan akrab dan alasan moril lainnya yang membuat kita diperbolehkan naik bus AC mereka meski kurang ongkos.

Malah hitungan moril kerap mengalahkan hitungan materil. Sehingga kenek berkata pada kita, "Udah nggak usah bayar!"

Dalam hubungan suami-istri pun harus pandai-pandai menempatkan sikap, kapan harus memakai hitungan materil dan kapan harus menggunakan hitungan moril.

Rumah tangga yang dibangun hanya berdasarkan hitungan materil tanpa ada hitungan moril di dalamnya, tinggal menunggu waktu hancurnya saja. Pun rumah tangga yang hanya berdasarkan hitungan moril tanpa ada hitungan materil hanya akan meninggalkan generasi yang lemah dan tak berdaya menghadapi perubahan zamannya.

Hitungan materil adalah alat menuju hitungan moril. Kita sebut saja satu contoh: hitungan materil itu harta benda dan hitungan moril adalah kebenaran.

Harta apa saja yang kita miliki di dunia, itu hanyalah salah satu alat atau sarana bagi kita untuk mencapai kebenaran. Yang menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat kita sekarang adalah menjadikan sarana kehidupan berupa harta benda sebagai tujuan hidup.

Sedangkan usaha mencapai hakikat kebenaran bagi kita hanyalah sebuah mimpi dan angan-angan belaka dalam kehidupan. Maka mencapai kebenaran tidak lagi menjadi cita-cita hidup kita. Karena sekarang kita sudah memiliki tujuan hidup yang bagi kita harus lebih diutamakan, yaitu menjadi kaya.

Mencerna Kitab Kuning

Selasa, 240209

Mencerna Kitab Kuning

Memang dibutuhkan proses yang panjang untuk memahami suatu kitab secara utuh. Hal ini dikarenakan diperlukan beberapa tahap untuk mencerna, memahami, dan mengamalkan konsep-konsep yang kita dapat secara utuh dalam kehidupan sehari-hari.

Tahap pertama tentu saja adalah "ngelogat". Mengartikan kitab per kata ke dalam bahasa lokal. Kedua membaca kembali sambil mengulang penjelasan yang telah diberikan Pak Ustadz.

Ketiga mencerna, menafsir, dan memahami hasil bacaan. Dan, ketiga mengamalkan penafsiran dalam kenyataan.

Keinginan dan Kebutuhan

Senin, 020309

Keinginan dan Kebutuhan

Ketika kebutuhan melebihi batasannya sebagai sebuah pemenuhan maka dia akan berubah menjadi keinginan. Manusia yang mengejar kebutuhan adalah manusia wajar. Tapi manusia yang mengejar keinginan adalah budak dari setan. Ia bagai meminum air laut.

Allah saja memberi hanya pada apa yang memang sudah menjadi kebutuhan manusia. Bukan terutama pada keinginan mereka. Manusia yang tidak puas dengan pemenuhan kebutuhan maka mereka akan cenderung hidup melewati batas-batas kemanusiaan.

Maka jangan heran karena hanya untuk memenuhi keinginannya manusia tega menyakiti sesama, membunuh, merampok, memaksakan kehendak, mengingkari janji, korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta berbagai macam bentuk kebobrokan produk sejarah masa kini.

Selama manusia tidak sungguh-sungguh untuk belajar mengendalikan hawa nafsunya maka kita tidak akan pernah bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan.

Hidup yang memenuhi kebutuhan bukan berati hidup pas-pasan apalagi hidup dalam kekurangan. Pas, lebih, atau kurang itu ukuran yang sangat relatif. Bagi saya pas bagi orang lain mungkin lebih, mungkin kurang.

Selama ini kita sudah di mindset secara tidak sadar oleh suatu sistem yang berencana untuk menghancurkan bangsa ini melalui budaya dan ekonomi konsumerisme. Yang dihidangkan dengan sangat canggih di "meja makan kehidupan" sehari-hari kita cuma garam. Tidak ada gula, sambel, bawang goreng, kerupuk, dan lain-lain.

Sehingga kita terpaksa mengikuti pandangan yang salah dan keliru mengenai apa saja yang sebenarnya menjadi kebutuhan dan apa saja yang sebetulnya hanya keinginan belaka.

Maka kita mementingkan yang skunder dan meremehkan yang primer. Yang prinsipil diacuhkan. Sedangkan yang tidak penting dibela mati-matian. Masyarakat yang memiliki pandangan demikian bersiaplah menghadapi kehancuran sebelum memasuki masa pergantian pemimpinnya yang baru.