Senin, 24 Desember 2012

Kultwit “Emha Kembali ke Rumah Pertobatan”


By: @Moh_Istihori

1. Emha Kembali ke Rumah Pertobatan. 28 Juni 1991. Bernas. #CN @rieke_diah @MHAinunNajib @sudjiwotedjo @omanrek @caknundotcom @msnun

2. Sudah lama saya merindukan suasana kesenian, setelah cukup lama berkubang dalam persoalan sosial, politik, dan agama. #CN @kiaikanjeng

3. Jiwa saya letih. Saya ingin kembali merebut diri. #CN @infosenijogja @maiyahan @kenduricinta @FahmiAgustian @PatubMbel @radiobuku

4. Kalau saya berhitung soal honor, pasti saya menolak. Saya sangat paham FKY bertujuan utk apresiasi, bukan komersialisasi seni. #CN

5. Tetapi sekarang ini yang saya protes adl diri saya sendiri, dosa-dosa saya sangat membuat saya malu. #CN @SMarrifa @yunant_satriani

6. Saya sedang serius bertobat. Umur saya—waktu itu—hampir 40 tahun, ini semesteran terakhir saya untuk memperbaiki diri. #CN @Geldinn

7.Kesenian yg ingin menjauhi politik sesungguhnya merupakan kesenian yg berpolitik. Yakni kesenian yg mendukung dominasi politik yg ada. #CN

8. Sekarang ini kita tidak dapat terbebas dari politik. Lha wong harga Lombok saja merupakan hasil keputusan politik. #CN @eggarusyda

9. Penyair itu pasti tidak paham ttg konteks karya dg dunia yg diselaminya. #CN @ulyaamaliya @desimarch @di_widi @om_tegas @caesarkusuma

10. Saya tak pernah mempersoalkan eksistensi. Tapi esensi. Esensi dpt mewujud apa saja. #CN @fikar_nash @okaholic @padhangmbulan @RuddeMKha

11. Saya kembali berpuisi krn saya ingin mengabadikan berbagai esensi hdp yg saya cari selama ini. #CN @firdausyalif @fita_zufita @santosun1

12. Selasai dan salam #maiyah... @akhmadrijal @elfinjru @yellohelle @mmahharr @galihkk @gentinapratamav @deddyadyh @erzhajpz @prabuvathur

Pendidikan Karakter atau Pendidikan Moral?



Sabtu malam, 22 Desember 2012, Cak Nun dan Kiaikanjeng beserta Ibu Novia Kolopaking memenuhi undangan bermaiyahan di SMAN 1 Yogyakarta dalam rangka lustrum ke-11 SMA yang popular dengan sebutan SMA Teladan ini. Dalam sambutannya, Kepala Sekolah menyampaikan bahwa komitmen SMA 1 adalah melakukan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat melalui pendidikan dengan semangat nasionalisme, kedisiplinan, dan tanggung jawab. Karena itulah, dalam Maiyahan Lustrum ini, tak hanya siswa yang datang, melainkan juga masyarakat sekitar diundang.

Menyinggung soal komitmen pelayanan itu, Cak Nun menanggapi bahwa itu berarti sekolah ini telah meletakkan prinsip kesalehan (yaitu pelayanan kepada masyarakat) ke dalam pengembanan amanah menjalankan proses belajar-mengajar di sekolah ini. Cak Nun mengingatkan bahwa dalam bahasa Inggris melayani itu adalah “serve”, lalu beliau menanyakan kalau dalam bahasa Arabnya apa. Sunyi, tak ada yang menyahut. Kemudian Cak Nun menegaskan bahwa pelayanan itu dalam bahasa Arabnya adalah “ibadah. Abid atau abd berarti pelayan. Abdullah adalah pelayan Allah. “Selama ini istilah pelayanan dan abiid atau abd seolah-olah tak ada hubungannya.

Lebih jauh Cak Nun mengajak semua hadirin berpikir. “Kalau kita sudah berjanji akan mengabdi hanya kepada Allah (Iyyaka Na’budu), apakah itu berarti kita tidak boleh mengabdi kepada yang selain Allah, apakah kita boleh mengangkat tangan untuk hormat bendera?” Tanya Cak Nun. Sengaja beliau bertanya demikian karena belakang banyak orang yang dengan mudah menyesatkan atau memusyrikkan penghormatan yang bukan kepada Allah. Beberapa perwakilan siswa yang sudah berada di atas panggung diajak untuk menjawab pertanyaan ini. Di antaranya dijawab ‘boleh’ asal tidak menomorsatukan yang selain Allah. Yang lainnya lagi menjawab ‘boleh’ dan tergantung niatnya pula.

Monolog Cak Nun Kodok Ketawa Memandang Pacar


By @SudjiwoTedjo

924 view

1. Namaku Ani. Ani Sujiwo Tejo. Kebayaku suka dan duka. Korsetku puasa dari rasa minder. Yang kujunjung tinggi adalah sanggulku #Monolog
sudjiwotedjo 5 days ago

2. Sbg Ani dgn gincu lbh merah dr benderamu, sudah tentu aku kenal Bang Rhoma dan Jalur Pantura. Tp tangisku lbh dekat dgn blues #monolog
sudjiwotedjo 5 days ago

3. Telah kusanggul rambutku dgn ranggas cemara desember, sejak Ratu Kalinyamat tapa telanjang pada puncak dendammu .. #monolog
sudjiwotedjo 5 days ago

Mau aku twitkan apa itu "urakan" versi Cak Nun? (Tp mudah2an Cak Nun gak ke Ge Eran pikirannya aku share buat kalian..heuheuheu)
sudjiwotedjo 5 days ago

Jadilah Juara Atas Hidupmu Sendiri


(Reportase Macapat Syafa'at 17 Desember 2012, Kasihan, Bantul, Yogyakarta)

“Lebih beruntung mana antara orang yang diberi ilmu atau orang yang mencari ilmu?“. Pertanyaan ini dikemukakan oleh Cak Nun ketika membuka acara rutin bulanan Macapat Syafa’at di kompleks TKIT Al-Hamdulillah, Kasihan, Bantul, Jogjakarta pada 17 Desember 2012 yang lalu. Kemudian Cak Nun melanjutkan, “di Macapat Syafa’at ini, bagaimana  prosentase antara yang “diberi’ ilmu dan “mencari” ilmu? Anda harus menghitung itu agar nanti bisa mengerti bahwa spirit Maiyah di manapun berada adalah mencari ilmu. Kalau tidak begitu, ya sudah…selesai.”.

Mencari ilmu adalah sebuah kesadaran dan kemauan untuk secara aktif melakukan pencarian dan penelusuran seluas-luasnya atas sebuah fenomena, kejadian, peristiwa dan sebagainya sehingga menumbuhkan pengertian yang utuh dan integrated. Cak Nun kemudian mencontohkan, “ kalau anda melihat rokok, apa yang kemudian akan anda ingat? asap…apalagi? Tembakau, petani, pabrik rokok, pajak, korupsi, kesejahteraan rakyat, fatwa MUI dan sebagainya. Nah, kalau anda mencermati segala hal, akhirnya anda akan “melihat” Allah.

Paralel dengan hal mencari ilmu, Cak Nun melihat banyaknya orang yang berfikir dangkal itu karena memang mereka tidak terlatih untuk berfikir. “ Di Maiyah ini, kita bisa mendapat bahan-bahan dasar agar punya mekanisme berfikir yang baik. Orang kalau malas berfikir maka tanda-tanda kemanusiaannya akan semakin surut”, demikian Cak Nun menjelaskan.

Gundul Pacul, Fooling Around, Cengengesan


Oleh Muhammad Ainun Nadjib

Dari Buletin Mocopat Syafaat (24 Desember 2012)

Siapa tahu ada manfaatnya kisah tentang Gundul Pacul ini bagi Anda. Ketika grup musik KK (Kiai Kanjeng, red) pentas keliling lima kota Mesir — Cairo, Alexandria, El-Fayoum, Tanta dan Ismailia — nomer-nomer lagu Ummi Kultsum  panitia mempersoalkan kenapa saya tidak selalu tampil pentas, padahal nama saya sudah terlanjur diumumkan di setiap pemberitaan, spanduk dan katalog, terbata-bata saya menjawab: “Karena saya lebih lancar berbicara bahasa Inggris dibanding bahasa Arab”. Dan ketika KK pentas di Australia, Melbourne, Canberra, Sydney dan Adelaide, pertanyaan yang sama nongol lagi dan saya menjawab: karena saya lebih lancar berbahasa Arab dibanding bahasa Inggris”.

Sebagai penganggur saya sering dolan ke toko komputer atau mobile-phone (HP) untuk iseng-iseng belajar ikut nyervis. Itu kebiasaan saya sudah hampir 20 tahun. Selama berada di tempat servis itu saya berkata atau setidaknya saya ciptakan kesan kepada setiap teman di sana dan diam-diam kepada diri saya sendiri : “Saya sangat sibuk, acara saya sangat padat dan semua urusan besar, sehingga kalau ada luang waktu saya pergi ke sini agar hidup saya ada variasi. Juga tak baik selalu mengurusi masalah nasional, ada segarnya jika diselingi mengurusi masalah lokal”. Nanti kalau saya sudah berada di rumah, saya tipu diri saya sendiri dengan memaksanya percaya bahwa: “Hari ini saya sudah sangat sibuk melakukan kegiatan yang kelihatannya kecil dan remeh, namun sesungguhnya itu fenomenologis, avant gard dan sekian langkah lebih kontemporer dibanding kebanyakan orang. Wakil Presiden atau anggota DPR saja kesana kemari bawa communicator tapi ngertinya paling pol cuma menelpon, kirim SMS dan menggunakan Word”. Saya adalah penghuni utama era peradaban informasi dan komunikasi. Saya rekannya Bill Gate dan komunitas perkebunan Nokia”.

Emha Kembali ke Rumah Pertobatan

28 Juni 1991. Kusimpan 21 tahun dlm almari arsip, kliping Bernas ini memberitakan “Emha Kembali ke Rumah Pertobatan”. Isinya saya sarikan sebagai kontemplasi & refleksi bersama jelang songsong 2013:

(1)
Jika Emha Ainun Nadjib membacakan puisi-puisinya di Gedung Purna Budaya, sesungguhnya itu merupakan langkah Emha untuk kembali ke “rumahnya”, yakni jagat sastra, khususnya puisi. “Sudah lama saya merindukan suasana kesenian, setelah cukup lama berkubang dalam persoalan sosial, politik, dan agama. Jiwa saya letih. Saya ingin kembali merebut diri”, ujar Emha. Kesanggupan Emha untuk berkiprah dalam Baca Puisi 21 Penyair Yogya FKY III lebih didorong utk “upacara” dg para penyair Yogyakarta. “Kalau saya berhitung soal honor, pasti saya menolak. Saya sangat paham FKY bertujuan utk apresiasi, bukan komersialisasi seni.”

(2)
“Tetapi sekarang ini yang saya protes adl diri saya sendiri, dosa-dosa saya sangat membuat saya malu. Saya sedang serius bertobat. Umur saya—waktu itu—hampir 40 tahun, ini semesteran terakhir saya untuk memperbaiki diri”. Bagi Emha, kesenian tidak ada yg bebas dari politik. Kesenian sesungguhnya lahir dari keputusan politik penyairnya. “Kesenian yg ingin menjauhi politik sesungguhnya merupakan kesenian yg berpolitik. Yakni kesenian yg mendukung dominasi politik yang ada. Sekarang ini kita tidak dapat terbebas dari politik. Lha wong harga Lombok saja merupakan hasil keputusan politik.”

(3)
Emha pernah mengkritik para penyair muda Yogya yg hidupnya melarat tapi berpuisi ttg anggur dan rembulan. “Penyair itu pasti tidak paham ttg konteks karya dg dunia yg diselaminya”. Jika Emha kembali berpuisi, tentu bukan karena ingin mengembalikan eksistensi kepenyairannya. “Saya tak pernah mempersoalkan eksistensi. Tapi esensi. Esensi dpt mewujud apa saja. Saya kembali berpuisi krn saya ingin mengabadikan berbagai esensi hidup yg saya cari selama ini."

Rabu, 19 Desember 2012

Mengembalikan Akhirat Sebagai Makanan Utama, Dunia Sekedar Lauknya

(catatan PadhangMbulan Nopember 2012)

Oleh Buletin Maiyah Jatim pada 19 Desember 2012 pukul 11:12 ·

Selepas Maghrib, suasana di kompleks makam Sentono Arum sudah mulai ramai berdatangan warga dan Jamaah PadhangMbulan, karena akan dilangsungkan Tahlilan untuk memperingati 100 hari wafatnya ibu Chalimah. Acara tahlilan sendiri berlangsung  dengan khidmat, penuh kushuk, hingga akhir pembacaan do’a yang langsung disambung dengan sambutan dari Cak Mif (Kakak Cak Nun), beliau menghaturkan terima kasih kepada Jamaah dan warga sekitar Menturo atas kehadiran dan partisipasinya dalam tahlilan tersebut. Cak Mif juga mengingatkan kita semua untuk mengumpulkan “sangu” dan “oleh-oleh” sebagai bekal untuk kembali ke rumah Allah, sudah cukup apa belum. Beliau juga mengingatkan bahwa tempat ini bukanlah tempat yang menakutkan lagi, tiap malam di tempat ini digunakan untuk tempat mengaji, belajar, bahkan tidur oleh anak-anak SMK Global.

Sambutan selanjutnya disampaikan oleh Cak Nun dengan mengutip dawuh Kanjeng Nabi : “Khoirul mauidhoti mautu”, Sebaik-baiknya nasihat adalah mati.  “Itulah yang menjadi salah satu dorongan dan alasan kenapa makam Ibu, Ayah, Embah dikumpulkan di sini, supaya anak putune  diberi nasihat setiap hari begitu melihat kuburan ini.”

Usai Tahlilan, warga Menturo satu-persatu meninggalkan Sentono Arum, sementara di saat bersamaan Jamaah PadhangMbulan mulai berdatangan. Sambil mengisi waktu senggang sebelum pengajian padhangMbulan dimulai, Mas Zainul, Vokalis KiaiKanjeng yang saat itu  ikut Tahlilan diminta Cak Nun untuk menirukan dan melantunkan sholawat : Ya Rasulallah Salamun‘alaik.. Ya Rofi’assyaniwad daroji.., Atfathayyaji rotal ‘alami, ya’uhailaljudiwal karomi, dengan nada dan irama baru yang diajarkan Cak Nun langsung. Jamaah sudah merapat, Cak Nun memimpin dengan ummul-Qur’an : “Jadikanlah malam ini sebagai malam terbukanya pintu-pintu masa depan yang berguna tidak hanya untuk jamaah PadhangMbukan, tapi juga untuk seluruh bangsa yang akan berproses di tengah kegelapan ini, ya Allah ‘ala hadan niyah assholihah, Al-fatihah…”