Kamis, 21 April 2011
Pegawai Tuhan
Oleh: Mohamad Istihori
Saya harus jujur untuk mengakui kesungguhan bapak dalam menjalankan profesinya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sejak awal beliau bekerja sampai hari ini menjelang masa pensiunnya saya tetap melihat kegigihannya.
Entah karena kerjanya berhubungan dengan TNI AD atau karena memang didasari kesungguhannya di dalam menjalankan tugas-tugasnya di kantor.
Setiap pagi beliau selalu berangkat setiap pagi kira-kira pukul 05.00 WIB. Kalau dulu bawa mobil jemputan kini beliau berangkat kerja dengan mengendarai motor. Dan, beliau beliau selalu pulang kerja sesuai dengan jam pulang yang sudah disepakati.
Bagi saya memang demikianlah semestinya seorang PNS. Ia tidak boleh seenaknya dan sembarangan meninggalkan kewajibannya karena saat pelantikan ia bersaksi di bawah kitab suci untuk menunaikan segala kewajiban yang diamanatkan kepadanya. Setiap bulan pun para PNS mendapatkan gaji yang tetap.
Maka kebangetan banget kalo PNS pada malas-malasan kerja dan banyak bolosnya ketimbang hadir. Banyak minta tanpa berkarya.
Demikian jugalah semestinya seorang muslim yang mukmin itu adalah seorang pegawai Tuhan. Tuhan itu sudah menentukan dan menghendaki apa saja yang sudah, sedang, dan akan terjadi atas hidup dan kehidupan kita.
Tuhan sudah melimpahkan berbagai macam nikmat-Nya kepada kehidupan kita dalam jumlah yang sedikit pun kita tidak akan memiliki kemampuan untuk menghitungnya.
Sebagai seorang muslim pun kita sudah bersaksi bahwa kita hanya beribadah kepada Allah dan meyakini bahwa Muhammad itu adalah utusan Allah.
Sebagai seorang pegawai Tuhan kita harus memiliki kesadaran dan etos kerja sebagaimana kesadaran dan etos kerja yang dimiliki PNS.
Pegawai Tuhan harus sungguh-sungguh menepati waktu ibadah yang telah ditentukan oleh Allah sebagai kewajiban yang harus dijalani dengan penuh kesadaran, kesabaran, dan keikhlasan.
Senin, 09 Mei 2011
Pantangan-pantangan Kehidupan
Senin, 11-04-2011
Pantangan-pantangan Kehidupan
Oleh: Mohamad Istihori
Ketika seseorang hendak memiliki tubuh atletis maka ia dikenai beberapa pantangan agar apa yang ia harapkan bisa tercapai. Maka ia mulai mantang. Ia tidak boleh sembarang makan.
Segala apa yang hendak masuk ke dalam perut melalui mulutnya ia diperhitungkan dengan matang demi menjaga keatletisan tubuh yang hendak ia capai.
Ia harus rutin fitness. Nggak boleh cepat bosan sampai target tercapai. Lebih baik lagi jika ia minum susu yang sesuai untuk pembentukan tubuh yang atletis.
Dan, segala macam tetek-bengek pantangan dan disiplin harus ia jalani demi mencapai apa yang didamba-dambakan yaitu memiliki body atletis.
Jadi dalam olahraga fitness ada pantangan-pantangan, ada "puasa" yang harus dijalani dengan penuh kesadaran dan disiplin.
Kalau kita mau perluas pembahasan ini semua hal dalam kehidupan ini memiliki berbagai macam pantangan agar kita bisa meraih apa yang kita targetkan.
Hidup ini penuh dengan pantangan-pantangan dan batasan-batasan. Setiap orang yang menyadari akan hal ini pasti akan menemukan kemerdekaan dan kebebasan yang sejati.
Orang yang ngejar-ngejar kemerdekaan atau kebebasan (freedom) justru akan kecele karena mereka melupakan batasan dan pantangan kehidupan yang sesungguhnya.
Ibarat orang yang membawa kendaraan ia harus mengikuti berbagai macam batasan dan pantangan agar ia menemukan kebebasan dan kemerdekaan berkendara.
Orang yang berlaku bebas sebebas-bebasnya di jalan raya justru membahayakan dirinya atau bahkan orang lain juga akan ikut celaka akibat ulahnya.
Pantangan-pantangan Kehidupan
Oleh: Mohamad Istihori
Ketika seseorang hendak memiliki tubuh atletis maka ia dikenai beberapa pantangan agar apa yang ia harapkan bisa tercapai. Maka ia mulai mantang. Ia tidak boleh sembarang makan.
Segala apa yang hendak masuk ke dalam perut melalui mulutnya ia diperhitungkan dengan matang demi menjaga keatletisan tubuh yang hendak ia capai.
Ia harus rutin fitness. Nggak boleh cepat bosan sampai target tercapai. Lebih baik lagi jika ia minum susu yang sesuai untuk pembentukan tubuh yang atletis.
Dan, segala macam tetek-bengek pantangan dan disiplin harus ia jalani demi mencapai apa yang didamba-dambakan yaitu memiliki body atletis.
Jadi dalam olahraga fitness ada pantangan-pantangan, ada "puasa" yang harus dijalani dengan penuh kesadaran dan disiplin.
Kalau kita mau perluas pembahasan ini semua hal dalam kehidupan ini memiliki berbagai macam pantangan agar kita bisa meraih apa yang kita targetkan.
Hidup ini penuh dengan pantangan-pantangan dan batasan-batasan. Setiap orang yang menyadari akan hal ini pasti akan menemukan kemerdekaan dan kebebasan yang sejati.
Orang yang ngejar-ngejar kemerdekaan atau kebebasan (freedom) justru akan kecele karena mereka melupakan batasan dan pantangan kehidupan yang sesungguhnya.
Ibarat orang yang membawa kendaraan ia harus mengikuti berbagai macam batasan dan pantangan agar ia menemukan kebebasan dan kemerdekaan berkendara.
Orang yang berlaku bebas sebebas-bebasnya di jalan raya justru membahayakan dirinya atau bahkan orang lain juga akan ikut celaka akibat ulahnya.
Membaca Kehendak Allah
Sabtu, 23 April 2011
Membaca Kehendak Allah
Oleh: Mohamad Istihori
Bagaimanakah caranya mengenali kehendak Allah terhadap kehidupan kita? Kan nggak mungkin Allah bilang langsung ke kita bla...bla...bla...
Yang agak mungkin kita lakukan untuk membaca kehendak Allah adalah dengan kita mengenali potensi-potensi yang ada di dalam diri kita. Entah itu namanya bakat, skill, atau kemampuan.
Sebuah hikmah berkata, "Man 'arofa nafsahu 'arofa robbahu." Orang yang mengenal dirinya, bakatnya, potensinya, kemampuan, atau skill-nya maka dia akan mengenal Tuhannya.
Kalau kita sudah mengenal Tuhan dengan baik maka otomatis kita mengenal apa yang Allah kehendaki pada hidup kita.
Allah itukan memiliki kehendak yang berbeda-beda terhadap setiap individu manusia. Ada yang dikendaki Allah menjadi seorang guru, menjadi pejabat, pedagang, konselor, penceramah, dan segala apa yang terjadi dalam kehidupan kita.
Pada kehendak Allah itu ada yang bersifat permanen artinya kita tidak bisa merubahnya. Tapi ada juga kehendak Allah yang sifatnya dinamis. Artinya ia bisa kita ubah sesuai dengan seberapa keras usaha kita di dalam mengubah kehendak Allah tersebut kepada kehendak Allah yang lain yang lebih baik lagi.
Pada kehendak Allah yang kedua inilah kita diberikan ruang diskusi yang seluas-luasnya oleh Allah.
Maka berapakah umur kita sekarang? Dengan umur kita yang sekian tahun itu sudahkah kita mampu tahu, memahami, dan memaknai setiap kehendak Allah yang ada dalam hidup kita ini?
Membaca Kehendak Allah
Oleh: Mohamad Istihori
Bagaimanakah caranya mengenali kehendak Allah terhadap kehidupan kita? Kan nggak mungkin Allah bilang langsung ke kita bla...bla...bla...
Yang agak mungkin kita lakukan untuk membaca kehendak Allah adalah dengan kita mengenali potensi-potensi yang ada di dalam diri kita. Entah itu namanya bakat, skill, atau kemampuan.
Sebuah hikmah berkata, "Man 'arofa nafsahu 'arofa robbahu." Orang yang mengenal dirinya, bakatnya, potensinya, kemampuan, atau skill-nya maka dia akan mengenal Tuhannya.
Kalau kita sudah mengenal Tuhan dengan baik maka otomatis kita mengenal apa yang Allah kehendaki pada hidup kita.
Allah itukan memiliki kehendak yang berbeda-beda terhadap setiap individu manusia. Ada yang dikendaki Allah menjadi seorang guru, menjadi pejabat, pedagang, konselor, penceramah, dan segala apa yang terjadi dalam kehidupan kita.
Pada kehendak Allah itu ada yang bersifat permanen artinya kita tidak bisa merubahnya. Tapi ada juga kehendak Allah yang sifatnya dinamis. Artinya ia bisa kita ubah sesuai dengan seberapa keras usaha kita di dalam mengubah kehendak Allah tersebut kepada kehendak Allah yang lain yang lebih baik lagi.
Pada kehendak Allah yang kedua inilah kita diberikan ruang diskusi yang seluas-luasnya oleh Allah.
Maka berapakah umur kita sekarang? Dengan umur kita yang sekian tahun itu sudahkah kita mampu tahu, memahami, dan memaknai setiap kehendak Allah yang ada dalam hidup kita ini?
Koalisi Thu`mah
Jum'at, 22 April 2011
Koalisi Thu'mah
Oleh: Mohamad Istihori
Pada zaman Rosul pernah hidup seorang yang bernama Thu'mah bin Ubainiq. Suatu hari ia mencuri baju besi.
Biar nggak ketahuan sama orang lain baju besi tersebut ia sembunyikan di rumah seorang Yahudi. Dan, Yahudi itu sama sekali tidak mengetahui bahwa Thu'mah dan kaumnya telah menyembunyikan baju besi curian di rumahnya. Thu'mah dan konco-konconya pun menyusun rencana pada malam hari untuk kembali ke rumah si Yahudi nanti ketika keadaan sudah tenang dan kondusif untuk menjalankan rencananya tersebut.
Belum sempat Thu'mah mengambil baju besi curian tersebut ternyata orang-orang sudah tahu. Karena rencananya terbongkar sebelum pelaksanaan (eksekusi) maka sebelum semua orang mencurigainya ia pun segera menuduh bahwa si Yahudilah yang telah mencuri baju besi itu.
Si Yahudi komplen dong. Kan bukan dia yang melakukan pencurian tersebut. Maka tidak ada ketika itu orang apalagi lembaga atau organisasi yang bisa dipercaya untuk memutuskan sebuah perkara hukum dan mencari keadilan kecuali Rosulullah Muhammad Saw.
Setelah menyelidiki dengan teliti, hati-hati, dan detail ternyata Rosulullah mengetahui bahwa yang mencuri baju besi adalah Thu'mah bukan si Yahudi. Maka meski si Yahudi non muslim dan Thu'mah mengaku orang Islam, karena yang salah adalah Thu'mah maka Nabi memberi hukuman kepada Thu'mah yang telah mencuri baju besi tersebut.
Ternyata memang yang namanya sebuah peristiwa sejarah itu selalu berulang. Cuma yang beda pelakunya saja dan oleh Allah agar jalan ceritanya tidak monoton, lebih berwarna, tidak menjemukan, dan tidak membosankan kita maka ditambah beberapa variasi.
Di Indonesia bisa kita temukan Thu'mah-Thu'mah yang mencuri uang rakyat kemudian uang curian tersebut biar aman dan agar pelakunya ini nggak ketawan maka uang curian tersebut di simpan di rekeningnya Gayus Tambunan atau rekening miliki Inong Melinda Dee.
Variasi ceritanya, kalau zaman Rosul si Yahudi yang rumahnya disembunyiin baju besi curian nggak tahu kalau rumahnya dijadikan tempat persembunyian barang curian oleh Thu'mah sedangkan zaman sekarang orang yang dititipin uang curian tahu kalau di rekeningnya tersimpan uang curian.
Loh mengapa Gayus atau Melinda mau saja di rekeningnya tersimpan uang curian?
Iya karena mereka sudah dijamin akan mendapatkan materi yang berlimpah asalkan kalau ketahuan tidak memberi tahu si penyimpan uang curian tersebut. Dan, kalau pun di penjara sebenarnya itu cuma formalitas saja. Toh mereka tetap bisa keluar penjara kapan pun mereka suka. Bisa tetap menjalankan usaha dan bisnisnya. Bisa tetap nonton pertandingan tenis ke Bali atau jalan-jalan ke luar negeri.
Ini semua bisa terjadi karena kita belum benar-benar memiliki individu, organisasi, atau lembaga penegak hukum yang amanah, bisa dipercaya, berani menegakkan kebenaran apapun resikonya, tidak silau oleh materi yang belimpah, tidak tergoda oleh "selangkangan", dan jujur pada diri sendiri.
Koalisi Thu'mah
Oleh: Mohamad Istihori
Pada zaman Rosul pernah hidup seorang yang bernama Thu'mah bin Ubainiq. Suatu hari ia mencuri baju besi.
Biar nggak ketahuan sama orang lain baju besi tersebut ia sembunyikan di rumah seorang Yahudi. Dan, Yahudi itu sama sekali tidak mengetahui bahwa Thu'mah dan kaumnya telah menyembunyikan baju besi curian di rumahnya. Thu'mah dan konco-konconya pun menyusun rencana pada malam hari untuk kembali ke rumah si Yahudi nanti ketika keadaan sudah tenang dan kondusif untuk menjalankan rencananya tersebut.
Belum sempat Thu'mah mengambil baju besi curian tersebut ternyata orang-orang sudah tahu. Karena rencananya terbongkar sebelum pelaksanaan (eksekusi) maka sebelum semua orang mencurigainya ia pun segera menuduh bahwa si Yahudilah yang telah mencuri baju besi itu.
Si Yahudi komplen dong. Kan bukan dia yang melakukan pencurian tersebut. Maka tidak ada ketika itu orang apalagi lembaga atau organisasi yang bisa dipercaya untuk memutuskan sebuah perkara hukum dan mencari keadilan kecuali Rosulullah Muhammad Saw.
Setelah menyelidiki dengan teliti, hati-hati, dan detail ternyata Rosulullah mengetahui bahwa yang mencuri baju besi adalah Thu'mah bukan si Yahudi. Maka meski si Yahudi non muslim dan Thu'mah mengaku orang Islam, karena yang salah adalah Thu'mah maka Nabi memberi hukuman kepada Thu'mah yang telah mencuri baju besi tersebut.
Ternyata memang yang namanya sebuah peristiwa sejarah itu selalu berulang. Cuma yang beda pelakunya saja dan oleh Allah agar jalan ceritanya tidak monoton, lebih berwarna, tidak menjemukan, dan tidak membosankan kita maka ditambah beberapa variasi.
Di Indonesia bisa kita temukan Thu'mah-Thu'mah yang mencuri uang rakyat kemudian uang curian tersebut biar aman dan agar pelakunya ini nggak ketawan maka uang curian tersebut di simpan di rekeningnya Gayus Tambunan atau rekening miliki Inong Melinda Dee.
Variasi ceritanya, kalau zaman Rosul si Yahudi yang rumahnya disembunyiin baju besi curian nggak tahu kalau rumahnya dijadikan tempat persembunyian barang curian oleh Thu'mah sedangkan zaman sekarang orang yang dititipin uang curian tahu kalau di rekeningnya tersimpan uang curian.
Loh mengapa Gayus atau Melinda mau saja di rekeningnya tersimpan uang curian?
Iya karena mereka sudah dijamin akan mendapatkan materi yang berlimpah asalkan kalau ketahuan tidak memberi tahu si penyimpan uang curian tersebut. Dan, kalau pun di penjara sebenarnya itu cuma formalitas saja. Toh mereka tetap bisa keluar penjara kapan pun mereka suka. Bisa tetap menjalankan usaha dan bisnisnya. Bisa tetap nonton pertandingan tenis ke Bali atau jalan-jalan ke luar negeri.
Ini semua bisa terjadi karena kita belum benar-benar memiliki individu, organisasi, atau lembaga penegak hukum yang amanah, bisa dipercaya, berani menegakkan kebenaran apapun resikonya, tidak silau oleh materi yang belimpah, tidak tergoda oleh "selangkangan", dan jujur pada diri sendiri.
Kerewelan Seorang Bocah
Selasa, 26 April 2011
Kerewelan Seorang Bocah
Oleh: Mohamad Istihori
Sore ini dalam perjalanan menuju rumah, Allah menghadirkan seorang bocah dengan ibunya kepada segenap penumpang angkot 56 jurusan UKI-Cibubur-Cileungsi.
Bagi orang awam macam kita mungkin kita akan menyebutnya anak yang rewel, bawel, banyak cing-cong, atau entah berbagai istilah lain yang mewakili kekesalan kita sebagai orang tua saat menghadapi anak yang banyak tanyanya.
Si anak bertanya tentang banyak hal. "Kok mobilnya lama banget sih Mah mangkalnya?" Tidak sampai di situ ia terus bertanya tentang hal yang bermacam-macam pada ibunya, misalnya, "Mah pak polisinya mana lagi kok nggak kelihatan-kelihatan sih?"
"Mah ini mobil siapa?"
"Loh Mamah kok bayar sih?"
Dan, banyak pertanyaan yang ia ajukan. Selain itu ia juga ingin melihat apa yang terjadi di luar mobil tanpa mengerti keadaan yang sangat sempit, berdesak-desakan, dan penuh sesak penumpang dalam angkot.
Orang tua yang nggak sabaran pasti akan marah jika anaknya bertingkah dan banyak menanyakan hal-hal yang "nggak penting" sama sekali itu. Mungkin sebagai orang tua kita berkata, "Banyak banget nanya sih?" Atau, "Bisa diam nggak sih? Nanya mulu dari tadi!"
Kita sebagai orang tua menganggap kerewelan anak merupakan suatu hal yang merepotkan, menyusahkan, bahkan menyengsarakan. Padahal pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan anak kita merupakan sebuah pertanda keingintahuannya.
Ketika kita enggan meladeni kerewelan anak kita maka itu sama saja membunuh rasa ingin tahunya. Kita katanya mau punya anak pandai, cerdas, dan memiliki pengetahuan yang luas. Tapi dalam menjalani prosesnya kita kurang memiliki kesabaran.
Anak yang rewel pada batasan tertentu merupakan tanda bahwa ia merupakan anak yang pandai karena memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Ketika kita malas meladeni kerewelan anak kita maka jangan marah kalau kemudian ia mencari sosok lain selain orang tuanya yang mampu memuaskan "kehausan" dan "kelaparan" rasa ingin tahunya itu.
Iya kita bersyukur kalau ia menemukan sosok yang tepat yang bisa menggantikan posisi orang tuanya sebagai tempat bertanya. Yang kita khawatirkan adalah ketika ia mendapatkan orang yang salah sebagai tempat bertanya.
Maka marilah semaksimal mungkin kita jawab segala apa yang anak kita tanyakan. Kalau tidak tahu maka katakan yang sejujurnya sambil kita belajar kembali, menggali, dan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya.
Kerewelan Seorang Bocah
Oleh: Mohamad Istihori
Sore ini dalam perjalanan menuju rumah, Allah menghadirkan seorang bocah dengan ibunya kepada segenap penumpang angkot 56 jurusan UKI-Cibubur-Cileungsi.
Bagi orang awam macam kita mungkin kita akan menyebutnya anak yang rewel, bawel, banyak cing-cong, atau entah berbagai istilah lain yang mewakili kekesalan kita sebagai orang tua saat menghadapi anak yang banyak tanyanya.
Si anak bertanya tentang banyak hal. "Kok mobilnya lama banget sih Mah mangkalnya?" Tidak sampai di situ ia terus bertanya tentang hal yang bermacam-macam pada ibunya, misalnya, "Mah pak polisinya mana lagi kok nggak kelihatan-kelihatan sih?"
"Mah ini mobil siapa?"
"Loh Mamah kok bayar sih?"
Dan, banyak pertanyaan yang ia ajukan. Selain itu ia juga ingin melihat apa yang terjadi di luar mobil tanpa mengerti keadaan yang sangat sempit, berdesak-desakan, dan penuh sesak penumpang dalam angkot.
Orang tua yang nggak sabaran pasti akan marah jika anaknya bertingkah dan banyak menanyakan hal-hal yang "nggak penting" sama sekali itu. Mungkin sebagai orang tua kita berkata, "Banyak banget nanya sih?" Atau, "Bisa diam nggak sih? Nanya mulu dari tadi!"
Kita sebagai orang tua menganggap kerewelan anak merupakan suatu hal yang merepotkan, menyusahkan, bahkan menyengsarakan. Padahal pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan anak kita merupakan sebuah pertanda keingintahuannya.
Ketika kita enggan meladeni kerewelan anak kita maka itu sama saja membunuh rasa ingin tahunya. Kita katanya mau punya anak pandai, cerdas, dan memiliki pengetahuan yang luas. Tapi dalam menjalani prosesnya kita kurang memiliki kesabaran.
Anak yang rewel pada batasan tertentu merupakan tanda bahwa ia merupakan anak yang pandai karena memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Ketika kita malas meladeni kerewelan anak kita maka jangan marah kalau kemudian ia mencari sosok lain selain orang tuanya yang mampu memuaskan "kehausan" dan "kelaparan" rasa ingin tahunya itu.
Iya kita bersyukur kalau ia menemukan sosok yang tepat yang bisa menggantikan posisi orang tuanya sebagai tempat bertanya. Yang kita khawatirkan adalah ketika ia mendapatkan orang yang salah sebagai tempat bertanya.
Maka marilah semaksimal mungkin kita jawab segala apa yang anak kita tanyakan. Kalau tidak tahu maka katakan yang sejujurnya sambil kita belajar kembali, menggali, dan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya.
Kaburo Maktan
Rabu, 27 April 2011
Kaburo Maktan
Oleh: Mohamad Istihori
Saya sangat tidak paham mengapa ada orang yang kayaknya paling pintar dan paling benar (asa pang palingna) kalau sudah ngomong agama.
Tapi pada kenyataannya sehari-hari, pada praktek, dan kenyataannya ia kurang memiliki gairah dan semangat untuk beribadah. Maka jangan heran kalau teman-teman menyaksikan pribadi yang seperti itu.
Kalau kata pepatah kepribadian seperti itu seperti, "Tong kosong nyaring bunyinya." atau, "Air beriak tanda tak dalam."
Kaburo Maktan
Oleh: Mohamad Istihori
Saya sangat tidak paham mengapa ada orang yang kayaknya paling pintar dan paling benar (asa pang palingna) kalau sudah ngomong agama.
Tapi pada kenyataannya sehari-hari, pada praktek, dan kenyataannya ia kurang memiliki gairah dan semangat untuk beribadah. Maka jangan heran kalau teman-teman menyaksikan pribadi yang seperti itu.
Kalau kata pepatah kepribadian seperti itu seperti, "Tong kosong nyaring bunyinya." atau, "Air beriak tanda tak dalam."
Ibadah Kok Dipaksa?
Ahad, 1 Mei 2011
Ibadah Kok Dipaksa?
Oleh: Mohamad Istihori
Kalau kita nikah karena merasa terpaksa atau dipaksa sama pihak yang di luar diri kita baik itu orang tua, teman, atau siapa pun maka itu sama saja kita menjadikan mereka Tuhan. Karena yang berhak memaksa dan memerintahkan kita untuk ibadah hanyalah Allah SWT.
Setelah mencapai usia baligh maka setiap orang sudah dewasa. Orang yang dewasa beribadah harus dengan kesadaran mereka masing-masing. Yang bisa kita lakukan hanyalah mengajak orang lain atau keluarga kita untuk beribadah bukan memaksanya.
Kalau kita memaksa orang untuk nikah dengan orang yang tidak ia sukai itu berarti kita merampas hak Tuhan untuk menentukan jodohnya. Nikah dalam Islam itu ibadah maka tidak boleh ada sedikit pun paksaan dalam pernikahan.
Kalau anak kecil karena kita anggap dia belum baligh dan dewasa maka kita masih boleh deh "memaksanya" untuk sholat. Tapi saat sudah dewasa keputusan untuk sholat atau pun meninggalkan sholat sepenuhnya berada padanya.
Oleh karena itulah sekarang ini tantangannya adalah bagaimana kita memiliki kecerdasan pribadi sekaligus formula budaya yang bisa mengajak orang untuk beribadah tanpa merasa dipaksa.
Yang harus kita lakukan sekarang adalah menumbuhkan kesadaran bahwa ibadah adalah bukti pengabdian kita dan memang juga merupakan kebutuhan hidup kita. Ibadah itu bukan beban sebagaimana anggapan kita selama ini.
Ibadah Kok Dipaksa?
Oleh: Mohamad Istihori
Kalau kita nikah karena merasa terpaksa atau dipaksa sama pihak yang di luar diri kita baik itu orang tua, teman, atau siapa pun maka itu sama saja kita menjadikan mereka Tuhan. Karena yang berhak memaksa dan memerintahkan kita untuk ibadah hanyalah Allah SWT.
Setelah mencapai usia baligh maka setiap orang sudah dewasa. Orang yang dewasa beribadah harus dengan kesadaran mereka masing-masing. Yang bisa kita lakukan hanyalah mengajak orang lain atau keluarga kita untuk beribadah bukan memaksanya.
Kalau kita memaksa orang untuk nikah dengan orang yang tidak ia sukai itu berarti kita merampas hak Tuhan untuk menentukan jodohnya. Nikah dalam Islam itu ibadah maka tidak boleh ada sedikit pun paksaan dalam pernikahan.
Kalau anak kecil karena kita anggap dia belum baligh dan dewasa maka kita masih boleh deh "memaksanya" untuk sholat. Tapi saat sudah dewasa keputusan untuk sholat atau pun meninggalkan sholat sepenuhnya berada padanya.
Oleh karena itulah sekarang ini tantangannya adalah bagaimana kita memiliki kecerdasan pribadi sekaligus formula budaya yang bisa mengajak orang untuk beribadah tanpa merasa dipaksa.
Yang harus kita lakukan sekarang adalah menumbuhkan kesadaran bahwa ibadah adalah bukti pengabdian kita dan memang juga merupakan kebutuhan hidup kita. Ibadah itu bukan beban sebagaimana anggapan kita selama ini.
Langganan:
Postingan (Atom)